25 Agustus 2020

Cari Kerja Lagi di Tengah Korona


Ya Tuhan, nekad kuliah di luar negeri dengan biaya sendiri itu nyatanya membuat hidup saya jungkir balik! Entah harus tertawa atau menangis melihat kehidupan saya beberapa bulan ke belakang, but I am still here, stronger and confident than before.

Cerita ini sebetulnya seperti trilogi dari semua pengalaman cari kerja dan status terakhir saya di tengah pandemi Korona di Norwegia. Setelah berusaha melempar semua lamaran kerja sejak November tahun lalu, pertengahan bulan Februari 2020 akhirnya saya mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan di restoran India tanpa kirim CV sekalipun. Semudah itu. Baru satu setengah bulan bekerja, Korona memperburuk situasi di Norwegia hingga akhirnya saya harus dirumahkan. Perjuangan untuk menuntut gaji 1,5 bulan itu pun luar biasa lelahnya karena baru terbayar lunas setelah 3 bulan kemudian. Dengan banyak alasan, gaji saya hanya bisa dicicil sedikit-sedikit tiap bulan. Tahu saya vokal menuntut hak, si bos restoran lebih membiarkan saya resign sendiri dengan cara mematikan telepon dan tak membalas pesan saya lagi.


Sejak dari sana, saya murni jobless karena negara menerapkan lockdown dan banyak usaha pun ditutup. Di bulan Mei, ketika pemerintah Norwegia melonggarkan beberapa aturan dan kembali membuka banyak bisnis, saya mulai mencari kerja paruh waktu lagi kesana kemari. Jobless is tiring. Apalagi di musim panas, saya dan Mumu berencana menghabiskan summer holiday beberapa hari di Norwegia Selatan jika memang saya berhasil dapat pekerjaan. Semuanya begitu apik terencana ketika realita yang terjadi adalah saya masih menganggur sampai akhir musim panas! Liburan ke Norwegia Selatan pun dibatalkan karena kami tak punya cukup uang untuk liburan hedonis layaknya tahun lalu.

Mungkin banyak yang terheran-heran mengapa saya bisa menganggur selama itu. Apakah saya picky cari kerja? Apa saya kurang banyak kirim aplikasi? Kurang berpengalaman? Kurang pandai bekerja? 

Meskipun harus keras terhadap diri sendiri, tapi alasan utamanya memang hanya karena saya belum beruntung. Dari April sampai pertengahan Juli, saya sudah mengirim setidaknya 70 lamaran kerja ke banyak tempat untuk posisi paruh dan purna waktu. Jenis pekerjaannya pun bermacam-macam mulai dari pelayan restoran, cleaning lady, barista, personal assistant, sampai guru TK. Bagi banyak orang, 70 lamaran kerja selama 4 bulan itu belum apa-apa. Saya tahu ada imigran lain yang harus mengirim setidaknya 40 lamaran kerja ke semua jenis posisi setiap bulannya.

Oke, lowongan kerja setiap hari memang ada. Masalahnya, apakah saya berkualifikasi memenuhi syarat lowongan tersebut? Apalagi untuk lowongan kerja yang syarat utamanya harus fasih berbahasa Norwegia, sudah jelas saya tak masuk hitungan. Meskipun desperate harus dapat kerja, saya juga tahu diri untuk tak mengirim ke semua banyak tempat kalau memang saya tak berkualifikasi. Jadi sebetulnya apa alasan saya bisa menganggur selama itu?

1. Tidak semua pekerjaan diperuntukkan bagi semua orang. Contohnya, setiap hari di situs lowongan kerja ada banyak sekali pekerjaan paruh waktu di sektor kesehatan untuk perawat dan personal assistant. Setiap hari pasti ada saja lowongan kerja untuk posisi ini, apalagi ketika Korona belum sepenuhnya pulih dari Norwegia. Saya sendiri sempat beberapa kali melamar jadi personal assistant untuk merawat anak berkebutuhan khusus dengan pengalaman au pair yang saya punya sebelumnya, namun tak berhasil.

2. Saya belum fasih berbahasa Norwegia. Sure, I speak Norwegian. Tapi kemampuan bahasa saya belum cukup untuk jadi telemarketer, saleswoman, atau representative, misalnya. Ada beberapa pekerjaan yang sebetulnya ingin saya lamar, tapi karena jelas-jelas kualifikasinya harus fasih berbahasa Norwegia, saya batalkan. Orang Norwegia sendiri cukup strict dengan syarat bahasa ini karena banyaknya populasi imigran yang cari kerja di Oslo. Makanya daripada merekrut imigran yang bahasanya masih terbata-bata, perusahaan lebih tertarik mempekerjakan natives sekalian.

3. Jadwalnya tidak pas. Semester tiga dikabarkan adalah semester tersibuk sepanjang tahun karena kami punya jadwal magang di perusahaan besar plus tambahan tugas dari kampus. Saya sering kali disarankan mencoba melamar jadi guru TK karena pengalaman bekerja dengana anak-anak sebelumnya. Tapi karena jam kerja guru TK mesti stand by dari pagi sampai sore hari, sudah sangat jelas bahwa posisi ini kurang tepat bagi saya. Ditambah lagi, syarat wajib untuk jadi guru TK adalah memiliki sertifikat bahasa Norwegia level B2 yang mesti dilampirkan di dalam lamaran. To be honest, meskipun jadwal tak pas dan kurang berkualifikasi, saya tetap beberapa kali mencoba mengirimkan lamaran walau tahu ending-nya pasti ditolak.

4. Saya bukan natives. Ketika Norwegia harus menghadapi krisis Korona yang membuat banyak penduduknya dirumahkan sampai kehilangan pekerjaan, hal tersebut tentu saja membuat persaingan di dunia kerja semakin ketat. Ketika ada satu posisi lowong di toko, yang dulunya sebelum Korona hanya dilamar oleh 60 orang, sekarang jadi 200 orang. Karena hal inilah, saya dengar banyak perusahaan yang lebih duluan ingin menyelamatkan orang asli mereka dulu ketimbang mempekerjakan orang asing.

5. Age matters. Sebagai informasi, ada banyak sekali anak-anak muda Norwegia yang sudah mulai mencari uang sejak usia 15 tahun. Banyak toko dan kios lebih prefer merekrut anak-anak muda di bawah usia 20 tahun karena upah yang diberikan lebih rendah ketimbang harus merekrut pegawai yang lebih tua, misalnya. Supermarket, kios toserba, atau kios bensin, sangat tertarik merekrut anak muda yang baru lulus SMA sebagai pegawai mereka karena upah dan bahasa. Saya beberapa kali melamar ke toko dan kios, tapi mungkin karena beberapa poin yang sudah dijelaskan di atas ditambah faktor umur >20, makanya lagi-lagi selalu menerima penolakan.

