31 Januari 2018

Ke Tembok Cina Pakai Sopir dan Mobil Pribadi

Ke Beijing tanpa melihat Tembok Cina rasanya ada yang kurang. Apalagi perjalanan saya dan keluarga saat itu sudah jauh-jauh dari Shanghai naik kereta cepat selama lebih dari 5 jam.

Cerita sedikit tentang sejarahnya, Tembok Cina merupakan salah satu bangunan terpanjang yang pernah dibuat manusia. Pembangunan tembok ini sebenarnya sudah dimulai sekitar tahun 722 SM sebelum masa Dinasti Qin. Pada tahun 220 SM di bawah pemerintahan Dinasti Qin, Tembok Cina mulai dilanjutkan pembangunannya hingga banyak memakan korban jiwa. 

Setelah mengalami pasang surut pembangunan yang banyak menelan jiwa dan biaya, Tembok Cina direkonstruksi pada zaman Dinasti Ming sebagai benteng pertahanan serta gerbang masuk ke daerah perbatasan. Pada masa pemerintahan ini juga, Tembok Cina berhasil diselesaikan dengan panjang hingga 8850 km.

Tidak banyak yang tahu bahwa di luar segala kemegahan dan kegagahannya, Tembok Cina menyimpan duka mendalam yang misterius. Kabarnya, para lelaki zaman dulu dipaksa bekerja untuk membangun tembok tanpa diberi upah dan makan. Karena banyaknya manusia yang tidak bisa bertahan hidup, jasad mereka langsung dikuburkan di bawah konstruksi bangunan.

Review Penerbangan Philippine Airlines Kelas Ekonomi Rute Kuala Lumpur - Shanghai



Sebelum keberangkatan ke suatu tempat dengan maskapai baru, saya memang selalu rajin riset dulu tentang kualitas dan tempat duduk pesawat yang akan saya naiki. Kali ini saya akan kembali ke Cina bersama ibu mengunjungi adik yang sedang studi disana. Karena akan membawa emak-emak jalan, saya memang mencari full board airlines yang cukup nyaman untuk penerbangan cukup jauh.

Pilihan pertama saya kemarin adalah Malaysia Airlines yang terbang dari Jakarta PP hanya 3,5 juta saja per orang. Sialnya, saat akan di-booking, harga promo tersebut sudah naik di atas 6 jutaan. Harganya masih oke sih, tapi karena kali ini gantian saya yang akan membelikan tiket, budget terpaksa harus ditekan maksimal 10 juta untuk dua orang.

Sempat bingung cari rute terbaik, akhirnya pilihan jatuh ke Philippine Airlines setelah melihat harganya hanya 1 juta saja one way dari Kuala Lumpur ke Shanghai, dan transit di Manila selama 11 jam. It was a great deal! Meskipun harus transit di malam hari, namun kesempatan ini akan saya gunakan sekalian bertemu teman Filipina yang sudah lama kenal namun belum pernah ketemu.

Sayangnya, tidak banyak review berbahasa Indonesia tentang maskapai ini selain reputasinya sebagai salah satu maskapai paling berbahaya di dunia. Makanya kali ini saya ingin berbagi pengalaman tentang pengalaman penerbangan kami menggunakan Philippine Airlines.

Proses check-in dan bagasi

Satu hari sebelum keberangkatan, saya mencoba check-in via website mereka namun ternyata gagal. Saat membeli tiket via Traveloka, saya sudah bisa memilih tempat duduk. Namun saat mencoba check-in, tempat duduk yang sudah saya pilih sebelumnya (yang ternyata) di kelas premium economy dipindahkan ke bangku ekonomi. Mungkin karena penerbangan rute Kuala Lumpur - Manila sedang sepi kala itu.

Di Kuala Lumpur, petugas konter membantu saya mencetak dua boarding pass untuk penerbangan lanjutan. Tapi katanya, mereka tidak bisa mencetak boarding pass untuk keberangkatan dari Manila. Jadi kami harus mendatangi transfer desk setibanya di Manila untuk meminta boarding pass.

