26 Juli 2021

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?



(PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI, HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING-AN ATAU VIDEO CALL-AN ITU ADALAH PENIPU!! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!)

Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia, banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan.

Saya sebetulnya hanya berkesempatan kencan beberapa kali dengan para cowok internasional saat tinggal di Eropa. Terutama di Denmark, saat saya jadi serial dater dan suka bersosialisasi karena tidak tahan hanya diam di rumah. Karena cowok-cowok yang tinggal di Kopenhagen sangat beragam, saya tidak hanya jalan dengan cowok lokal tapi juga dari negara lainnya.

Pengalaman saya berkencan dengan para cowok ini pun tidak hanya dimulai dari online dating, tapi kadang ketemu langsung di festival atau acara lain. Tentunya ada beda kalau kamu ketemu si cowok lewat aplikasi kencan versus in real life. Tapi online dating di Eropa itu hanya wadahnya saja, empat hari kemudian biasanya sudah ketemu.

Perlu dimaklumi juga kalau teman kencan saya kebanyakan cowok-cowok usia 20-30an. Paling tua yang pernah saya kencani berusia 31 tahun. Jadi kalau kamu tanya saya bagaimana karakter cowok bule di atas 40-an, jawaban saya abu-abu. Yang saya tahu, kebanyakan pria (bukan cowok lagi nih) di atas 40-an sudah cukup dewasa, mapan, dan siap untuk diajak serius. Anyway, serius disini tidak harus ke jenjang pernikahan ya. Bisa jadi dia siap membangun future bersama kamu dengan atau tanpa menikah, atau ingin atau tidak punya anak.

Sebagai gambaran, cowok yang saya kencani kebanyakan hanya teman jalan tanpa mencari keseriusan. Karena merasa masih muda dan finansialnya belum stabil, kebanyakan cowok di usia 20-an masih ingin having fun dan takut berkomitmen. Masuk usia 27 tahun biasanya si cowok mulai berpikir untuk menabung demi memiliki apartemen atau mobil pribadi. Tapi tetap, pikiran untuk menikah atau memiliki anak masih jauh. Meskipun, ada juga beberapa yang sudah siap membangun rumah tangga dan tidak sabar ingin punya anak.

Kembali ke pengalaman saya yang sering menerima surel dari pembaca, ternyata hampir semua cewek di Indonesia memulai perkenalan dengan para cowok Eropa lewat dunia maya. Ada juga yang ketemu di tempat kerja atau saat si bule liburan ke Indonesia. Saya sering kali ditanya, apakah si cowok worth-it diperjuangkan, bagaimana karakter si cowok dari negara ini-itu, kenapa si cowok tidak membalas pesan, atau apa saran yang harus diberikan.

Sejujurnya, saya tidak pernah berniat mencari pacar bule lewat dunia maya sewaktu di Indonesia. Saya memang pernah mengobrol dengan beberapa cowok bule, tapi itu juga ketemunya dari situs belajar bahasa. Malasnya dari situs seperti ini, bule-bulenya kadang sombong dan malah berpindah lapak jadi tempat mencari gebetan. Meh!

Satu lagi, dulu saya takut berkenalan dengan bule via online karena merasa semua bule otaknya mesum dan hanya pamer batang saja. Pernah suatu kali, saya iseng-iseng buka Omegle untuk cari teman memperlancar bahasa, yang dibahas ujung-ujungnya masalah seks. Buka Omegle video, yang keluar batang semua. Done!

Jadi untuk cewek-cewek Indonesia yang bertanya, "how to read this or that guy?", saya juga bingung. Saya bukan peramal yang bisa membaca status hubungan kalian seperti apa. Kamulah yang lebih tahu apakah hubungan tersebut bisa dibawa ke arah yang lebih serius atau tidak. Saya juga belum pernah ada di posisi kalian yang hanya berkomunikasi lewat teks selama beberapa minggu, lalu tiba-tiba memutuskan LDR tanpa bertemu orangnya langsung.