6. Demanding qualification! Saya selalu punya cerita tak mengenakkan dengan para manager restoran tempat saya bekerja. Karena hal tak mengenakkan tersebut, saya sebetulnya sudah muak berurusan lagi dengan pekerjaan di restoran. Namun karena jam kerjanya paling cocok dengan jadwal kuliah serta tak perlu bisa bahasa Norwegia super fasih, makanya saya paling banyak mengirim lamaran di sektor ini. Kenyataannya, pekerjaan sekelas pelayan pun kualifikasinya cukup ribet. Misalnya, kamu diharuskan punya pengalaman 1-2 tahun jadi pelayan sebelumnya. Padahal yang saya tahu, pelayan di restoran kecil itu sebetulnya bisa saja learning by doing. Saya pernah di-PHP dan ditendang begitu saja saat masa trial hanya karena dianggap kurang pengalaman. Ceritanya mungkin akan saya bahas lebih lengkap kapan-kapan. Tapi karena kejadian ini, Mumu dan saya rasanya masih dendam dengan restoran tersebut sampai sekarang!

7. Saya hanya belum beruntung. Luck dan timing itu memang betul-betul berpengaruh saat mencari kerja. Seorang teman sekelas melamar sebagai pelayan di satu restoran dan dipanggil wawancara dua minggu sebelum saya. Ketika saya baru diwawancara, si teman ini sudah mulai trial selama 3 hari dan di hari ketiga, kontraknya langsung diperpanjang. Sementara saya yang diwawancara belakangan, baru mulai trial selama 1 hari, diacuhkan begitu saja selama 2 minggu sampai akhirnya si manager mengatakan mereka sudah cukup pegawai.

Pengalaman lainnya, saya sempat melamar sebagai cleaning lady bersama seorang teman asal Latvia yang baru pindah ke Norwegia ikut pacarnya. Ketika si teman ini melamar ke beberapa agensi, dengan cepat doi langsung dapat kabar diterima dan tinggal menunggu klien. Namun ketika saya ikut melamar di agensi yang sama, dengan sigap juga mereka menolak lamaran dengan alasan rumah kejauhan, tak punya SIM/mobil, dan masih banyak alasan lainnya. Man, am I that unlucky?!


Soal koneksi, saya juga sudah berusaha mencoba menghubungi beberapa orang teman dan bertanya jika mendengar lowongan. Mumu juga sampai menanyakan ke saudara dan koleganya jikalau ada yang informasi dari kanan kiri. Saking caring-nya, kakak Mumu sampai mengirimkan saya banyak sekali lowongan kerja hampir setiap hari! Di waktu yang sama, saya juga mengganti CV ke bahasa Norwegia dan menuliskan surat lamaran lebih personal, kalau memang cara tersebut mampu membuat lamaran lebih menarik. Selama ini saya memang terbiasa mengirimkan lamaran kerja berbahasa Norwegia dan CV berbahasa Inggris hanya untuk memberi pemahaman bahwa saya bukan native speaker atau bukan imigran yang sudah fasih berbahasa lokal. Dengan harapan awal bisa membuka kesempatan lebih luas, tetap saja cara ini nihil. 

Clock is ticking dan banyak bills harus terbayar lunas setiap bulan. Mumu is the only one who knows my real struggle. Hampir setiap hari saya diliputi rasa sedih, kecewa, marah, hingga stres tingkat tinggi sampai seringkali membuat otot tegang. Selain harus bayar bills ini itu, saya bisa setegang ini karena harus memperbarui study permit untuk setahun ke depan dengan wajib menyiapkan kembali uang jaminan hidup NOK 123 ribu (sekitar 200 jutaan Rupiah). Pemerintah Norwegia sebetulnya cukup pengertian memberikan tambahan waktu untuk melengkapi syarat finansial ini sampai 1 Oktober. Tapi kalau tak mampu menunjukkan bukti finansial atau kontrak kerja sampai waktu tersebut, otomatis aplikasi kita ditolak dan sesegera mungkin disuruh angkat kaki dari negara ini.


Ada beberapa komentar yang menyarankan kalau saya bisa saja meminjam uang Mumu dulu sebagai jaminan. Tapi sejujurnya, saya lebih tahu kondisi finansial Mumu dan he’s helped me a loooot during these challenging times. Meskipun tak pernah tahu rasanya jadi gembel di negara orang lain, tapi Mumu adalah partner sekaligus sohib yang sangat suportif mendukung apapun usaha dan kemauan saya. Mumu sangat paham bahwa cari kerja ketika masa pandemi memang begitu sulit. Dia juga tahu bahwa saya sudah berusaha semaksimal mungkin dan tak ada yang bisa dilakukan selain menunggu panggilan kerja. Ketika merasa lelah dan rasanya ingin pulang saja ke Indonesia, Mumu berkali-kali memberikan semangat positif dan meyakinkan bahwa keadaan tidak akan selamanya begini. So no, I’m not gonna ask him for more.

Sampai akhirnya, di penghujung bulan Juli saya menerima email panggilan wawancara dari salah satu cabang restoran terbesar di Norwegia untuk posisi pelayan. Baru kemarin kirim lamaran, hari ini dapat email balasan, besoknya langsung disuruh datang untuk wawancara. Wawancaranya juga sangat santai dan lebih banyak si manager yang bicara daripada saya. Masa trial dimulai seminggu kemudian dan luckily langsung tanda tangan kontrak di hari yang sama. Untuk sekarang, shift memang masih bolong-bolong karena sedang dalam masa trial. Tapi setidaknya status saya sekarang sudah bukan pengangguran lagi dan siap apply study permit baru karena syarat finansialnya sudah terpenuhi.

Kebetulan juga, Cece Eva (pemilik blog Si Koper Biru) yang punya mutual friend di Facebook, melabeli nama saya di postingan salah seorang temannya yang sedang mencari babysitter di Oslo. Saya sebetulnya sudah kenal lama dengan si kakak ini, tapi memang belum pernah bertemu. Karena postingan ini, saya segera menawarkan diri dan diusahakan untuk bekerja di sana kalau memang tak bertabrakan dengan jadwal magang. Terharu! Terima kasih informasinya, Ce Eva!! 😭

Beberapa hari setelahnya di grup Facebook, saya juga melihat koran kampus sedang mencari jurnalis lepas untuk artikel berbahasa Inggris, yang ternyata editor barunya itu teman sekelas saya sendiri!! Tanpa babibu, langsung saya hubungi si teman ini dan keinginan untuk jadi koleganya pun langsung dikabulkan. The power of orang dalem; tanpa kirim CV, tanpa wawancara, saya diterima begitu saja dan langsung diundang ke common meeting. Gajinya dibayar per artikel dan jumlahnya tak banyak memang, tapi setidaknya lumayan untuk menambah pundi-pundi dan memperluas networking. Not only I know more international and Norwegian students, but also have more meetings to attend!

