Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2020

Cari Kerja Lagi di Tengah Korona

Ya Tuhan, nekad kuliah di luar negeri dengan biaya sendiri itu nyatanya membuat hidup saya jungkir balik! Entah harus tertawa atau menangis melihat kehidupan saya beberapa bulan ke belakang, but I am still here, stronger and confident than before. Cerita ini sebetulnya seperti trilogi dari semua pengalaman cari kerja dan status terakhir saya di tengah pandemi Korona di Norwegia. Setelah berusaha melempar semua lamaran kerja sejak November tahun lalu, pertengahan bulan Februari 2020 akhirnya saya mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan di restoran India tanpa kirim CV sekalipun. Semudah itu. Baru satu setengah bulan bekerja, Korona memperburuk situasi di Norwegia hingga akhirnya saya harus dirumahkan. Perjuangan untuk menuntut gaji 1,5 bulan itu pun luar biasa lelahnya karena baru terbayar lunas setelah 3 bulan kemudian. Dengan banyak alasan, gaji saya hanya bisa dicicil sedikit-sedikit tiap bulan. Tahu saya vokal menuntut hak, si bos restoran lebih membiarkan saya resign  sendiri deng

Menikmati Kuliah di Luar Negeri

Sisa musim panas mengawali dimulainya semester baru di Norwegia Hari ini saya masuk kuliah lagi setelah berbulan-bulan harus berinteraksi jarak jauh dengan teman sekelas dan para pengajar. Meskipun tetap ada protokol untuk menjaga jarak aman selama di dalam kelas, tapi karena jumlah kami tak sampai 10 orang, maka semester tiga diadakan 100% on campus . Sayangnya kebanyakan mahasiswa baru, terutama dari luar Uni Eropa, tak diizinkan dulu datang ke Norwegia sampai tahun depan dan kelas pun hanya diadakan lewat digital. Kalau melihat euforia para mahasiswa baru ini, saya jadi ingat mimpi sedari kecil yang ingin kuliah di luar negeri sampai akhirnya terwujud. Tahun lalu, beberapa bulan sebelum pengumuman , saya sempat datang ke pelataran Universitas Oslo di malam hari ditemani Mumu hanya untuk mengambil foto demi konten blog. Entah diterima atau tidak, saya rencananya hanya ingin berbagi cerita tentang proses mendaftar kuliah di Norwegia . Saat itu saya berkata ke Mumu, " mudah-mudah

Jadi Au Pair = Sukses?

Sejak menulis blog ini, saya menerima banyak sekali pesan dari blog readers yang merasa sangat terinspirasi dengan kisah dan perjuangan saya selama tinggal di Eropa. Ada rasa bahagia yang begitu besar saat tahu cerita dan tulisan saya membawa hal positif untuk banyak orang, terutama anak-anak muda Indonesia. Banyak dari mereka yang punya cita-cita setelah lulus sekolah atau kuliah untuk langsung jadi au pair. Bukan seperti dulu kala yang cuma ingin jadi dokter, pengacara, atau insinyur, tapi tren pencapaian ini sedikit bergeser menjadi "keinginan untuk tinggal di luar negeri". Somehow, it's a bit funny karena program au pair dijadikan gol atau cita-cita setelah lulus. Tapi turut senang juga karena jalan anak-anak muda menuju Roma itu memang bukan cuma untuk sekolah karena beasiswa. Ada banyak sekali au pair Indonesia yang akhirnya punya kesempatan tinggal di luar negeri dengan cara jadi au pair, yang kadang semua biayanya juga nyaris gratis. Pengalaman mereka di negara

Kerja Paruh Waktu Untuk Mahasiswa Asing di Norwegia

Tahun ajaran baru untuk semester musim gugur hampir tiba dan Norwegia akan menyambut ribuan mahasiswa internasional lagi untuk berkuliah. Meskipun tahun ini sedikit spesial karena banyak kampus menerapkan kelas  online di semester pertama, namun karena perbatasan negara juga sudah mulai dibuka untuk kawasan Eropa, bisa dipastikan banyak mahasiswa dari negara sekitar mempertimbangkan untuk datang dan mengikuti kelas on campus ketimbang online . Salah satu hal yang bisa dilakukan mahasiswa asing saat berkuliah di luar negeri adalah mencari penghasilan tambahan lewat kerja paruh waktu atau student job . Apalagi bagi mahasiswa yang harus menghidupi diri sendiri dari uang pribadi, bukan dari dana beasiswa, hidup di negara mahal seperti Norwegia pasti jadi tantangan berat. Namun selain alasan utama finansial, kerja tambahan di luar sebetulnya bisa juga jadi ajang bersosialisasi, mencari koneksi, memahami kultur kerja setempat, serta mengasah kemampuan bahasa lokal. Lalu bagaimana kita seba