Philippine Airlines termasuk tidak pelit menyediakan bagasi gratis hingga 30 kg* bagi penerbangan internasional. Karena memang kami hanya transit di Manila, jadi bagasi tidak harus diambil di conveyor karena akan menginap dulu di bandara. Petugas imigrasi pun sangat santai memberikan kami cap keluar airport Manila.

*Untuk tiket yang dipesan pada/setelah 17 Agustus 2018, penumpang kelas Economy Saver/Value/Classic/Flex untuk penerbangan internasional Asia (kecuali Jepang) mendapatkan 25 kg, sementara Premium Economy 30kg

Kursi

Pesawat yang akan digunakan untuk kedua rute menggunakan Airbus 321 yang cukup luas berkonfigurasi 3-3 untuk kelas premium economy dan ekonomi. Lebar kursi kelas ekonomi 30 inchi sementara premium economy 34 inchi.

Benar saja, tidak banyak penumpang yang akan berangkat dari Kuala Lumpur ke Manila sehingga kursi bagian belakang pesawat banyak sekali yang kosong.



Beberapa susunan kursi pesawat kali ini menurut saya sedikit aneh. Tapi beruntung juga karena ibu saya kebetulan dapat kursi 42K di dekat pintu keluar dengan ruang gerak yang luas. Sayangnya kursi 42H dan 42J entah kenapa sempit sekali berbeda dengan deretan kursi di nomor belakang.

Saking sempitnya, bapak-bapak yang berada di samping saya jadi pindah ke kursi di depan kami yang memang kosong dan super luas.



Di rute kedua dari Manila ke Shanghai, pesawat ternyata penuh, jadi saya dan ibu bisa mencicipi kursi premium economy di bagian depan yang super luas untuk kaki. Sayangnya karena pesawat yang kami gunakan kali ini hanya untuk penerbangan pendek, tidak ada in-flight entertainment untuk membunuh kebosanan.

Tapi karena pesawat dari Manila berangkat sangat pagi, tak heran, hampir semua penumpang hanya tertidur pulas saat lampu mulai dipadamkan.

Makanan

Ini juga alasan saya kadang lebih melirik full board ketimbang low cost airlines yang kadang harganya lebih mahal; dapat makanan! Meskipun pergi dengan harga 1 juta saja, kami sudah bisa menikmati bagasi dan makanan gratis.

Karena ibu saya vegetarian, jauh sebelum keberangkatan saya sudah menghubungi pihak Traveloka untuk meminta special meal. Lucunya, mereka tidak bisa memesankan menu vegetarian selain VGML (pure vegan) only. Oke, noted, saya iyakan saja dulu.

Saya lalu menghubungi pihak Philippine Airlines di Denpasarsetelah yang di Jakarta tidak mengangkat telpon saya, untuk mengganti menu VGML dengan menu vegetarian lain semisal vegetarian oriental (VOML) atau vegetarian lacto-ovo (VLML). Katanya sih sudah diganti, tapi saat di pesawat, kami berdua masih mendapat menu VGML.

FYI, setelah menelpon, sebenarnya saya mengirim email ke mereka lagi untuk mengganti jika ada menu Low Fat atau Halal Meal. Namun tidak dibalas.




Untuk rute Kuala Lumpur ke Manila, kami sebenarnya cukup menyesal memesan menu vegetarian karena ternyata menu regulernya kelihatan lebih enak. Ada pilihan nasi ikan dan nasi ayam yang terlihat lebih berwarna dan menggugah selera. Sementara menu lunch kami kali itu hanya nasi zukini dan labu yang membuat saya tidak nafsu.

Di rute menuju Shanghai, menu reguler bisa dipilih antara American breakfast berkomposisi babi atau sapi. Makanan vegetarian kami lagi-lagi hambar karena hanya terdiri dari nasi, jamur, dan tahu bumbu merah. Saking hambar tapi lapar, ibu saya menambahkan sambal goreng yang memang sempat dibeli saat di Kuala Lumpur.

Menu VGML Philippine Airlines kurang recommended, sementara menu regulernya terlihat lebih enak dan menarik. Kalau memang tidak ada keterbatasan makan seperti kami, boleh saja menikmati menu reguler mereka. Philippine Airlines tidak menyediakan Moslem Meal (MOML), jadi siap-siap harus menyerah saja dengan pilihan lain.