Bagi yang sering mengecek Instagram saya, mungkin tahu bahwa sekarang saya pun sedang magang di salah satu kantor startup. Untuk sementara ini posisinya tak dibayar, meskipun ada jenjang karir yang berkesempatan membuat posisi ini dibayar nantinya. On top of this, saya juga punya jadwal magang wajib dari kampus di salah satu korporat telekomunikasi terbesar di Norwegia. Posisi ini juga bukan paid-internship karena bekerja sama dengan pihak kampus yang tujuannya lebih menekankan kepada proses pembelajaran dan pengalaman. Meskipun saya tak mendapatkan seperak Krona pun dari kedua tempat ini, tapi fokus dan tanggung jawab tetap harus dijalankan agar keduanya bisa berjalan.

"I am so tired of being unpaid worker, Mu. I feel like working for nothing," keluh saya ke Mumu setelah capek sepulang meeting di 3 tempat sekaligus.

"You work for your future. Kamu punya banyak pengalaman yang bisa dilampirkan ke CV and they’re  good for your career. Kalau memang sudah terlalu banyak tugas dan tak sanggup lagi mengerjakan semua, jangan lupa mengorbankan salah satunya dan please be kind to yourself before anybody else," kata doi.

Melihat padatnya jadwal di atas, saya yakin memang harus ada yang dikorbankan nantinya. Tapi semoga saya masih punya waktu me-time dan beristirahat. Semoga juga badan dan otak ini kuat diajak bekerja hampir setiap hari karena inilah salah satu jalan menikmati kuliah di luar negeri. Somehow, asik juga sosialisasi kesana-kemari lalu kenal banyak orang karena networking yang luas.

The right timing scared me. Ketika saya sudah berusaha keras sebelumnya, ternyata Agustus adalah jawaban atas semua usaha selama ini. Meskipun baru bisa menikmati gaji bulan depan, namun saya bisa bernapas lega karena sadar bahwa hidup itu memang tidak selamanya menyedihkan. 

In the end, bagi kalian yang ingin kuliah di luar negeri, semoga tidak senekad saya ya dalam merencanakan keuangan. I was in a bad luck, sampai akhirnya harus terpuruk seperti ini. Yang sedang kuliah di luar negeri pakai dana pribadi dan nasibnya sama seperti saya, keep your chin up because we shall conquer this difficult time!



18 Agustus 2020

Menikmati Kuliah di Luar Negeri


Sisa musim panas mengawali dimulainya semester baru di Norwegia

Hari ini saya masuk kuliah lagi setelah berbulan-bulan harus berinteraksi jarak jauh dengan teman sekelas dan para pengajar. Meskipun tetap ada protokol untuk menjaga jarak aman selama di dalam kelas, tapi karena jumlah kami tak sampai 10 orang, maka semester tiga diadakan 100% on campus. Sayangnya kebanyakan mahasiswa baru, terutama dari luar Uni Eropa, tak diizinkan dulu datang ke Norwegia sampai tahun depan dan kelas pun hanya diadakan lewat digital.

Kalau melihat euforia para mahasiswa baru ini, saya jadi ingat mimpi sedari kecil yang ingin kuliah di luar negeri sampai akhirnya terwujud. Tahun lalu, beberapa bulan sebelum pengumuman, saya sempat datang ke pelataran Universitas Oslo di malam hari ditemani Mumu hanya untuk mengambil foto demi konten blog. Entah diterima atau tidak, saya rencananya hanya ingin berbagi cerita tentang proses mendaftar kuliah di Norwegia. Saat itu saya berkata ke Mumu, "mudah-mudahan ya tahun ini bisa datang ke tempat ini setiap hari untuk kuliah." Mumu yang suportif hanya meyakinkan saya, "pasti kamu dapat, yakin saja."

Meskipun awalnya skeptis karena persaingan yang kompetitif, puji syukur saya betul-betul diterima di jurusan yang memang jadi prioritas utama. Saya patahkan anggapan yang mengatakan bahwa hanya ada dua tipe orang Indonesia yang bisa kuliah di luar negeri; yaitu yang super kaya karena dana orang tua dan yang super pintar karena dana beasiswa. Saya lahir dari keluarga kelas menengah yang tetap harus berjuang menghidupi diri sendiri di sini dan juga bukan murid super pintar hingga tahu diri tak daftar beasiswa manapun.

11 Agustus 2020

Jadi Au Pair = Sukses?


Sejak menulis blog ini, saya menerima banyak sekali pesan dari blog readers yang merasa sangat terinspirasi dengan kisah dan perjuangan saya selama tinggal di Eropa. Ada rasa bahagia yang begitu besar saat tahu cerita dan tulisan saya membawa hal positif untuk banyak orang, terutama anak-anak muda Indonesia. Banyak dari mereka yang punya cita-cita setelah lulus sekolah atau kuliah untuk langsung jadi au pair. Bukan seperti dulu kala yang cuma ingin jadi dokter, pengacara, atau insinyur, tapi tren pencapaian ini sedikit bergeser menjadi "keinginan untuk tinggal di luar negeri".

Somehow, it's a bit funny karena program au pair dijadikan gol atau cita-cita setelah lulus. Tapi turut senang juga karena jalan anak-anak muda menuju Roma itu memang bukan cuma untuk sekolah karena beasiswa. Ada banyak sekali au pair Indonesia yang akhirnya punya kesempatan tinggal di luar negeri dengan cara jadi au pair, yang kadang semua biayanya juga nyaris gratis. Pengalaman mereka di negara orang ini seringkali tertuang di postingan Instagram, Facebook, hingga video yang berhasil diunggah di Youtube untuk bisa ditonton banyak orang. Karena sering melihat kehidupan yang super fun ini, banyak yang akhirnya penasaran dan termotivasi untuk bisa mengikuti jejak para au pair. 


