06 November 2014

Tips Au Pair: Pencarian Keluarga Angkat Tanpa Lelah (Bagian 2)



Sebelum menjadi au pair di Belgia, masa-masa terlama bagi saya adalah proses pencarian keluarga angkat. Siapa bilang mencari keluarga angkat itu mudah? Walaupun di luar sana ada banyak host family yang mencari au pair, tapi justru lebih banyak calon au pair yang sedang mencari keluarga. Meneruskan cerita pencarian keluarga disini, saya akan berbagi sedikit tips bagaimana mencari keluarga angkat. 

Tentukan negara dan cek regulasi

Sebagai pemegang paspor Indonesia, tidak semua negara menerima au pair dari Indonesia. Beberapa negara di Eropa pun punya regulasi khusus yang dibutuhkan calon au pair sebelum memulai permohonan visa. Karena saya sering mengecek banyak regulasi di beberapa negara, saya berikan gambaran negara-negara yang bisa dijadikan pilihan mencari keluarga angkat. Namun yang saya terangkan disini hanyalah penilaian saya sendiri dan pengalaman teman au pair lainnya. Bagi yang ingin mengecek regulasi umum seperti batas umur, gaji, dan liburan, bisa di-googling sendiri atau cek di website Aupair World.

1. Australia

Negara yang cukup dekat dengan Indonesia ini memberikan waktu 1 tahun bagi au pair untuk bekerja dan berlibur disana menggunakan Working and Holiday visa. Jumlah keluarga yang membutuhkan au pair juga cukup banyak. Apalagi banyak dari mereka yang memang khusus mencari au pair dari Asia Tenggara seperti Thailand, Filipina, atau Indonesia.

Plus:
(+) Tidak perlu repot-repot belajar bahasa baru karena bahasa yang digunakan totally English!
(+) Kemudi mobil yang sama dengan Indonesia, sehingga tidak perlu adaptasi lagi.
(+) Karena lebih dekat dari Indonesia, kesempatan "mudik" pun bisa dipertimbangkan.
(+) Cuaca dingin yang katanya masih acceptable bagi orang Indonesia.

Minus:
(-) Urus visanya merepotkan dan butuh biaya banyak. Sebelum urus visa, kita harus lebih dulu mengajukan surat rekomendasi dari pemerintah yang banyak syarat-syaratnya, contohnya sertifikat bahasa Inggris, tes kesehatan, dan perlu juga menyiapkan dana tabungan sebagai bukti finansial. Cek cerita saya disini!
(-) Minim kultur dan tidak punya kesempatan belajar bahasa baru.

2. Austria

Negara yang punya alam yang sangat keren di bagian utaranya ini, bisa kamu pilih untuk meningkatkan level bahasa Jerman mu. Perlu diingat juga, sebelum mendaftar visa, sertifikat keahlian bahasa Jerman level A1 mesti dipersiapkan.

3. Belgia

Ini negara pertama saya jadi au pair. Negara kecil yang letaknya di sentral Eropa ini bisa dipertimbangkan kalau kalian berusia kurang dari 26 tahun. Baca alasan saya di sini menobatkan Belgia sebagai negara terbaik au pair.

Plus:
(+) Negara trilingual (Belanda, Perancis, Jerman) yang cocok bagi peminat bahasa asing.
(+) Gaji yang ditawarkan lumayan tinggi dibanding wilayah lain di Eropa, minimal €450/bulan.
(+) Urus visa di kedubes Belgia-nya cepat.

Minus:
(-) Karena negaranya kecil, kadang cenderung membosankan. Tidak banyak yang bisa dieksplor disini. Namun Brussels, Brugge, atau LiƩge punya keunikannya sendiri-sendiri.
(-) Mengurus visanya cukup merepotkan.
(-) Tidak terlalu kultural, menurut saya.

4. Belanda

Banyak au pair dari Indonesia yang memulai cerita au pairingnya dari negeri kincir angin dan keju ini.

Plus:
(+) Belanda punya budaya seru yang cukup mewakili Eropa.
(+) Yang tidak terlalu suka belajar bahasa Belanda, bisa bersyukur karena rata-rata orang Belanda bisa bahasa Inggris.
(+) Banyak restoran dan orang Indonesia yang tinggal, sehingga bisa mengobati rasa rindu kampung halaman.
(+) Dibandingkan masyarakat Belgia yang cenderung tertutup, kabarnya orang Belanda lebih ramah dan terbuka.

Minus:
(-) Kabar yang saya dengar, banyak juga kisah menyedihkan au pair Indonesia yang bekerja di keluarga Belanda. Memang tidak semua keluarga di Belanda memperlakukan au pair Indonesia dengan buruk, namun kadang kisah mereka membuat kita harus lebih waspada dan transparan saat berdiskusi dengan calon keluarga angkat nanti.
(-) Walaupun senang bisa bicara bahasa Inggris di tiap sudut kota, namun merugikan juga karena kita merasa tidak harus belajar bahasa Belanda. Selain itu, kursus bahasa Belanda untuk au pair tidak se-intensif di Belgia. Biaya kursusnya juga mahal dan hal ini cukup merugikan juga bagi au pair yang berkewajiban membayar sendiri.