Service on board

Menurut kami, pramugari Philippine Airlines terlihat sangat cantik dan cute dengan seragam biru tua dan lipstik merah mereka. Saat berada di dalam pesawat pun, kami dilayani dengan ramah dan penuh senyuman.

Pramugari yang melayani kelas ekonomi terlihat muda dan fresh, sementara di kelas bisnis lebih tua dan bersahaja. Beberapa kali pramugari pun menawari penumpang teh, kopi, atau air putih dari depan hingga belakang. Terlihat sekali bahwa selling point maskapai ini adalah servis dan keramahan khas Filipina dari para awak kabin mereka.

Meskipun beberapa pramugari membiarkan rambut pendek mereka tergerai, namun kesan profesional dan rapih masih tetap terlihat. Saya pun kadang tidak berhenti memandangi wajah mereka yang super cute itu.

Terminal 2 Ninoy Aquino International Airport (NAIA)

Selama di Manila, kami tiba dan berangkat di Terminal 2 yang memang dikhususkan untuk penerbangan internasional dan domestik menggunakan Philippine Airlines. Bandara terlihat mulai sibuk saat Subuh dengan banyaknya antrian di tempat makan dan minum setelah melewati immigration border.



Kami tiba di Manila sekitar jam 8 malam dan memang sudah berniat menginap di hotel di dekat bandara saja. Carel, teman online yang sudah saya kenal nyaris 7 tahun lalu, sudah menunggu di pintu kedatangan. Hari itu pertama kali saya bertemu dengan Carel setelah sempat losing contact selama beberapa bulan.

Sebenarnya malam itu Carel tidak bisa menjemput karena sedang berada jauh di luar Manila. Tapi demi pertemuan pertama kami, Carel rela naik bus selama 5 jam menuju bandara. Huhu, terharu.

Tips dari Carel, kalau memang baru pertama kali ke Manila dan bingung dengan sistem taksi disana, sebaiknya unduh aplikasi Grab atau Uber. Supir online dari dua aplikasi tersebut bebas keluar masuk NAIA, sampai disediakan spot khusus untuk menjemput penumpang.

Banyak sekali cerita beredar kalau taksi di bandara sering menipu penumpang asing. Makanya daripada bingung harus naik apa dan kemana, mending pakai Grab atau Uber untuk mengantar ke tempat tujuan.

Kami contohnya, untuk menuju hotel yang hanya berjarak 5 km saja dari bandara, dipatok harga 450 Peso oleh supir taksi. Sementara saat menggunakan Grab, kami hanya membayar 177 Peso saja. Enaknya di Filipina, banyak orang bisa berbahasa Inggris sehingga memudahkan komunikasi dengan para supir online.


KESIMPULAN:
Yes for service, kursi, dan bagasi yang tidak pelit. No for vegetarian meal and customer service. Kalau memang sedang ada promo murah dari Philippine Airlines ke tempat lain, saya tidak segan untuk mencoba maskapai ini lagi.


12 Januari 2018

Guide Au Pair: Mulai dari Mana?



Beberapa kali saya menerima surel dari pembaca yang mengatakan kalau mereka sangat tertarik menjadi au pair namun tidak tahu harus mulai dari mana. Meskipun sudah ada guide au pair yang pernah saya tulis sebelumnya, namun kelihatannya para pemula harus dibekali banyak referensi lain agar lebih jelas.

Cerita sedikit tentang pengalaman newbie dulu. Pertama kali memutuskan au pair, umur saya saat itu 22 tahun dan sedang sibuk mengurus tugas akhir kampus. Keinginan untuk tinggal di luar negeri sudah lama menjadi mimpi dan memang selalu optimis hingga saat itu. Tahu sebentar lagi akan lulus, saya jadi kepikiran ingin lanjut S2 dan cari beasiswa. Tapi karena yakin IPK dan bahasa Inggris masih pas-pasan, terpaksa skip!