Apalagi bagi mantan au pair yang bisa memperpanjang masa tinggalnya di luar negeri setelah kontrak, dianggap punya kesuksesan tersendiri karena berhasil memanfaatkan kesempatan au pair sebagai batu loncatan. Salah satunya cerita saya yang bisa kuliah selepas kontrak, dianggap sangat inspiratif sampai menimbulkan asumsi bahwa saya berhasil hidup di luar negeri. Padahal untuk sampai di titik ini, saya harus jungkir balik dulu mengurus anak orang di 3 negara selama 5 tahun dengan segala keribetan dokumen imigrasi.

Jadi apa benar au pair bisa jadi batu loncatan mu menuju kesuksesan? Here is the fact!

Kita pasti tahu, bahwa kesuksesan untuk setiap orang itu tidaklah sama. Ada yang mungkin menganggap bisa pacaran dengan cowok Kaukasia, menikah, punya anak, lalu tinggal lama di luar negeri itu sukses. Ada yang ingin kuliah di luar negeri dan punya pekerjaan tetap itu sebagai sebuah pencapaian besar. Ada yang merasa bisa berkeliling 30 negara Eropa sebelum usia 30 itu sukses. Ada lagi yang berkeinginan besar menguasai bahasa asing dengan sangat fasih selama masa au pair. Ada banyak hal yang menurut orang lain sukses, belum tentu sama dengan definisi sukses mu.

Contohnya, saya merasa kesuksesan terbesar selama jadi au pair itu ketika mampu sepenuhnya keluar dari zona nyaman dan mempraktikkan bahasa lokal cukup baik dalam waktu 12-24 bulan saja. Lalu setelah masa au pair berakhir, definisi sukses saya berubah lebih ke arah jaminan finansial dan hari tua. Di level ini, saya baru merasa sukses ketika selulusnya berkuliah di luar negeri bisa bekerja di tempat yang gajinya ada di level nyaman untuk menghidupi diri sendiri dan membantu perekonomian keluarga di rumah. Entah dimana itu, saya tak peduli. Dapat kerja di Norwegia ya syukur, dapat di Indonesia juga tak masalah asal gajinya benar-benar bisa membawa saya ke level nyaman. Mengapa definisi sukses saya lebih fokus ke karir dan uang, karena saya sudah sangat lelah jadi au pair dan mahasiswa kere dengan uang pas-pasan tanpa tahu kapan bisa hepi-hepi ajak keluarga liburan, misalnya 😁. Lagipula tinggal di negara orang itu tidak mudah karena harus bergelut dengan imigrasi yang rumit, hingga membuat kita harus realistis dan kerja keras jika memang ingin membangun karir di sini.

Seperti halnya program Ausbildung (pelatihan keahlian & profesi) dan Freiwilliges Sozialies Jahr ( sukarelawan kerja sosial berbayar) di Jerman yang sering jadi tujuan selanjutnya para au pair. Saya tahu program tersebut tapi tak terlalu familiar dengan sistemnya karena saya sendiri belum pernah tinggal di Jerman. Untuk yang tertarik cari info tentang keduanya, silakan gunakan mesin pencarian ya. Ada banyak sekali au pair Indonesia yang saya tahu berusaha mengasah bahasa Jerman mereka agar bisa mencari kesempatan baru setelah au pair dengan cara ikut Ausbildung dan FSJ ini. Meskipun dinilai gaji yang diterima masih tak terlalu memuaskan untuk sebagian orang, tapi untuk ikut program ini juga tak mudah. Bahasa Jerman minimal level Intermediate (B1-B2) adalah senjata utama sebelum kamu bisa mencari kesempatan sekolah dan bekerja lewat program tersebut. Programnya sendiri hanya berlangsung 1-3 tahun, yang mana setelahnya kamu harus mencari pekerjaan baru atau bisa jadi batu loncatan lain untuk lanjut kuliah.

Selain saya, sebetulnya ada banyak sekali au pair Indonesia yang bisa lanjut kuliah S1 dan S2 di luar negeri. Meskipun sifatnya akademik, namun para lulusan bergelar ini punya tantangan yang lebih besar jika ingin mencari profesi profesional. Apa itu pekerjaan profesional? Yaitu pekerjaan berkompetensi tinggi (high skilled) yang sesuai dengan keahlian atau jurusan kuliah dan gajinya harus setara dengan UMR lulusan di negara tersebut. Setiap negara tentunya punya syarat serta minimal gaji tertentu untuk mengizinkan para warga negara non-Uni Eropa bisa bekerja dan tinggal lebih lama sebagai high skilled worker. Jadi tentu saja pekerjaan semisal cleaning lady, pelayan restoran, atau guru TK itu tidak termasuk jenis pekerjaan high-skilled.


Proses imigrasi dengan syarat yang tak mudah tentunya jadi penghalang mencari kerja setelah lulus kuliah. Dengan kemampuan yang dipunya, kita harus mati-matian usaha cari kerja yang sifatnya high skilled dan gajinya memenuhi syarat. Karena tak kunjung dapat kerja, ada banyak lulusan kuliah luar negeri ini harus kembali ke Indonesia atau mencari peruntungan di negara lain. It is obviously a tough work!

Lalu selanjutnya, menikah atau tinggal bersama dengan pacar. Sure, dengan menikah atau tinggal bersama (cohabitant), kita tak perlu pusing memikirkan soal residence permit dan hal-hal rumit dari imigrasi karena dijamin suami/pacar. Orang-orang yang mendapatkan izin tinggal dengan dasar 'family immigration' ini juga berkesempatan bisa menjadi penduduk tetap dengan 'mudah' serta bisa menikmati berbagai benefit layaknya warga negara lokal. Contohnya, bisa sekolah bahasa gratis atau mendapatkan bantuan biaya sekolah dari pemerintah.

Tapi apakah dengan jadi pasangan warga negara luar, para mantan au pair ini punya nasib yang lebih beruntung dari dua status lainnya di atas? Tidak juga. Seorang teman saya yang sudah menikah dengan warga negara Belgia merasa hidupnya biasa saja dan cenderung membosankan. Karena jaminan tinggal yang sudah didapat, si teman merasa tak terlalu ambisius lagi mengejar karir dan punya jaringan sosial yang luas. Seorang teman lain mengatakan bahwa meskipun doi bisa tinggal lebih lama di Eropa setelah menikah, tapi kesempatan untuk bekerja juga tak semudah yang orang-orang bayangkan. Doi harus mulai dari 0 lagi dan mesti puas dengan kerja serabutan karena malu jika harus terus-terusan minta uang jajan ke suami. Tahu kan, bahwa tanggung jawab suami Kaukasia dan suami Indonesia dalam memberi nafkah ke pasangan itu berbeda. Citra para au pair yang langsung menikah setelah habis kontrak ini juga masih meninggalkan banyak kesan negatif dari masyarakat lokal, yang merasa bahwa pernikahan terlaksana hanya karena si au pair ingin extend masa tinggal. Padahal, tak semua au pair yang langsung menikah tujuannya hanya untuk mendapatkan green card, karena dapat pacar Kaukasia sejatinya kadang hanya bonus.