5. Denmark

Salah satu negara populer di Eropa Utara yang sering jadi tujuan au pair dari Asia Tenggara, khususnya Filipina. Baca alasan saya di sini menobatkan Denmark sebagai negara terburuk untuk au pair.

Plus:
(+) Mereka yang memilih Denmark, biasanya lebih merujuk ke durasi masa kerja au pair yang bisa lebih dari 12 bulan.
(+) Negara aman dan tenang, minim kriminalitas.
(+) Banyaknya au pair asal Filipina yang bekerja disini, membuat kita bisa membangun komunitas dengan banyak au pair lainnya.

Minus:
(-) Siap-siap mengeluh di musim dingin, karena suhunya bisa mencapai -10 derajat Celcius.
(-) Biaya hidupnya yang lebih tinggi 30% dari negara-negara lain di Eropa Barat.
(-) Hati-hati dengan pola pikir keluarga Denmark yang "terlalu underestimate" dengan gadis dari Asia Tenggara. Wajar memang, mengingat banyaknya gadis muda dari Filipina yang tiap tahunnya selalu mencari kesempatan kerja jadi au pair dan cleaning lady. Ya, mirip-mirip kisah TKW dari Indonesia ke Hongkong atau Saudi Arabia.

6. Finlandia

Tertarik dengan negaranya Santa nan dingin?

Plus:
(+) Meskipun tidak masuk kawasan Skandinavia, Finlandia hampir mirip dengan negara-negara tetangganya. Alamnya masih pure dan alami, cocok untuk yang masih penasaran dengan Aurora Borealis.
(+) Walaupun di Finlandia sendiri tidak terlalu banyak orang asing, namun kabarnya orang Finlandia sendiri lebih laid-back dan cukup open. 

Minus:
(-) Uang bulanan yang cukup kecil.
(-) Meskipun tinggal di ibukotanya sendiri, Helsinki, suasana disini terbilang agak sepi dan tidak terlalu hiruk pikuk seperti banyak kota besar di Eropa Barat. Kehidupan cenderung lambat dan agak membosankan.
(-) Mesti menyertakan sertifikat keahlian bahasa Finlandia/Swedia sebelum mendaftar visa.

7. Jerman

Selain Belanda, negaranya para pakar IT berikut merupakan salah satu tujuan favorit au pair dari Indonesia.

Plus:
(+) Biaya hidupnya yang cenderung lebih rendah dari negara di Eropa Barat lainnya.
(+) Negaranya yang luas memberikan banyak kesempatan untuk yang suka eksplorasi.
(+) Seorang teman au pair mengatakan orang Jerman cukup terbuka, kadang pemalu, namun sangat bersahabat dengan orang asing.
(+) Peluang menemukan keluarga angkat cukup besar mengingat banyak keluarga disana yang butuh bantuan au pair.

Minus:
(-) Siap-siap mengantongi sertifikat bahasa Jerman minimal level dasar sebelum terbang kesini. Para keluarga angkat juga biasanya mencari au pair yang bisa menguasai bahasa mereka, di luar bahasa Inggris. Yang ingin kesini, sebaiknya persiapkan kemampuan bahasa Jerman lebih dulu dan ikut tes di Goethe Institute untuk mendapatkan sertifikat bahasa.
(-) Karena biaya hidupnya rendah, gaji yang didapat pun lebih rendah (sekitar €260-300/bulan). Makanya kalau ingin kesini, pola pikir kita harus diubah. Au pairing ke Jerman bukan untuk making money tapi lebih kepada belajar budaya dan bahasa.

8. Luksemburg

Pernah dengar negara kecil yang posisinya berdekatan dengan Belgia Selatan? Walaupun belum pernah mendengar kisah teman-teman au pair dari sana, negara yang terkenal dengan jembatannya yang indah ini juga bisa jadi pilihan. Namun sayangnya, keluarga yang butuh au pair juga tidak sebanyak negara Eropa Barat lainnya. Bahasa nasionalnya Perancis dan Jerman, tapi kita tidak memerlukan sertifikat bahasa sebelum keberangkatan. Gaji yang ditawarkan pun lebih besar dari negara Eropa lainnya.

9. Norwegia

Selain Denmark, salah satu tujuan au pair dari Asia Tenggara lainnya adalah Norwegia! Negara yang memiliki alam menakjubkan dan keren karena Fjord-nya, bisa dipertimbangkan meskipun usia kalian sudah di atas 26 tahun.

Plus:
(+) Selain regulasinya mengizinkan calon au pair di atas 26 tahun untuk mendaftar, durasi masa tinggal yang lebih dari 12 bulan cukup menguntungkan bagi au pair yang tidak ingin segera meninggalkan Eropa.
(+) Negaranya cukup kultural dan sangat cocok bagi yang suka nature.
(+) Tidak seperti negara-negara di Eropa Barat yang cenderung hiruk pikuk, di Norwegia kehidupan berjalan lebih tenang.