Masih tetap dengan mimpi bisa hidup di luar negeri, banyak keyword yang saya masukkan di Google untuk sekedar mencari cara lain. Beberapa cara tersebut bisa dengan bekerja menjadi seorang skilled worker, volunteer, ikut kompetisi seni atau sains, WWOOF, ataupun jalan-jalan.

Ide menjadi seorang skilled worker sepertinya mustahil, apalagi saya masih fresh graduate saat itu. Volunteering, sepertinya juga belum memungkinkan plus butuh biaya lain. Pun begitu dengan travelling, setidaknya saya mesti menabung 2 tahun dulu agar bisa menginjakkan kaki ke Eropa. Meskipun menabung selama 2 tahun diarasa belum mampu juga kesana, tapi impian ke Eropa memang sudah saya tulis lama di buku jurnal. Plus, rincian kapan, musim apa, hingga biaya yang kira-kira mesti ditabung.

Satu hari, saya mampir ke toko buku online untuk mencari buku-buku travelling. Saya dulu memang penggila buku travelling ataupun cerita-cerita yang berbau luar negeri. Bagi saya, buku-buku seperti ini membawa inspirasi dan motivasi untuk bisa juga merasakan apa yang sudah penulis lakukan. Seperti tidak sabar ingin ikut berpetualang.

Karena pilihan buku yang ada di toko luar biasa banyaknya, saya iseng-iseng mengklik bagian "SALE". Dari bagian tersebut, entah kenapa saya iseng-iseng klik lagi genre "ROMANTIS". Kalau mau jujur, saya bukan termasuk penyuka novel bernuansa romansa ataupun percintaan. Tapi ternyata, dari menyusuri kumpulan buku fiksi percintaan ini, jalan saya ke Eropa terasa lebih lebar.

Satu judul buku menarik perhatian saya. Saya lupa judulnya apa, tapi intinya tentang kisah cinta seorang cewek Indonesia yang tinggal di Austria. Meskipun fiksi, tapi beberapa intrik dari kisah ini diambil dari kisah nyata si cewek yang bekerja sebagai au pair di Wina. Eh, saya lalu penasaran "apa itu au pair?". Mengapa si cewek ini bisa dengan "mudahnya" ke Eropa dengan hanya menjadi au pair? Lalu, dari situlah rasa penasaran saya berkembang setiap hari.

Sama seperti para pemula di luar sana, saya pun berusaha mencari tahu tentang seluk-beluk au pair ini sendiri. Apa yang saya lakukan? Mulai dari mana?

1. Pahami dulu apa au pair itu

Sebelum terlalu bahagia bisa ke Eropa dengan menjadi au pair, seorang pemula mesti betul-betul mengerti apa itu au pair. Sorry, au pair bukan pembantu ya! Cari tahu dulu mulai dari tugas, tanggung jawab, jam kerja, ataupun hak yang bisa kita dapatkan. Pelajari sampai ke detail-detailnya tentang peranan au pair di keluarga. Keep browsing kesana kemari sampai betul-betul paham konsep utama jadi au pair.

Semua pencarian saya lakukan secara mandiri via online tanpa tahu harus bertanya ke siapa. Apalagi dulu, banyak cerita di internet hanya terpaku dengan au pair Belanda, Jerman, dan Prancis saja. Sementara saya tidak minat ke tiga negara tersebut.

2. Cek regulasi 

Saat tahu tujuan au pair, saya langsung merasa au pair adalah hal yang selama ini saya cari. Nyaris gratis, tanpa embel-embel sertifikat bahasa, lalu bisa hijrah ke Eropa. Praktis, saya sangat antusias membuat profil di Au Pair World dan kebingungan memilih negara mana saja yang menarik.

Tapi tunggu! Sebelum memutuskan pilih negara, ada baiknya kita mesti tahu juga negara mana yang berlaku bagi pemegang paspor Indonesia. Tidak semua negara bisa kita jadikan host country, lho. Contohnya saya, pertama kali cari keluarga di Au Pair World inginnya dari Selandia Baru yang setelah dilihat regulasinya, tidak memungkinkan bagi orang Indonesia.