Betul memang, program au pair bisa jadi batu loncatan untuk menggapai mimpi yang tertunda. Tapi kalau menilai hanya karena jadi au pair kita bisa sukses hidup di luar negeri, then please lower your expectations. Ada beberapa mantan au pair yang akhirnya kembali ke Indonesia dan memulai bisnis sendiri atau kerja di perusahaan multinasional, kok. Hal tersebut bukan berarti juga membuat mereka tak sukses. Seorang teman saya yang mantap memutuskan pulang ke Indonesia, sekarang punya blog sendiri dengan pemasukkan yang sebetulnya lebih dari gaji full-time pekerja low-skilled di sini! 

Jadi kalau kamu nantinya melihat ada mantan au pair yang bisa sukses beli apartemen dan mobil sendiri entah di Indonesia atau luar negeri, yang perlu kamu perhatikan bukan status "mantan au pairnya". Tapi keberuntungan dan kerja keras doi setelah jadi au pair yang mungkin saja dipenuhi tangis keringat belajar bahasa sampai level C1, siang malam menekuni profesi di bidang yang dia cintai, bersungguh-sungguh belajar sampai mendapatkan nilai memuaskan, serius membangun bisnis, hingga tak pernah berhenti mencari opportunity yang bisa menghasilkan uang. 

Berandai-andai, kalau kamu diberi kesempatan jadi au pair, apa hal lain yang ingin kamu raih setelah selesai masa kontrak?



04 Agustus 2020

Kerja Paruh Waktu Untuk Mahasiswa Asing di Norwegia


Tahun ajaran baru untuk semester musim gugur hampir tiba dan Norwegia akan menyambut ribuan mahasiswa internasional lagi untuk berkuliah. Meskipun tahun ini sedikit spesial karena banyak kampus menerapkan kelas online di semester pertama, namun karena perbatasan negara juga sudah mulai dibuka untuk kawasan Eropa, bisa dipastikan banyak mahasiswa dari negara sekitar mempertimbangkan untuk datang dan mengikuti kelas on campus ketimbang online.

Salah satu hal yang bisa dilakukan mahasiswa asing saat berkuliah di luar negeri adalah mencari penghasilan tambahan lewat kerja paruh waktu atau student job. Apalagi bagi mahasiswa yang harus menghidupi diri sendiri dari uang pribadi, bukan dari dana beasiswa, hidup di negara mahal seperti Norwegia pasti jadi tantangan berat. Namun selain alasan utama finansial, kerja tambahan di luar sebetulnya bisa juga jadi ajang bersosialisasi, mencari koneksi, memahami kultur kerja setempat, serta mengasah kemampuan bahasa lokal.

Lalu bagaimana kita sebagai orang Indonesia yang berniat kuliah di Norwegia dengan biaya sendiri, apakah memungkinkan cari kerja tanpa bisa bahasa Norwegia? Jika ya, dimana mencari lowongan kerjanya? Apakah gaji yang diterima betul-betul bisa mencukupi kehidupan? Cek detailnya di postingan ini!


Sebagai mahasiswa internasional di Norwegia, kita punya hak untuk bekerja paruh waktu maksimal 20 jam per minggu dan purna waktu 37,5-40 jam per minggu saat libur. Mengapa dibatasi hanya 20 jam per minggu, karena tugas utama kita adalah belajar. Dengan asumsi gaji minimal, kerja selama 80 jam per bulan pun sudah cukup untuk menopang biaya hidup kita setiap bulan. Lagipula izin tinggal belajar yang kita pegang hanya berlaku selama satu tahun. Jika ingin diperbarui di tahun kedua, kita wajib menyertakan progress report dari kampus sebagai laporan ke pihak imigrasi apakah kita masih direkomendasikan atau dilarang untuk bekerja. Ada banyak kejadian mahasiswa asing yang keasikan bekerja dan cari uang, sampai lupa tugas utamanya belajar. Nilai berjatuhan hingga akhirnya hak kerja pun dipangkas tak sampai 20 jam per minggu.

Lalu apakah memungkinkan dapat kerja di Norwegia hanya dengan modal bahasa Inggris saja? Jawabannya, sangat memungkinkan! Ada banyak pekerjaan yang tidak butuh kemampuan bahasa Norwegia sama sekali, meskipun kesempatannya juga sangat kecil. Mengapa, karena orang Norwegianya sendiri sangat fasih bahasa Inggris dan mahasiswa asing yang bisa bahasa Inggris tidak cuma kita seorang. Makanya jangan sedih jika di awal-awal cari kerja kita harus banyak menerima penolakan terlebih dahulu. Perlu diperhatikan juga bahwa cari kerja di kota besar seperti Oslo dan Trondheim tentunya lebih sulit meskipun lapangan pekerjaannya juga lebih banyak ketimbang kota kecil lainnya.


Jenis-jenis pekerjaan paruh waktu bagi mahasiswa

Berikut adalah daftar pekerjaan yang cocok untuk orang Indonesia dan tidak membutuhkan kemampuan bahasa Norwegia sama sekali:
  1. Delivery person/supir: hanya untuk kalian yang punya SIM dan mobil. Biasanya sering dipekerjakan untuk mengantar pesan-antar makanan dari restoran ke pelanggan.
  2. Logistik (Oslo City Bikes dan skuter): juga hanya untuk kalian yang punya SIM dan bersedia menyewa mobil. Di musim panas, Oslo menyediakan sepeda kota dan skuter yang bisa digunakan oleh warganya, namun harus diangkut dan di-charge kembali saat malam hari. Ada banyak pelajar yang bekerja sama mengangkut skuter di pinggir jalan untuk di-charge di rumah, lalu dikembalikan lagi ke park station atau jalanan.
  3. Pekerjaan di gudang: kerjanya cukup demanding karena memerlukan fisik yang kuat dan sehat.
  4. Distribusi koran dan iklan: kerja biasanya dimulai di malam hari sampai ke fajar dengan menarik gerobak berisi koran untuk diantarkan ke rumah-rumah.
  5. Jasa: dog walker, babysitting anak, atau cleaning lady yang jam kerjanya 8-10 jam per minggu.
  6. Pekerja musiman di perkebunan: cocok bagi yang tertarik jadi pemetik stroberi atau sayuran saat musim panas, meskipun kerjanya sendiri lumayan berat dimulai dari jam 4 pagi sampai 10 pagi atau 12 siang.
  7. Restoran/klub malam/bar/kafetaria: tidak semua tempat ini menerima English speakers, namun restoran Asia yang pemiliknya bukan orang Norwegia asli biasanya cukup terbuka untuk CV drop. Apalagi jika pekerjaannya memang hanya terpusat di dapur sebagai diswasher girl/guy atau runner (pengantar makanan) saja.
  8. Pekerja IT: ada banyak juga tempat magang berbayar atau pekerjaan paruh waktu di industri software atau engineering yang sama sekali tidak butuh bahasa Norwegia karena memang kerjanya pun menggunakan bahasa Inggris.
  9. Production: pekerjaan pabrik yang tugas utamanya mengepak makanan, buku, atau membersihkan ikan.
  10. Jadi asisten profesor atau asisten researcher di kampus: kerja hanya berdasarkan kontrak, meskipun untuk dapat posisi ini kalian juga harus punya nilai yang memuaskan.