Minus:
(-) Masyarakat Norwegia yang saya dengar cenderung konservatif, tidak terlalu bersahabat dengan orang baru, dan tertutup.
(-) Negara yang berdekatan dengan kutub utara ini akan sangat bersalju dan suhunya bisa gila-gilaan di musim dingin. Yang tidak suka cuaca ekstrem, hal tersebut bisa menjadi masalah.
(-) Walaupun gaji yang ditawarkan sepertinya cukup besar, namun biaya hidupnya juga sangat tinggi dibandingkan wilayah Skandinavia lainnya.

10. Prancis

Pertama kali ingat Eropa, pikiran orang pasti langsung tertuju ke landmark-nya sendiri, Eiffel Tower. Negara romantis dan sangat hidup seperti Prancis memang jadi salah satu tujuan populer calon au pair.

Plus:
(+) Budaya, bahasa, makanan, apalagi yang tidak bisa kamu pelajari kalau kamu kesini? Semuanya! Mulai dari yang suka seni, fashion, ataupun masak, Prancis memang bisa tempat yang cocok untuk kalian eksplor.
(+) Dulunya ke Prancis mesti butuh sertifikat bahasa minimal level A1 dulu. Namun, regulasi yang sekarang sepertinya tidak lagi membebani calon au pair untuk menyertakan sertifikat bahasa. Lucky you!
(+) Sebut saja Paris yang paling populer dan romantis. Namun di luar kota megapolitan itu, banyak kota lainnya yang "ikutan" romantis dan cantik.

Minus:
(-) Wajib menyertakan sertifikat bahasa level A1/A2. Orang Prancis asli terkenal sangat bangga dan sombong dengan bahasa mereka. Bahkan bila dibandingkan dengan orang Kanada yang notabenenya juga memakai bahasa Prancis, orang Prancis asli cukup annoyed dengan orang asing yang bicara bahasa mereka dengan kurang fasih. Jangan pula kalian cukup bangga dengan bahasa Inggris yang sudah level advanced. Karena orang Prancis sendiri nyatanya sangat minim yang bisa berbahasa Inggris.

11. Swedia

Dibandingkan dua negara Skandinavia lainnya, saya lebih suka Swedia. Seperti dua negara lainnya, negara ini juga memperbolehkan au pair di atas usia 26 tahun.

Plus:
(+) Menurut saya, Swedia lebih "hidup" dan terbuka ketimbang negara Skandinavia lainnya. Imigran yang tinggal di negara ini pun lebih banyak, sehingga apresiasi terhadap orang asing juga lebih baik.
(+) Meskipun pajak di negara ini sama tingginya dengan Norwegia dan Denmark, namun biaya hidupnya cenderung lebih rendah se-Skandinavia.
(+) Sama seperti Norway yang punya alam yang masih asri, Swedia juga merupakan kota yang berwarna.

Minus:
(-) See its twins, Norway and Denmark! Saya rasa minus yang mereka punya hampir sama.
(-) Yang pernah jadi au pair sebelumnya di negara lain, sepertinya agak sulit mendapatkan work permit kesini.

Cek keahlian bahasa 

Menurut saya, calon au pair juga tidak bisa langsung asal memilih calon negara tujuan. Karena persiapan selanjutnya tentu saja adalah mengajukan aplikasi visa yang kadang banyak juga syaratnya. Contohnya seperti Jerman, Austria, atau Finlandia yang harus menyertakan sertifikat keahlian bahasa minimal level dasar saat mengajukan visa. Kalau memang ingin ke negara tersebut, sebaiknya persiapkan dulu kemampuan bahasa Jerman/Suomi dan mendaftarlah tes di institut terdaftar di Indonesia.

Bagi saya, mencari keluarga angkat juga harus lebih melihat potensi atau minat kita terhadap bahasa atau budaya mereka dulu.
1. Pergilah ke negara yang bahasanya sudah kamu kuasai sedikit dan berniat lanjut ke level atas.
2. Pergilah ke negara yang bahasanya memang kamu ingin pelajari.
3. Pergilah ke negara yang bahasanya mampu kamu pelajari.

Kenapa bahasa menjadi sangat penting? Karena memang yang ditekankan disini adalah komunikasi. Walaupun banyak keluarga yang bisa bahasa Inggris, namun sebaiknya au pair harus menguasai bahasa dasar negara tersebut dulu sebelum berangkat.

Pentingnya tahu sedikit bahasa akan membuat kita semakin percaya diri saat berkomunikasi dengan orang lokal dan anak-anak mereka. Terutama di Prancis atau Norwegia yang masyarakatnya cenderung tidak banyak yang bisa Bahasa Inggris. Saya rasa tidak ada ruginya juga belajar bahasa mereka sebagai modal sebelum keberangkatan. Yakinlah, walaupun tidak terlalu sempurna dalam mengucapkan kata-katanya, penduduk asli di negara tersebut pasti akan lebih menghargai kita.

