Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2019

Pacaran, Siapa yang Bayar?

Saya cukup jengah mendengar beberapa komplain dari para au pair pencari cinta yang saya temui di Eropa. Urusan cinta mereka memang bukan urusan saya. Terserah mereka ingin mencari cowok dari belahan dunia mana pun. Tapi please, be independent, Girls! Siang ini saya lagi-lagi mendengar keluhan yang sama dari seorang teman yang membandingkan pacarnya dengan pacar au pair Filipina . Entah kenapa, si teman ini merasa gadis Filipina yang dikenalnya selalu beruntung dan bisa dengan mudah saja mendapatkan pacar. Tak hanya sampai disitu, si au pair Filipina ini juga bisa membujuk pacarnya untuk menikahi doi sebelum masa kontrak berakhir. Betul-betul cerdik memanfaatkan kesempatan untuk menjamin permit tinggal tanpa harus pulang dulu ke negaranya. Satu lagi yang membuat teman saya ini iri, pacar si Filipina tersebut dengan royalnya juga menggelontorkan sejumlah uang untuk membiayai semua biaya  travelling  ke negara asal si cewek. Lalu nasib si teman saya ini, boro-boro dibayari urusan

Au Pair: Tukang Masak Keluarga

Banyak teman saya yang sejak hijrah ke Eropa jadi suka  hang out di dapur dan pintar memasak. Ada satu teman yang sengaja memajang banyak hasil olahannya dan memamerkan kepandaiannya memasak demi menyenangkan perut si pacar. Karena mungkin sudah banyak mendapatkan respon positif dari keluarga si pacar dan teman terdekatnya, teman saya ini langsung percaya diri membuka katering pribadi yang sudah punya laman khusus di Facebook. Lini masa Facebook dan Twitter saya pun sering kali dipenuhi postingan teman Asia yang menunjukkan makanan hasil buatannya. Kadang sekalian kumpul-kumpul, ada saja yang dimasak. Lalu jangan lupa, difoto dulu. Saking banyaknya masakan yang sering dibuat, ada album khususnya sendiri! Hebatnya, teman-teman ini tidak hanya masak makanan khas dari negaranya, tapi juga belajar masakan daerah lain. Dari yang coba-coba membuat pastry Prancis, tapas khas Meksiko, hingga sushi. Foto yang dibagikan pun terlihat menarik karena makanannya kelihatan enak.

4 Alasan Saya Lanjut Kuliah Master di Norwegia

" Kuliah S2? Nanti dulu! " kata saya dua tahun lalu. Di postingan tersebut juga dituliskan beberapa alasan yang mendasari saya belum ingin lanjut kuliah lagi. Salah satunya adalah karena kuliah itu melelahkan. Tahun depan sudah pas 5 tahun saya menjajakan kaki di Eropa dan tinggal di rumah keluarga angkat sebagai au pair. Tapi semakin lama jadi au pair, saya merasa mengalami brain dead karena salah satu hal yang saya rindukan selama ini adalah berpikir kritis ala mahasiswa. Meskipun masih terus rutin datang ke kelas bahasa, namun materi pelajarannya tidaklah seintensitas pembelajaran akademik di kampus. Lagipula, kelas bahasa tersebut hanya 2-3 kali seminggu. Awalnya sangat termotivasi, tapi lama-lama bosan juga karena tantangannya sebatas  daily life talking yang masih sering bernego dengan English . Lanjut kuliah di luar negeri juga bukan cita-cita baru kemarin sore. Saya memang berniat ingin kuliah lagi, namun selalu terkendala urusan biaya dan kemampuan bahasa Ing

Pengalaman Tes IELTS Kedua di IALF Palembang

Kalau kalian perhatikan, blog saya miskin postingan sejak bulan lalu. Percayalah, saya juga merasa bersalah kalau absen mengisi blog setiap minggunya. Tapi fokus saya teralihkan karena harus belajar IELTS lagi untuk tes di awal Januari. Hampir dua tahun lalu saya pernah ikut tes di Kopenhagen, tapi nilainya belum memenuhi syarat minimum penerimaan kuliah Master. Iya, saya memang berencana lanjut kuliah di Eropa selepas au pair ini. Karena di pertengahan Januari saya akan pulang dulu ke Palembang, saya berharap bahwa jadwal tes akan sama dengan jadwal kepulangan kesana. Kalau tidak, opsi lainnya saya harus ke Surabaya, Denpasar, atau Jakarta yang jadwalnya lebih sering. Tapi lumayan, bisa menghemat biaya ketimbang harus tes di Oslo yang harganya nyaris 5 juta rupiah! Baca juga: Daftar Kuliah di Kampus Oslo Di Palembang sendiri tes IELTS diselenggarakan oleh IDP dan IALF yang jadwalnya kadang hanya sekali atau dua kali per bulan. Biaya tesnya sebesar 2,9 juta rupiah dan hampir sama