Berikut adalah daftar pekerjaan yang bisa dilirik kalau kalian sudah menguasai bahasa Norwegia seminimalnya level A2-B2 dan sudah pernah punya pengalaman kerja sebelumnya:
  1. Restoran/klub malam/bar/kafetaria: karena ingin punya relasi dan komunikasi yang baik dengan pelanggan, banyak sekali tempat makan yang hanya tertarik mempekerjakan para pelayan yang bisa berbahasa Norwegia serta punya pengalaman jadi pelayan 1-2 tahun.
  2. Resepsionis hotel: yang tertarik kerja shift malam, banyak hotel di Norwegia juga sangat tertarik mempekerjakan para pelajar asing yang punya kemampuan bahasa lokal cukup baik untuk berkomunikasi dengan tamu.
  3. Cleaning lady dari agensi: Meskipun kalian pikir ini hanya jenis pekerjaan bersih-bersih biasa, tapi beberapa cleaning company justru sangat profesional dan lebih mengutamakan para pekerja yang setidaknya menguasai salah satu bahasa Skandinavia. Mengapa, karena tak semua pelanggan juga nyaman selalu menjelaskan daftar kerja dalam bahasa Inggris.
  4. Kasir/pramuniaga toko: kalau yang ini tentu saja harus bisa bahasa Norwegia karena untuk memahami stok makanan atau barang yang semuanya berbahasa lokal juga akan memusingkan kalau hanya tahu bahasa Inggris.
  5. Personal assistant/pekerja di bidang kesehatan: biasanya bertugas saat pagi atau malam hari menjadi asisten orang tua atau kaum disabilitas dalam rutinitas sehari-hari di rumah mereka atau di klinik.
  6. Asisten guru TK: minimal bahasa Norwegia level B2 yang harus dibuktikan dengan sertifikat lulus ujian bahasa.
  7. Pekerjaan kantoran: saya yakin sekali ada banyak pelajar Indonesia yang mungkin 'alergi' jadi cleaning lady atau pelayan restoran, tapi inginnya kerja di kantoran. No worry, kalau memang bahasa Norwegia mu sudah menjangkau level profesional dan cas cis cus bisa diajak meeting bersama, saya sangat menyarankan cari saja kerja paruh waktu yang sesuai dengan jurusan kuliah yang sedang diambil.

Bisa dilihat, jenis pekerjaan low-skilled di Norwegia cukup banyak tersedia bagi yang sama sekali tak bisa bahasa setempat. Tapi hati-hati, justru pekerjaan tersebut juga banyak peminatnya serta tak semua lowongan akan dipublikasikan ke umum. Lagipula saingan kita juga tak hanya para pelajar asing, tapi juga imigran dari Eropa Timur yang bersedia kerja apa saja, serta imigran dari Swedia yang menang lebih banyak karena bahasa lisannya mirip bahasa Norwegia.

Baca juga: Berburu 'Student Job' Tanpa Lelah (Bagian 1)

Sebagai tambahan, di Norwegia juga punya beberapa bentuk posisi yang sebaiknya dipahami terlebih dahulu.
  1. Prøvevakt/trial: masa percobaan di awal setelah proses wawancara untuk mengecek apakah kita memang kandidat yang layak mendapatkan posisi tersebut. Prøvevakt ini biasanya berlangsung selama 1-14 hari tergantung si pemberi kerja. Setelah proses evaluasi, pemberi kerja akan melihat apakah kita berhak mendapatkan posisi trial di tempat tersebut yang waktunya berkisar 3-6 bulan. Tapi tenang saja, saat trial ini kita tetap mendapatkan upah minimum, kok.
  2. Fast: artinya pegawai tetap, dimana setelah melewati masa percobaan 3-6 bulan, posisi kita lagi-lagi akan dievaluasi. Kalau selama masa trial kita dianggap kompeten untuk bekerja dalam waktu jangka panjang, kita akan diangkat menjadi pegawai tetap yang biasanya menjadi starting point kenaikkan gaji.
  3. Deltid: part-time alias paruh waktu yang persentase kerjanya 10-70% dengan waktu kerja maksimum 25-28 jam per minggu.
  4. Heltid: full-time atau purna waktu dengan persentase kerja >80% dengan waktu kerja minimal 30 jam dari total 37,5-40 jam per minggu.
  5. Vikariat/tilkallingsvikar: posisi pengganti atau hanya bekerja ketika ada yang sakit atau absen saja. Jadi ibaratnya kalau dibutuhkan, kita baru akan dipanggil.
  6. Sesong: pekerjaan musiman misalnya jadi pemetik stroberi di kebun saat musim panas.
  7. Engasjement: bekerja hanya sesuai kontrak, entah 1-2 tahun tanpa tahu apakah masih bisa diperpanjang atau tidak setelahnya.

Bagaimana caranya mencari pekerjaan tersebut?

Untuk cari kerja paruh waktu di Norwegia, berikut cara yang bisa kalian lakukan:

1. Cari lowongan dari situs pencarian kerja

Di Norwegia, dua situs terbesar untuk cari lowongan kerja adalah NAV dan Finn. Lalu beberapa situs lainnya adalah Indeed, Jooble, KarriereStart.no dan agensi rekrutmen seperti Adecco, Academic Work, atau Manpower. Bagi yang tertarik kerja atau magang di perusahaan startup, Startupmatcher dan Hub adalah yang paling direkomendasikan. Karena hampir semua situs-situs ini menggunakan bahasa lokal, jangan terlalu berharap ada banyak lowongan dengan kualifikasi lancar berbahasa Inggris saja.