Meskipun sebagai au pair saya diberikan kesempatan untuk travelling to Europe, tapi yang terpenting bagi saya adalah proses belajar selama menjadi au pair itu sendiri. Travelling sih dari Indonesia kemungkinan juga bisa. Tapi kesempatan untuk belajar bahasa gratis selama setahun, siapa yang tidak mau? Gunakan kesempatan ini untuk belajar bahasa (ataupun ilmu lainnya) langsung di negaranya!

Segera daftar dan buat profil semenarik mungkin

Untuk mendaftarkan diri jadi au pair sendiri ada banyak cara. Untuk yang tidak mau repot, bisa mendaftarkan diri ke agensi au pair yang ada di Indonesia maupun luar negeri. Ada agensi berbayar, ada juga yang gratis. Memang tidak ada jaminan 100% agensi mampu mempertemukan au pair dengan calon keluarga angkat, namun setidaknya agensi akan berusaha mencarikan keluarga dan bisa diupayakan jadi penengah jikalau au pair ada masalah nantinya.


Lalu selanjutnya adalah membuat profil sebaik mungkin. Menurut saya pribadi, tidak ada yang bisa menilai bagaimana gambaran profil yang sempurna dan yang tidak. Karena ada juga yang profilnya cantik sekali, tapi tetap saja keluarga angkat tidak tertarik.

Menurut saya, yang paling penting itu:

1. Jelaskan tujuan kita menjadi seorang au pair. Ingat ya, "menjadi seorang au pair"! Boleh saja menuliskan kita ingin jalan-jalan keluar negeri, tapi yang dilihat keluarga angkat sebenarnya lebih dari itu. Kalau memang tujuan kita ingin belajar bahasa mereka, ya jelaskanlah. Atau kita berniat belajar budayanya, jelaskan juga apa yang menarik dari budaya mereka. Lebih baik lagi kalau kita bisa sedikit menjelaskan dengan bahasa negara tersebut. Yang pastinya peluang mendapatkan keluarga angkat menjadi lebih besar.

2. Coba tuliskan juga beberapa pengalaman kita bekerja dengan anak kecil. Bekerja disini bisa jadi pengalaman merawat bayi, menjadi guru TK, mengasuh keponakan atau sepupu saat orang tuanya tidak di rumah, atau sempat mencoba kegiatan sosial lainnya. Hal ini akan sangat berguna bagi keluarga angkat untuk melihat pengalaman kita sebelumnya.

3. Bagi yang memang sudah pernah punya pengalaman sebelumnya, boleh juga membagikan kontak salah seorang referens yang bisa memberikan kita rekomendasi ke calon keluarga angkat. Biasanya hal ini juga akan memudahkan keluarga angkat mengenal calon au pair lebih jauh. Sebisa mungkin carilah referensi yang ada hubungannya dengan pengalaman kita, contohnya kepala sekolah tempat kita mengajar, orang tua yang anaknya pernah kita urus, ataupun kontak keluarga angkat lama (bagi yang pernah jadi au pair/babysitter sebelumnya).

4. Tuliskan hobi kita yang bisa diterapkan disana. Contohnya kita suka masak, menggambar, crafting, musik, ataupun olahraga lainnya yang bisa dilakukan bersama anak-anak mereka. Tapi hal ini juga jangan terlalu dibuat heboh ya, karena takutnya calon keluarga angkat malah berpikir kita bersedia melakukan apapun untuk mereka nantinya. Seperti kasus seorang au pair yang jago main piano, ujung-ujungnya disuruh jadi guru piano (tanpa dibayar) bagi anak yang diasuhnya.

5. Pakailah foto selfie terbaik kita sendirian dan bersama anak-anak. Foto sendirian untuk menunjukkan "siapa kita" dan foto bersama anak-anak untuk menunjukkan "bagaimana kita". Fotonya pun cukup yang natural dan tidak perlu terlalu dibuat-buat. Yang penting foto tersebut menunjukkan pribadi kita sebenarnya.

Setelah semuanya siap, silakan menunggu konfirmasi dari agensi apakah ada keluarga yang tertarik dengan kita atau masih harus menunggu lama lagi. Bisa juga kita mencoba mendaftar ke situs-situs pencarian au pair dan berusaha mencari keluarga sendiri disana. Mencari keluarga angkat tanpa bantuan agensi cukup sulit juga. Yang pertama, kita harus memperkenalkan diri sendiri, mengurus visa sendiri, dan kalaupun ada masalah, ya dihadapi sendirian dulu. Namun perlu diingat juga, mendaftar ke beberapa situs bisa juga lebih sulit karena saingannya banyak. Jadi, siap-siap berusaha memenangkan hati para keluarga ya!


02 November 2014

Ketika Au Pair Bermasalah dengan Keluarga Angkat



Au pair mana yang ingin punya masalah dengan keluarga angkat mereka? Terlebih lagi setelah lama kenalan dan bicara via Skype, mereka merasa sudah kenal satu sama lain dengan lebih baik. Namun ekspektasi sebelum berangkat tak jarang selalu berbeda dengan realita. Mendengar cerita dari teman-teman au pair yang lain, banyak dari mereka mendapati kenyataan yang berbeda dengan kontrak tertulis yang sudah dibuat bersama.