Berikut hal yang bisa saya sarankan bagi kalian yang kenalan lewat dunia maya tanpa kejelasan kapan bisa ketemuan:


1. Kamu tidak akan pernah tahu keseriusan seseorang hanya lewat texting.

It's okay kalau kalian berdua sama-sama fun dan nyaman saling bertukar teks, gambar, atau suara. Tapi sekali lagi, semua itu bisa dibuat-buat hanya untuk kesenangan belaka. Kamu tidak akan pernah tahu apa si cowok itu sudah punya istri, pacar, atau hanya menjadikan kamu teman texting saja. Kamu juga pasti sulit menebak karakter asli si cowok meskipun sudah memantau kegiatannya sehari-hari via Snapchat. Sebelum terlalu jauh berkirim pesan, coba cek profilnya disitus kencan. Cowok yang serius mencari pasangan biasanya menuliskan deskripsi profil mereka lebih jelas, panjang, dan detail.

Oh ya, saya pernah mendengar  cerita dari satu cowok Eropa yang sengaja datang ke Asia Tenggara untuk liburan sekalian mencari teman tidur. Jadi doi sengaja membuat profil di situs kencan dan berpura-pura ingin kenalan dan ketemuan. Si cowok ini tahu, kalau mukanya sangat laku di Asia dan  mudah saja merayu cewek-cewek lugu. Tanpa harus dia yang maju duluan, pesan di profilnya sudah muncul ratusan. Tetap hati-hati kalau sampai diajak ketemuan oleh cowok model begini.

2. Don't get carried away!

Bahasa Indonesianya, jangan baperan! Mau dia cowok Italia, Jerman, Estonia, atau Austria, kamu tidak harus terbang melayang dulu saat si cowok bilang suka. Suka itu maknanya luas sekali dan belum tentu artinya lagi nembak kamu. Cowok Eropa berbeda dengan cowok Indonesia yang harus pakai 'persetujuan' atau validasi dulu sebelum menjadikan kamu pacar. Mereka lebih suka meresmikan suatu hubungan lewat tindakan ketimbang omongan. Maksud 'suka'-nya disitu bisa jadi 'suka mengobrol dengan kamu', 'suka karakter kamu yang energik', 'suka selera humor kamu', atau suka apapun itu.

3. Don't treat them as your Indonesian guys!

Cowok bule itu tidak pernah pakai modus, kode-kodean, atau basa-basi saat bicara dengan lawan jenis. Mereka tipikal orang yang straight forward dan speak their minds. Jangan tanya hal tidak penting seperti, "lagi apa?", "sudah makan atau belum?", atau pertanyaan basi lainnya khas pasangan Indonesia. Seriously, mereka akan mengecap kamu sebagai cewek nosy yang lebih mirip ibu-ibu. Kamu juga harus tahu kalau cowok bule itu kurang nyaman dengan cewek yang trying too hard menjadi sosok ibu-ibu yang sok mengingatkan atau terlalu perhatian.

4. Please be aware!

Selain kamu masih menerka tentang keseriusan seseorang di dunia maya, kamu juga tidak akan pernah tahu apakah cowok ini asli apa palsu. Zaman sekarang foto-foto bisa asal comot dari Google atau sosial media orang lain. Meskipun mukanya ganteng, tetap waspada kalau permintaannya sudah menjurus ke pinjam uang atau gambar-gambar telanjang.

The major reason they ask you to send them nudes is because it's thrilling! It's exciting, it's secretive, it's intimatewhat's not to love about nudes? Tapi, kalo kamu merasa ingin dihargai, kamu pantas bilang tidak! It’s up to you anyway. Seorang teman ada yang biasa saling bertukar nude pictures atau video yang bisa membuat keduanya terangsang. Si cowok ini dari Belanda dan keduanya belum pernah sama sekali ketemu. Mereka saling chat murni hanya karena kepuasan biologis semata. But, that’s how they are having fun. Ya, silakan saja!

5. Prepare yourself to be ghosted.

Masalah utama dari online dating adalah banyak orang bisa menghilang secara tiba-tiba setelah kencan pertama, setelah satu sama lain nyaman, atau tanpa sebab apapun kita tidak pernah mendengar kabar mereka lagi. Menyebalkan sekali karena kita kadang sudah merasa klik dan cocok.