2. Media Sosial

Meskipun tidak banyak, namun beberapa lowongan kerja paruh waktu yang sifatnya profesional juga sering dipublikasikan lewat LinkedIn. Ketimbang eksis dan semakin banyak menambah teman di Facebook, orang-orang Norwegia cenderung lebih suka LinkedIn untuk menambah koneksi, tahu berita terbaru, sekalian cari-cari lowongan kerja. Jadi kalau di Indonesia kita tak terlalu butuh LinkedIn untuk memamerkan deretan pengalaman kerja, sesampainya di Norwegia saya sangat menyarankan kalian buat akun LinkedIn dan mulai aktif mencari koneksi di sana.

Bagi yang masih punya Facebook, silakan bergabung di grup seperti Jobs in Oslo, Small Jobs in Oslo, atau Jobber i Norge/Oslo Jobs in Norway. Grup seperti ini seringkali digunakan oleh anggota grup untuk menawarkan kerja yang sifatnya lebih banyak paruh waktu seperti pekerja bangunan, pelayan restoran, cleaning, atau bantu-bantu pindahan.

3. Koneksi

Here you go, the power of 'orang dalam' juga sangat berlaku di Norwegia! Meskipun lebih mirip nepotisme, tapi tujuan para pemberi kerja ini lebih kepada trust dan laziness. Trust, karena dianggap mempekerjakan para kerabat dan kenalan lebih efisien tanpa perlu ragu siapa mereka. Contohnya, saya salah satu pegawai di toko B. Suatu kali bos saya mengumumkan bahwa sedang butuh orang untuk mengisi posisi kasir. Prioritas yang dicari tentu saja adalah kenalan para pegawainya terlebih dulu. Karena saya yang membawa kalian, si bos lebih percaya karena saya adalah pegawainya dan orang yang saya bawa ini bisa dipertanggungjawabkan ketimbang harus wawancara a completely new stranger lebih dulu.

Di sisi lain, para pemberi kerja ini memang pada dasarnya malas mencari orang baru karena proses rekrutmen yang panjang. Dimulai dari publikasi lowongan kerja, seleksi CV, panggilan wawancara, sampai ke bagian keputusan. Sudah diterima, belum tentu juga pegawai baru tersebut mampu bekerja seperti kompetensi yang tercetak di CV.

Maka dari itu, sangat disarankan bertanya ke teman sekelas, pacar, kenalan, ibunya pacar, profesor di kampus, atau siapapun yang ada di sekitar kita jika mereka sempat mendengar beberapa lowongan kerja. Memang tidak 100% cara ini akan menjamin kita dapat pekerjaan, tapi setidaknya mampu membawa kita closer to the consideration ketimbang melamar sendiri tanpa kenalan siapapun. Contohnya juga, mungkin bisa bertanya ke beberapa kenalan orang Indonesia di Norwegia yang mungkin saja butuh nanny atau cleaning lady untuk bantu-bantu di rumah.

4. Door-to-door

Meskipun harus tahan banting, tak gentar menerima penolakan di depan, serta tak peduli seberapa banyak lamaran kerja yang akan dicetak dan dibuang setelahnya, tapi cara satu ini dipercaya cukup ampuh dipakai oleh para mahasiswa asing yang cari kerja tapi belum lancar bahasa Norwegia. Caranya, cetak CV dan surat lamaran kerja, lalu keliling door-to-door restoran, kafe, toko, atau bar untuk mengantarkan lamaran. Tanyakan terlebih dahulu ke manager atau pemilik apakah mereka sedang butuh pegawai baru. Kalau memang tidak, tanyakan lagi apakah mereka bersedia jika kamu meninggalkan CV di tempat tersebut. Banyak tempat di Norwegia sebetulnya hanya menerima aplikasi lamaran lewat internet dan tidak menerima CV drop sama sekali. Seorang teman juga pernah cerita bahwa bar tempatnya bekerja selalu membuang CV drop ke tempat sampah saking banyaknya para pencari kerja yang tiba-tiba datang menanyakan pekerjaan.

Kalau memang ingin menggunakan cara ini, saya sarankan observasi terlebih dahulu tempat yang akan kalian datangi. Restoran mewah, bagus, yang rata-rata dikelola orang Norwegia, kebanyakan hanya mempublikasikan lowongan kerja lewat internet. Sementara kafe kecil, restoran-restoran Asia (misalnya restoran India atau Kebab), atau toko yang pemiliknya bukan orang Norwegia, biasanya lebih open dengan CV drop.

5. Web walking

Ketimbang cara di atas, sebetulnya saya lebih menyukai web walking. Kamu hanya perlu mengunjungi satu-satu situs atau laman Facebook restoran, toko, atau tempat yang menarik dan cari informasi mengenai lowongan pekerjaan di sana. Ada banyak sekali restoran dan toko yang sebetulnya mempublikasi lowongan kerja langsung melalui situs mereka, ketimbang lewat situs semacam Finn atau NAV. Kalau memang sedang tak ada lowongan, ada juga yang tetap menerima open application.

Untuk jadi cleaning lady misalnya, kamu hanya perlu mencari kata kunci di Google untuk perusahaan jasa cleaning lalu akan muncul semua nama perusahaan yang ada di Norwegia. Buka situs tersebut satu-satu dan cari bagian 'ledige stillinger' atau 'jobb hos oss' atau opsi karir dan sejenisnya. Kalau memang belum bisa bahasa Norwegia sama sekali, aktifkan Google Translator di browser untuk mempermudah memahami penjelasan.


Apakah gajinya cukup?

Sebagai mahasiswa asing, imigrasi setempat mewajibkan kita memiliki kemampuan finansial sebesar NOK 123.519 (atau sekitar IDR 198 juta) selama satu tahun untuk tahun ajar 2019/2020. Yakinlah, setiap tahun biaya ini akan naik NOK 1000-2000 lebih mahal karena memang harga barang di Norwegia juga setiap tahunnya akan naik. Dari jumlah tersebut, bisa dikatakan bahwa setiap bulan kita diwajibkan memiliki seminimal-minimalnya NOK 10.300 (sekitar IDR 16 juta-an) untuk mencukupi biaya akomodasi, makan, perlengkapan sekolah, serta biaya tak terduga lainnya.