Bukan hanya seorang au pair, banyak keluarga angkat yang merasa surprise juga mendapati au pair yang ternyata berbeda dari yang mereka kenal selama ini. Bisa jadi seleksi host family - au pair ini sebuah perjudian.

Sebenarnya au pair, terlebih yang dari Indonesia, tidak pernah meminta aneh-aneh juga dari host family. Setidaknya, host family harus lebih menghargai kontrak kerja, jujur, dan jangan terlalu mean. Kebanyakan yang tertulis di kertas hanyalah formalitas belaka. Host family juga kadang tidak jujur dengan apa yang ditulis disana. Padahal yang menguatkan au pair hanyalah kontrak kerja tersebut.

Namun tak jarang, ada juga host family yang sangat menghargai apa yang sudah mereka sepakati bersama. Regulasi au pair hanya boleh bekerja selama 4 jam, ya mereka tetap membatasi pekerjaan au pair segitu. Atau saat au pair kerja ekstra, mereka sanggup bayar lebih.

Tapi ketemu keluarga yang begini susah sekali. Walaupun host family sudah pernah meng-hire au pair sebelumnya, kadang masih juga belum bisa menghargai apa yang tertulis di kontrak. Ujung-ujungnya au pair jadi kecewa dan mulai berpikir untuk mengakhiri kontrak dengan keluarga tersebut. Bagaimana kalau sudah begini?

1. Jangan takut

Saat kita merasa sudah tidak nyaman dengan kondisi di rumah, cobalah untuk tetap bersikap tenang dan be positive. Sebelum memutuskan untuk mulai mencari keluarga baru, kita tetap harus berpikir apa yang membuat kita tidak nyaman disana.

Seorang teman saya, merasa harus kerja rodi nyaris setiap hari. Namun perlakuan host family-nya yang sangat baik dan care, membuat dia berpikir ulang untuk pindah keluarga baru. Walaupun mesti kerja rodi, pada dasarnya dia sendiri tidak pernah disuruh-suruh melakukan sesuatu. Pekerjaan itu dia lakukan karena memang merasa tidak enakan dengan keluarganya yang baik itu. Coba pertimbangkan lagi apa yang membuat kita masih harus bertahan, atau hal tak termaafkan apa saja yang membuat kita memang harus keluar.

2. Segera hubungi agensi atau teman-teman au pair lainnya

Posisi agensi disini adalah sebagai penengah antara kita dan host family. Sejauh ini, saya memang sering menghubungi agensi untuk mediasi atau sekedar bertanya hal-hal yang membuat saya kalut. Agensi juga tidak selamanya memihak ke host family kok, mereka juga kadang memberikan saran yang meringankan au pair.

Bagi yang bekerja tanpa bantuan agensi, coba hubungi teman-teman au pair lainnya untuk minta saran. Karena biasanya pengalaman dan saran mereka bisa dipertimbangkan untuk langkah kita selanjutnya.

3. Mulailah berkomunikasi tentang apa yang kita rasakan ke host family

Hal ini sebenarnya tidak mudah, karena saya pun termasuk orang yang sangat sulit mengutarakan apa yang saya rasakan ke orang lain. Namun karena benar-benar harus jujur, saya berani bicara ke host mom tentang kekecewaan saya. Walaupun sempat berdebat dan akhirnya malah saya yang banyak diam, namun setidaknya host mom mengerti apa yang membuat saya kecewa.

Memang tidak 100% saya jelaskan semuanya ke dia, karena jujur saja, saya juga takut bicara dengan orang yang gampang emosian dan mau menang sendiri. Agar omongan lebih terarah, coba tulis dulu hal-hal apa saja yang membuat kita merasa tidak nyaman lagi bersama mereka. Dengan begini, kita bisa lebih jelas mengutarakan maksud kita ke host family.

4. Kalau memang jalan satu-satunya hanyalah dengan ganti family baru, segeralah hubungi agensi untuk minta dicarikan host family lain yang sedang urgent butuh au pair. 

Sembari menunggu berita agensi, ada baiknya juga kita mencari sendiri lewat internet. Harus diperhatikan juga waktu kita mencari host family baru hanyalah 2 minggu setelah putus kontrak dengan family lama.

Kalau family-nya sudah benar-benar kecewa, bisa jadi belum 2 minggu, kita sudah diusir dari rumah mereka. Atau ada juga host family yang bersedia memberikan kita waktu beberapa bulan mencari family baru, karena sebenarnya mereka juga masih butuh bantuan. Jika sampai waktu yang diberikan kita juga belum dapat family baru, mau tidak mau kita harus pulang ke Indonesia. Namun kita harus tetap tenang, karena agensi biasanya akan memberikan opsi lain yang membuat kita masih bisa bertahan tanpa harus pulang lebih awal.