Well, semua orang bisa berubah pikiran dan tiba-tiba bosan. Cowok bule yang tadinya setiap hari chatting-an lalu menghilang, bisa jadi karena rasa ketertarikannya ke kamu mulai pudar. Mungkin juga karena doi bosan melihat layar ponsel setiap hari tanpa bisa merasakan eksistensi kamu. Bisa juga karena doi sibuk kerja, lambat laun lupa juga harus membalas pesan. Kalau sampai ini terjadi, sebaiknya langsung cut off dan lupakan saja. Move on, girls! 

6. Yang terakhir adalah kamu harus mengundang dia ke Indonesia.

Mungkin ceritanya kalian sudah lama kenal, sudah nyaman texting-an, sering telponan, saling tanya kabar dan aktifitas, lalu apalagi yang ditunggu kalau tidak segera ketemuan? Kalau si cowok ini betul-betul serius ingin mengenal kamu, doi pasti meluangkan waktunya untuk singgah ke Indonesia. Kecuali cowok ini statusnya masih pelajar yang uang sakunya tak seberapa ya. 

Masalah ketemuan ini pun tidak semudah hanya mengundang dia datang. Ongkos pulang pergi dari Eropa ke Indonesia tentulah tidak murah. Belum lagi kalau si cowok ini susah mengambil jatah libur dari kantor. Tapi kalau memang menemukan cowok serius, uang dan waktu pasti bisa diatur. Saya punya teman asli Belgia yang rela pulang pergi Belgia-Indonesia 2 kali setahun hanya untuk bertemu dan mengenal lebih jauh si gebetan (sekarang pacar). Apalagi itu namanya kalau bukan pengorbanan, keseriusan, dan cinta? 

⚘ ⚘ ⚘

Saran saya yang lain, kalau memang tertarik dengan si cowok, jangan lupa pelajari juga budaya orang-orang di negara mereka agar tidak kaget dengan kemisteriusan cowok Finlandia, misalnya. Atau coba juga untuk memahami karakteristik cowok-cowok Eropa Utara yang tidak agresif dan inginnya kamu duluan yang maju.

You can be falling in love with someone who you've never met indeed. Kamu boleh saja memutuskan untuk pacaran jarak jauh meskipun belum pernah ketemuan. Selagi sama-sama nyaman, ya silakan tetap berhubungan tanpa harus menaruh ekspektasi berlebih tentang masa depan. Berdoa saja suatu hari kalian bisa dipertemukan dan dialah pasangan yang kamu cari. (Baca juga postingan saya tentang online dating yang menyebalkan!)

Tapi ngomong-ngomong, apa sih yang membuat kalian sebegitu niatnya cari pasangan orang asing?

⚘ ⚘ ⚘

NOTE 1!!
Terima kasih banyak untuk kalian yang memenuhi kolom komentar sampai penuh dan mempercayakan saya sebagai tempat curhat (meskipun banyak akun anonim!!). Semua balasan curhatan kalian saya berusaha jawab semaksimal mungkin, berdasarkan pengalaman dan observasi selama ini. Tapi perlu digarisbawahi ya, saya bukan dukun dan bule expert yang tahu tentang semua cowok yang kalian ajak berinteraksi. Agar lebih jelas, tolong ceritakan secara detail: umur, statusnya kerja/sekolah, sudah kenal berapa lama, sejauh apa, harapan kalian apa? Jadi tidak hanya menulis 3 kalimat, lalu langsung bertanya ke saya apakah doi serius atau tidak! :)


NOTE 2!!
Karena kolom komentar sudah sangat penuh, kalau memang komentar baru kalian tidak terlihat di bawah, silakan cari dan extend "load more..." di bawah kolom 'tinggalkan komentar' ya. Mungkin tertutup dengan kolom yang lama. Yang ingin curhat, silakan tulis komentar baru dan mohon jangan membalas komentar yang sudah ada dengan tulisan curhatan kalian yang tidak related dengan kolom komentar orang lain. Kalau memang ingin dapat respon lebih cepat, silakan langsung curhat via email saya ke: artolinguablog@aol.com



12 Juli 2021

Tentang Nilai dan Perayaan


I have just defended my thesis and had my commencement almost a month ago, but people have not stopped talking about that. Yet.

Sebelumnya, saya sangat berterima kasih untuk semua ucapan selamat yang tertulis di kolom komentar akun media sosial maupun direct message atas kelulusan saya. Bahagia sekali ketika tahu tulisan dan foto saya memberikan inspirasi baru ke banyak orang sampai menimbulkan efek positif untuk mengajak mereka berbahagia pula. 