NOK 10.300 ini sebetulnya super minimal yang mana kalian akan hidup sangat frugal, terutama di kota besar seperti Oslo. Tapi karena memang kehidupan mahasiswa kebanyakan kere, hidup dengan uang saku sekitar NOK 10.300 sudah sangat lumayan asal mau berhemat dan tahu caranya menyiasati biaya hidup Norwegia yang mahal. 

Secara hitungan kasar, biaya hidup mahasiswa asing di Norwegia berkisar antara NOK 11.500-13.000 per bulan dan pendapatan dari kerja paruh waktu bisa menutupi biaya hidup ini di awal-awal. Gaji yang diterima juga sangat bergantung dengan kesepakatan antara kita dan pemberi kerja serta pengalaman kerja kita sebelumnya, meskipun beberapa industri sudah ditentukan berapa gaji minimum yang harus diberikan bagi pegawai di atas usia 20 tahun. Untuk lebih lengkapnya mengecek berapa gaji minimum beberapa industri di Norwegia, silakan mengecek situs Arbeidstilsynet.


Tapi mari contohkan saja jika kita bekerja sebagai pelayan restoran. Di Norwegia, gaji minimum pelayan adalah NOK 167,9 per jam. Jika dalam satu bulan kita bekerja selama 80 jam, maka gaji kotor yang kita terima adalah NOK 167,9 x 80 = NOK 13.432.

Lalu jangan lupa juga di Norwegia ini setiap pegawai harus membayar pajak jika gaji per tahunnya melebihi NOK 55.000. Soal pajak ini juga tidak akan pernah sama antara satu orang dan lainnya. Tapi kisaran pajak untuk pegawai dengan posisi paruh waktu biasanya 20-28% per bulan. Tapi tentu saja, semakin besar pendapatan, semakin besar juga pajak yang harus kita bayar. Jadi anggap saja pajak pendapatan kita adalah 20%, maka gaji bersih yang kita terima adalah NOK 10.746 (sekitar IDR 17 juta-an).


Di Norwegia, kita hanya membayar pajak setengahnya di bulan November atau Desember (karena menyambut Natal), dan bebas pajak di bulan Juni. Kalaupun memang pajak yang selalu kita bayar terlalu banyak, setiap tahun di bulan April kantor pajak juga akan mengembalikan uangnya ke rekening kita. Tambahan lain, gaji minimum tersebut biasanya berlaku 3-6 bulan di awal kita bekerja saat masih di posisi trial. Kalau sudah jadi fast ansatt atau pegawai tetap, gaji yang akan kita terima juga semakin naik. So, be ready to suffer in the beginning.


Apa yang perlu dipersiapkan saat melamar kerja?

Cari kerja di Norwegia itu sangat simpel dan tanpa ribet. Banyak aplikasi lamaran dikirim online yang mana kita hanya butuh CV dan surat lamaran kerja. Saat dipanggil wawancara pun, kita tak perlu lagi datang membawa kopi dokumen karena manager atau HR punya printer sendiri untuk mencetak informasi tersebut. Beberapa pemberi kerja pun kadang hanya melihat surat lamaran sekilas lalu tak terlalu fokus mengecek data diri kita di CV saat wawancara.


Jadi, yang harus dipersiapkan:

1. CV (Curiculum Vitae) atau resume 

Saya sarankan mengecek beberapa CV model Europass di internet yang cukup 1 lembar saja jika memang belum punya pengalaman di posisi yang akan dilamar. Kalau kesulitan cari template CV yang oke, silakan manfaatkan template gratis dari Canva. Sertakan juga hobi dan bahasa yang dikuasai untuk menjelaskan diri kita secara personal. Jangan lupa lampirkan foto menarik agar pemberi kerja setidaknya sedikit lebih tahu seperti apa kita. Maksudnya bukan ingin melihat si ini cantik atau ganteng, tapi lebih ke "bisakah saya membayangkan akan bekerja dengan orang ini setiap hari selama 365 hari?". Kira-kira begitu.

2. Surat lamaran kerja atau cover letter atau søknad

Selain CV, surat lamaran kerja adalah hal paling penting selanjutnya yang harus dilampirkan. Meskipun setelah berkali-kali dipanggil wawancara, saya sadar bahwa surat lamaran ini kadang sama sekali tak dibaca oleh si pemberi kerja. But yes, some do! So just write as best as we can!

Contoh surat lamaran kerja ini juga lagi-lagi bisa dibaca di internet dan dicontek polanya. Kalau CV lebih menjelaskan tentang masa lalu atau what we have done, surat lamaran kerja ini harus menerangkan masa depan atau motivasi kerja serta what could we contribute in the future. Yang paling orang Norwegia rekomendasikan, surat lamaran kerja mesti menjelaskan apa motivasi kita ingin kerja di sana, siapa diri kita secara personal, apa yang suka kita lakukan di waktu senggang, serta apa kontribusi yang nantinya bisa kita berikan ke tempat tersebut. 

Tips lainnya, jika lowongan kerja dipublikasi dalam bahasa Norwegia, ada baiknya kita melampirkan CV dan surat lamaran berbahasa Norwegia juga. Begitu pun sebaliknya bila lowongan kerja dipublikasi dalam bahasa Inggris. Tapi kalau memang di awal-awal kita masih dalam proses belajar bahasa Norwegia, boleh juga melampirkan CV dalam bahasa Inggris namun surat lamaran kerja dalam bahasa Norwegia. Cek juga kualifikasi bahasa yang diwajibkan di lowongan, apakah jelas-jelas mereka butuh orang yang betul-betul fasih Norwegia atau bahasa Inggris pun cukup. Karena ada banyak pemberi kerja yang baru melihat CV kita berbahasa Inggris sedikit, langsung dibuang dan ditolak mentah-mentah.

⚘ ⚘ ⚘

Cari kerja di Norwegia meskipun sifatnya hanya paruh waktu, tidaklah semudah yang orang-orang pikirkan. Persaingan dari kanan kiri membuat job market di negara ini sangat kompetitif meski itu pekerjaan kasar layaknya cleaning lady sekali pun. Di awal-awal mungkin kalian harus siap menerima banyak penolakan sebelum akhirnya bisa tanda tangan kontrak. But just do your best and keep applying!

Semoga informasi di atas bisa berguna bagi para mahasiswa Indonesia yang tertarik cari uang tambahan di Norwegia selagi masa studi, PLUS mungkin ada orang Indonesia yang kebetulan sedang tinggal di sini karena ikut keluarga dan tertarik kerja paruh waktu, detail di atas juga bisa dijadikan panduan. Silakan tinggalkan jejak di bawah kalau ada pertanyaan atau komentar lainnya!☺



emerge © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.