5. Bekerjalah lebih baik selama pencarian

Walaupun kita merasa sudah malas-malasan dan tidak nyaman tinggal, tapi kita harus tetap bekerja dengan lebih baik di rumah host family yang sekarang. Anggap saja itu upah karena mereka masih memberikan kita kesempatan tinggal selama mencari keluarga baru.

6. Tinggalkan kesan baik pada host family lama

Sekecewa-kecewanya saya, sesakit-sakit hatinya saya, tapi saya merasa tetap harus berterimakasih dengan host family yang dulu. Walau bagaimanapun, mereka yang sudah membawa saya ke Eropa. Mereka juga sudah mengeluarkan uang yang tidak sedikit mengundang seorang gadis asing untuk mengurus anaknya.

Tapi memang pada dasarnya host family saya ini baik, makanya juga saya tidak mau ada "perang" lagi ketika pindah dari rumah mereka. Saya tetap ingin menjaga komunikasi dan meninggalkan kesan baik dengan semua keluarga disana. Namun ada juga teman saya yang merasa host family-nya tidak perlu dikasih hati lagi karena sudah sangat keterlaluan. Kalau kasus yang begini, memang sebaiknya tinggalkan saja!

Sekali lagi, tidak pernah ada yang tahu apa yang akan terjadi. Saya pun menilai, pekerjaan-pekerjaan tak terduga di luar kontrak kerja bisa diberikan karena host family sendiri tidak ingin rugi. Namun kalaupun memang terjadi masalah, be brave!

Kita jangan takut kalau memang benar. Jangan sampai waktu setahun di Eropa jadi kelam dan kelabu hanya karena masalah ganti family ini. Kalau memang jalan satu-satunya harus ganti family dan memulai hidup baru, face it!




27 Oktober 2014

Keluarga Baru, Masalah Baru


Melanjutkan dari kisah au pairing saya yang bermasalah dengan keluarga lama, akhirnya saya sekarang sudah pindah ke rumah keluarga baru di Laarne, sebuah desa kecil dekat Ghent, sejak awal September lalu. Banyak lika-liku sebelum akhirnya bisa pindah kesini. Dari yang mulai sempat ada selisih paham dengan host mom lama, uang saya yang sampai sekarang tidak dibayar oleh host mom, sampai rasa kecewa dengan keluarga baru ini.

Sejujurnya, kisah saya sampai ganti family ini juga agak up and down. Awalnya sih saya bahagia sekali bisa pindah keluarga, apalagi dari hasil diskusi sebelumnya dengan host parents ini, membuat saya merasa keluarga yang sekarang benar-benar ideal dan jauuuuh lebih baik dari keluarga sebelumnya.

Namun, tentu saja tidak ada keluarga yang benar-benar sempurna. Walaupun saya awalnya merasa keluarga ini jauh lebih baik, tetap saja saya merasa dikecewakan.  Memang sih, rasa kecewa itu sekarang sudah saya pendam dalam-dalam dan berlapang hati saja, tapi bukan tidak mungkin ganti keluarga bisa membuat kita lebih bahagia.

Setidaknya itu yang pernah saya alami sejak pindah kesini. Sejujurnya, keluarga saya yang sekarang 70% lebih baik dari segi komunikasi dan pekerjaan ketimbang keluarga lama. Keluarga yang sekarang adalah sepasang suami istri yang punya perusahaan di Ghent dan bergerak di bidang student housing (estate). Mereka berdua adalah pasangan businessman/woman muda yang sangat sangat sibuk sehingga jarang sekali di rumah.

 Anak-anak mereka, Tijl, Staf, dan Keet, menurut saya adalah pribadi yang menyenangkan dan sangat welcome dengan orang baru. Ketiganya juga sudah fasih bahasa Inggris dan diajarkan untuk selalu well behaved. Walaupun ya, kadang masih agak "liar" mengingat usia mereka yang memang lagi aktif-aktifnya. Keluarga ini sudah pernah meng-hire lima au pair sebelum saya sejak 5 tahun terakhir. Bahkan au pair pertama mereka yang dari Cina, melanjutkan sekolah master-nya di Universitas Ghent, dan karena dia punya kamar sendiri disini, biasanya setiap akhir pekan balik ke Laarne.

Walaupun tergolong keluarga yang cukup kaya, tapi keluarga saya ini cenderung masih down to earth. Rumah mereka yang di Laarne dibeli dari seorang petani dan direnovasi lagi. Renovasinya pun tidak sepenuhnya karena mereka juga masih mempertahankan bentuk asli rumah petani ala Eropa yang berdinding bata dan banyak properti kayu.

Disini saya tidak hanya mendapatkan kamar, tapi juga satu rumah dan isi-isinya yang bisa digunakan. Jadi mereka punya dua rumah berdampingan di satu lokasi. Saat tidak ada pekerjaan, saya bisa leha-leha di 'rumah pribadi' au pair, masak, atau sekedar bubble bath. Kalau lagi kerja dan babysit, saya stay di rumah mereka untuk mengontrol para bocah.

