Mengingat masa pertama kali kenal au pair 10 tahun lalu, sampai sekarang saya mengikuti perkembangannya dan selalu girang menuangkan tiap cerita lewat blog ini. Dari yang mulai au pair belum terlalu dikenal orang Indonesia, negara yang dulunya sebatas Jerman-Belanda-Prancis, lalu sekarang semakin banyak yang melihat program ini sebagai batu loncatan meninggalkan kampung halaman. Waktu sudah mengubah banyak hal dan sayangnya, peraturan au pair yang dulunya cukup lenggang sekarang semakin diperketat . Bahkan ada negara yang mengusulkan untuk menghapuskan program ini selamanya karena dinilai hanya konsep perbudakan semata. Beberapa informasi yang saya bagikan di blog ini pun rasanya menjadi kurang relevan karena tulisan dibuat berdasarkan situasi dan kondisi saya dulu. Bukannya semakin ramah dan terbuka, jadi au pair di awal 2020-an malah lebih sulit. Jadi membayangkan, kalau saya baru tahu program ini dan berniat hijrah juga ke tanah orang, apakah nasib saya masih akan seperti sekarang?
Tampaknya 2023 bukan tahun terbaik bagi yang baru tahu tentang au pair. Setelah masifnya informasi di internet tentang program pertukaran budaya yang sering memasarkan masa depan lebih cerah di luar negeri, ada banyak sekali anak muda Indonesia terutama perempuan, yang tertantang mengikuti jejak para pendahulu hijrah ke negara orang. Au pair sendiri merupakan program (atau yang saya biasa sebut 'kesempatan') pertukaran budaya ke luar negeri dimana kita akan tinggal bersama keluarga asing yang disebut host family . Dalam masa tinggal 12-24 bulan ini, kita bisa dapat uang saku, tempat tinggal, makan, serta kesempatan untuk belajar bahasa lokal, asalkan mau membantu keluarga tersebut mengasuh anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana. Terdengar sangat menarik tentunya. Selain program ini legal karena ada visanya sendiri, banyak mantan au pair yang akhirnya bisa lanjut sekolah dan dapat kerja permanen di Eropa. Baca juga: I Made It: Dari Au Pair Sampai Wisuda S2! Saya