Ketika saya mengambil foto tersebut, ditaruh di media sosial, sampai menuliskan keterangan yang cukup panjang, I truly just wanted to share my happiness. Ingin memberikan kabar terbaru, "halo, finally saya sudah lulus nih". Tapi ternyata saya tidak bisa bohong, it was uncomfortable. Meski sering menuliskan banyak hal di blog ini, namun saya sebetulnya adalah orang yang cukup tertutup apalagi yang bersifat euforia, seperti halnya kabar kelulusan kemarin. Bagi saya, semakin sedikit orang tahu pencapaian hidup saya malah semakin baik. Namun kali ini saya tetap harus go public mengingat gol yang sudah saya raih tak hanya penghargaan luar biasa bagi saya dan keluarga, tapi juga cerita yang layak dipublikasikan sebagai sumber motivasi bagi orang lain. Apalagi karena dari dulu sudah cerita A-Z mengenai perjalanan hidup sebagai au pair, akan lebih memuaskan jika disuguhi cerita bahagia di akhir.

Flashback sedikit. Tepat setelah sidang tesis kemarin, dua penguji langsung memberikan nilai untuk tulisan dan juga performa presentasi saya. Meski di awal sempat berpikir akan dapat nilai rendah semisal D, tapi pada dasarnya saya tak peduli karena sistem nilai di Norwegia, E (1 poin) adalah nilai terendah untuk dinyatakan lulus. Yang penting selesai, pikir saya saat itu. It was just too much dan tesis selesai saja sudah bahagia rasanya. Bahkan saya pernah mendengar bahwa sesungguhnya tugas akhir terbaik adalah yang selesai. Tak ada yang akan bertanya juga apa nilai tesis saya karena itu hanyalah satu dari bagian mata kuliah selama dua tahun. But it turned out my defense day went pretty well dan saya mendapatkan nilai yang jauh lebih baik di luar ekspektasi! Bahagia? Tentu saja, meskipun saya selalu berpikir bahwa tulisan tersebut masih banyak kurangnya. 


Namun setelah tahu betapa nilai akhir menjadi lebih berharga dari IPK, semua pemikiran saya di awal tentang nilai tesis ini jadi tak relevan! Meskipun dari dulu juga tujuan utama saya kuliah tidak untuk mengejar IPK. Di sini kita tak akan menemukan nilai IPK yang tertoreh di transkrip nilai kuliah, baik di universitas negeri maupun swasta  kecuali IPK tersebut tertulis secara unoffical untuk urusan administrasi. Yang ada, semua nilai mata kuliah yang sudah kita dapatkan hanya akan dibandingkan dengan nilai rata-rata semua mahasiswa di kelas. Di beberapa universitas swasta yang menganut sistem reputasi, mereka akan secara gamblang mengumumkan para mahasiswa terbaik yang lulus saat wisuda. Berbeda dengan universitas negeri yang menyejajarkan semua mahasiswa dengan sama, tanpa melabeli mereka dengan mana yang "terbaik". Meski ada atau tidak adanya IPK yang tercatat di ijazah, ternyata saya baru tahu bahwa orang sini akan lebih penasaran dengan nilai akhir kita saat ujian skripsi maupun tesis.

Di Indonesia, mungkin kita akan lebih sering mendengar, "IPK berapa? Cum laude?". Di sini, kamu akan lebih sering mendengar, "nilai skripsinya kemarin berapa? Dapat apa pas sidang tesis?". Itu yang saya tidak tahu dan itu pula yang ternyata menjadi standar ketidakpercayaan diri teman sekelas sendiri. Saya sudah bersama mereka selama dua tahun, sudah tiga semester juga disatukan dengan tugas kelompok dan proyek, maka sudah pasti saya paham performa mereka di kelas. Namun faktanya, seorang teman yang satu pembimbing dengan saya ketahuan berbohong soal nilainya setelah saya ketahui tanpa sengaja. Like, for what?! Saya tak peduli mereka dapat A, B, atau C, karena hal tersebut tak menjamin apapun dan tak berpengaruh juga dengan hidup saya. But no, for some people, grade is a big deal!