Si bapak dan emaknya juga sangat open minded dan senang cerita, tapi sikap mereka agak berubah ketika saya memutuskan untuk menarik diri dan cenderung pendiam. Sikap saya ini saya tunjukkan karena kecewa dengan mereka. Bayangkan saja, kekecewaan ini membuat saya jadi pribadi yang tertutup, tidak terlalu tertarik dengan urusan keluarga mereka, bahkan memutuskan bolos kursus bahasa! Karena kecewa ini juga, saya bahkan berpikir untuk kembali lagi ke keluarga lama. Jlebb..

Rasa kecewa saya ada dua sebab. Yang pertama adalah karena pengakuan telat mantan au pair mereka dan yang kedua, ada satu kesepakatan yang sudah saya dan host parents setujui bersama sedari awal malah dilanggar sendiri oleh mereka. Kesalnya bukan main dan saya merasa mereka tidak fair.

Soal pengakuan telat mantan au pair mereka ini juga sempat membuat saya ilfil dengan keluarga yang sekarang. Saya juga kesal setengah mati dengan mantan au pair ini yang tidak seratus persen jujur. Dari awal, dia memberikan respon 100% positif tentang keluarga ini kepada saya. Kenyataannya, ada suatu hal yang membuat dia juga pernah dikecewakan!

Jadi ceritanya, au pair kelima mereka ini cuma kerja 3 bulan. Pengakuan dari host parents saya, karena si au pair ini city life person, makanya dia tidak betah hidup di lingkungan yang sekarang saya tempati.

Awal-awal minta referensi, si au pair ini terlihat enggan menceritakan hal sebenarnya yang membuat dia ingin resign. Dia cuma mengatakan kalau keputusannya jadi au pair di Belgia adalah keputusan terburuk dalam hidupnya. Sebalnya, setelah sehari saya pindah, si au pair ini baru cerita kalau ada perlakuan host dad yang menurut dia keterlaluan dan omongannya sangat kasar. Makanya si au pair ini memutuskan untuk secepatnya pulang ke kampung halaman.

Yang kedua adalah tentang kesepakatan kursus seni yang rencananya akan saya ikuti. Pertama kali datang ke keluarga ini, saya sudah bicarakan dengan host parents bahwa saya berkeinginan mengikuti salah satu kursus gambar yang diadakan tiap Kamis malam. Mereka sih oke-oke saja, jadi saya anggap mereka setuju. Tahunya, seminggu di awal kepindahan saya disini mereka mengatakan kalau hal itu tidak mungkin terjadi dan mau tidak mau harus saya batalkan.

Mengingat jam kerja mereka yang agak gila, jadinya mereka berharap saya mengerti hal ini. Sumpah, saya rasanya kesal sekali! Rasanya sangat tidak fair dan terlalu mempedulikan urusan mereka sendiri. Setidaknya kalaupun dari awal mereka pikir itu impossible, janganlah memberikan saya harapan palsu. Untung saja, saya belum sempat membayar kursus itu. Karena kalau tidak jelas apa sebab pembatalan, pihak kursus tidak mau mengembalikan uang yang sudah dibayar.

Memang saya tidak berhak memaksakan kehendak karena di regulasi au pair sendiri, cuma kursus bahasa yang menjadi keharusan. Namun saya seperti kehilangan kesempatan untuk belajar hal baru dan ketemu orang yang satu hobi. Semenjak di Londerzeel, saya memang sudah mengincar kursus ini. Namun karena kejauhan, saya batalkan. Makanya saya sangat senang saat tahu mereka menyetujui rencana saya mengikuti kursus seni di Ghent. Tahunya..

Jam kerja keluarga saya yang sekarang kacau sekali. Mereka baru pulang jam 8 malam, tapi bisa saja pergi lagi jam 10 malam dan baru pulang jam 1 pagi-nya. Mau tidak mau nyaris setiap hari saya mesti babysit dan menunggu mereka pulang.

Kasus ini langsung saya ceritakan dengan ibu saya di Palembang. Saya cerita ke beliau karena saya merasa omongan orang tua itu adalah yang sebenar-benarnya. Saya jelaskan ke ibu kalau saya ada niat ganti family LAGI! Jelas-jelas ibu saya tidak setuju karena belum tentu keluarga yang baru bisa lebih baik dari yang sekarang. Ibu saya juga kesal dengan saya yang terlalu sering ganti keluarga angkat. Tidak nyaman disini, pindah. Tidak nyaman disana, pindah.

Karena kecewa, saya mati-matian menerangkan ke ibu kalau keputusan saya pindah keluarga sudah bulat. Namun ibu saya mengarahkan coba untuk bicara ke host family lama siapa tahu bisa balik lagi kesana. Lagipula saya sudah tahu sifat keluarga lama, jadi tidak perlu adaptasi lagi.

Memang, saat itu entah kenapa saya merasa malah cara pikir dan perlakuan keluarga lama  membuat saya lebih nyaman ketimbang di keluarga baru ini. Saya merasa benar-benar menyesal pindah ke Laarne dan mengurung diri saja di rumah. Saya juga sering kali merasa bahwa Londerzeel, tempat saya tinggal dulu, justru lebih baik dari lingkungan yang sekarang.