Postingan saya tentang guide au pair ataupun tips au pair sebelumnya mungkin bisa dijadikan referensi saat memilih negara. Menurut saya, Au Pair World pun bisa digunakan sebagai bahan referensi terbaik untuk mengecek regulasi tiap negara. Tidak hanya itu, Au Pair World juga memuat banyak informasi penting yang berhubungan dengan tugas, hari libur, ataupun hak au pair.

3. Buat profil

Yakin sudah tahu ingin ke negara mana, selanjutnya adalah membuat profil dan mencari keluarga angkat. Pilihlah setidaknya dua hingga lima negara yang paling membuat kamu termotivasi. Pasang foto-foto terbaik bersama anak-anak dan tulislah esai sejujur mungkin tentang motivasi kamu jadi au pair. Percayalah, saya pun harus update profil hingga 10 kali untuk menuliskan the real me as a person.

Sangat disarankan untuk membuat profil di lebih dari satu situs agar peluang mendapatkan host family lebih besar. Selain itu, coba juga cari situs au pair ataupun agensi gratis agar tidak membebankan kamu soal biaya.

Cek postingan berikut untuk lebih tahu tips memenangkan hati keluarga angkat!

4. Perbanyak referensi

Jadi au pair tidak hanya kerja dan jalan-jalan, but more than those! Ingat ya, au pair bukan liburan. Ada tanggung jawab yang mesti kamu pegang disitu. Jadi au pair juga tidak selamanya menyenangkan, bahkan bisa jadi sangat menyeramkan. Meskipun, kamu juga tetap harus memikirkan ada banyak enaknya jadi au pair.

Saat saya mencari tahu tentang au pair sekitar 4 tahun lalu, artikel di Google kebanyakan berisi tentang cerita-cerita bahagia au pair Belanda, Jerman, dan Prancis. Tiga negara ini memang sangat populer bagi cewek-cewek Indonesia. Semua cerita yang dibagikan kebanyakan menyenangkan seperti tidak ada cacat.

Wah, kalau kamu sudah mengalaminya, sebenarnya cerita au pair tidak selamanya demikian. Beberapa postingan saya di blog ini juga memuat beberapa cerita menyedihkan saya bersama host family yang berakhir putus kontrak dan perang dingin.

Banyak-banyaklah membaca kisah au pair Indonesia yang baik dan buruk. Memang, tidak semua cerita buruk biasanya diceritakan dan muncul di internet. Tapi percayalah, pengalaman buruk tersebut memang benar adanya.

Selain baca blog para au pair Indonesia, boleh juga tonton video para au pair vlogger di Youtube untuk melihat secara lebih dekat keseharian au pair. Saya dulu juga membaca buku Icha Ayu yang berjudul Au Pair - Backpacking Keliling Eropa dengan Menjadi Babysitter sebagai referensi lain mengenal dunia au pair.

Jika memang tidak malas, sila baca juga beberapa curhatan hati para au pair dalam bahasa Inggris yang bisa kamu temukan di internet. Kadang, tulisan berbahasa Inggris ini menceritakan poin dan fakta lain yang tak kamu duga-duga ketika memutuskan jadi au pair.

5. Persiapkan mental kamu

Selagi memperkaya referensi dan terus mencari keluarga angkat, saya sarankan untuk mulai mempersiapkan mental. Mengapa, karena tinggal di luar negeri tidak selamanya menyenangkan. Selain dipaksa untuk mandiri dan bertanggungjawab, kamu harus membentuk sifat berani.

Berani disini maksudnya adalah berani menerima resiko, berani speak up, berani menentang jika ada masalah, berani melawan diktator, berani menghadapi orang-orang baru, dan berani membahagiakan diri sendiri. Banyak sekali saya temukan au pair di Eropa yang terpaksa pulang karena bermasalah dengan host family mereka, ataupun karena baru sadar ternyata au pair isn't for them. So, be ready!

Bagaimana, masih bingungkah memulai langkah menjadi au pair? Kalau ada pertanyaan, feel free untuk bertanya di kolom komentar atau via contact ya. Cheers!


More guide:
Hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair
Guide untuk para calon au pair
Usia yang tepat mulai au pair pertama kali
Pakai agensi atau mandiri?



emerge © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.