Saya juga sebetulnya malas untuk terlalu buka-bukaan tentang nilai yang saya dapat karena merasa hal tersebut tak penting bagi banyak orang. Mungkin juga sudah menjadi kultur di keluarga saya untuk tak terlalu komunikatif terhadap hal apapun, namun tidak bagi keluarga Mumu. Beberapa hari setelah sidang, saya diajak makan siang oleh keluarga Mumu di salah satu kafe di peternakan. Saya tidak pernah sama sekali mengomunikasikan semua hal ke mereka, termasuk tentang saya yang baru saja dinyatakan lulus sidang. But Mumu did

Baru datang, saya langsung disambut dengan ucapan selamat dari ibu Mumu yang saya sadar memang baru dapat cerita dari anaknya. Beliau juga bertanya tentang nilai ujian akhir saya yang nyatanya juga sudah beliau ketahui. Murni, pertanyaan tersebut hanya basa-basi. Pertanyaan simpel yang jawabannya pun sama sekali tak memalukan. Namun entahlah, ada perasaan tak nyaman saat menjawabnya. Juga, karena hari itu ternyata adalah perayaan ulang tahun pernikahan orang tua Mumu sekalian merayakan kelulusan saya yang baru terjadi.


Namun cerita tak hanya sampai di situ. Beberapa hari setelah acara makan siang tersebut, saya diundang lagi ke acara lain bersama keluarga besar Mumu dari pihak ibunya. Semuanya terasa normal dan tidak ada satu pun yang membahas cerita kelulusan saya saat itu. Tapi beberapa menit sebelum acara selesai, ibu Mumu lagi-lagi membawa cerita defense day saya ke meja makan untuk didengar seluruh keluarga. Sejujurnya, sedikit berlebihan karena saya merasa tak perlu semua orang tahu. Masalah final grade pun lagi-lagi dipancing dan saya hanya bisa bungkam saat itu. Hanya Mumu di belakang berbisik memberi tahu karena doi sadar saya ogah-ogahan buka mulut. Semuanya bertepuk tangan dan lagi-lagi mengucapkan selamat. Menahan awkward, saya hanya bisa menunduk dan berterimakasih atas semua ucapan selamat yang diutarakan. 

Mencari tahu mengapa nilai akhir begitu berharga, saya menemukan jawabnya dari salah satu forum macam Kaskus di Norwegia. Bagi orang sini, hasil akhir semacam tesis atau skripsi lebih mencerminkan nilai keseluruhan selama 2-5 tahun kita berkuliah. Jadi meskipun selama kuliah nilai kita A, B, A, B, namun di ujian akhir nilainya C, maka orang punya perspektif bahwa nilai rata-rata kita ya tetap C. Mengapa, karena tugas akhir ini dinilai adalah satu-satunya tugas mandiri dimana kita mesti riset dan menulis sendiri di depan layar dengan bantuan minim selama 4-9 bulan. Kita sendiri yang memilih topik, kita sendiri yang mengembangkan studi, dan kita juga yang menerjemahkannya ke sebuah tulisan akademik. It's our baby and the real struggle.

Makanya tak jarang, beberapa mahasiswa perfeksionis bersikeras mengejar nilai A di tugas akhir dan sedikit kecewa kalau tahu dapat B  apalagi C, meskipun C di Norwegia artinya "baik" atau sama dengan B- di Indonesia. Seorang mantan kolega saya bahkan mengajukan banding atas nilai B-nya karena yakin nilai skripsi mereka layak dapat A. Seintens itu hanya untuk mendapatkan hasil akhir yang sempurna. Bisa jadi juga karena jumlah kredit skripsi dan tesis mencapai 30-45 ECTS, maka mendapatkan nilai sempurna bisa mendongkrak semua nilai rata-rata mata kuliah secara keseluruhan. Terlebih, syarat untuk daftar Ph.D. di Norwegia kebanyakkan mewajibkan nilai rata-rata semua mata kuliah dan tesis minimal B. So, tak heran betapa pentingnya nilai akhir ketimbang jumlah IPK.

Tips untuk mahasiswa tahun terakhir dimana pun berada, seriuslah saat mengerjakan tugas akhir mu dan selesaikanlah! ☺



emerge © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.