Saya pun sempat menghubungi host mom lama dan menceritakan hal yang sebenarnya. Tapi saya tidak bertanya apakah dia masih mau menerima saya atau tidak. Saya hanya cerita dan minta pendapat tentang apa yang sedang saya alami ini. Dengan diplomatisnya, tentu saja dia menasehati untuk tetap bertahan di keluarga yang sekarang. Nasehatnya sangat bagus sih dan membuat saya berpikir untuk lebih hati-hati dalam bertindak.

Saya juga curhat dengan satu teman au pair yang paling tahu cerita saya di Belgia bagaimana, dari yang paling sedih sampai sangat menyedihkan. Teman saya ini jelas menentang saya habis-habisan kalau ingin kembali ke keluarga lama. Dia sangat tahu apa yang menyebabkan saya ingin keluar dan pindah, dan hal itulah yang dia tanyakan lagi ke saya. Dia menegaskan jangan pernah kembali lagi ke orang yang sudah benar-benar membuat kita sakit hati dan kecewa.

Belum puas juga, akhirnya permasalahan ini saya bawa ke agensi Au Pair Support Belgium. Saya menerangkan kalau saya bermasalah lagi dengan keluarga yang sekarang dan menanyakan apa saja kesempatan yang masih ada untuk saya saat itu. Karena regulasi menerangkan kesempatan ganti keluarga hanyalah sekali dalam kurun waktu setahun atau mau tidak mau saya harus pulang ke negara asal.

Untungnya, karena saya baru seminggu pindah, dokumen pergantian work permit belum diserahkan ke authority bureau, jadinya masih ada kesempatan untuk ganti keluarga baru lagi. Saya juga curhat ke agensi dan meminta pendapat mereka tentang hal ini. Alhamdulillah kali ini agensi tidak hanya memihak ke host family, karena berkali-kali curhat ke mereka, selalu di balas panjang oleh asistennya. Agensi juga sudah siap saja mencarikan keluarga baru, asal saya sudah benar-benar membicarakan hal ini dengan keluarga yang sekarang. Padahal kasus tentang ganti keluarga ini baru keputusan saya saja dan sama sekali belum saya singgung ke host parents.

Yun Shu, au pair pertama mereka dari Cina, yang juga setiap weekend pulang kesini, sering kali juga saya mintai pendapat. Jie jie, biasa dia saya panggil, sebenarnya sedih juga mengetahui saya tidak nyaman tinggal di Laarne. Walaupun sempat jadi au pair keluarga ini sekitar 4 tahun yang lalu, tapi dia juga sebal dengan perlakuan si keluarga yang membuat saya kecewa.

Jie jie juga mendukung keputusan saya kalau ingin ganti family maupun tetap tinggal disini. Sarannya, kalau ingin ganti keluarga, lakukanlah secepatnya dan carilah yang mungkin bisa lebih baik. Begitupun kalau saya ingin tetap tinggal, sebisa mungkin carilah cara agar saya bisa lebih bahagia dan produktif.

Jie jie juga sangat menyayangkan kegiatan saya yang cuma tinggal di rumah setiap hari karena bolos kursus bahasa. Dia sebenarnya mengerti kenapa saya bolos dan dia juga tidak menyalahkan. Tapi katanya akan lebih baik kalau saya tetap mencari kegiatan di luar agar bisa ketemu orang baru dan bicara.

Akhirnya setelah sebulan bergulat dengan rasa kekecewaan, bolos kursus bahasa, kesepian yang menderu gara-gara keseringan di rumah, awal Oktober saya memutuskan untuk tetap tinggal dengan keluarga yang sekarang. Pola pikir saya mulai diubah untuk lebih bijaksana dalam bertindak dan melihat masalah.

Walaupun sudah sempat kecewa, tapi saya berpikir waktu di Eropa sudah tinggal 6 bulan lagi. Kalau saya cuma memendam rasa kecewa dan tinggal di rumah saja, kapan saya bisa eksplorasi dan ketemu orang barunya? Lagipula untuk apa saya jauh-jauh kesini kalau tidak bahagia?

Kejelekan-kejelekan keluarga baru yang sempat membutakan, saya buang jauh-jauh. Saya mulai semangat lagi keluar rumah sekedar cari tempat baru untuk dieksplor. Walaupun tidak ikut kursus bahasa, saya tetap datang ke perpustakaan untuk belajar sendiri. Memang kebanyakan bosannya sih, tapi lebih baik ketimbang ilmu saya tidak berkembang.

Well, ini keputusan yang saya buat, dan saya tidak pernah kecewa atas apa yang sudah putuskan. Saya melihatnya sebagai pembelajaran bahwa ternyata kita tidak bisa selamanya hidup di zona nyaman. Bagi saya tinggal di keluarga yang sekarang adalah di luar zona nyaman saya. Memang agak sulit mengikuti habit dan daily life keluarga baru ini, tapi setidaknya, mereka lebih terbuka dan mau diajak komunikasi. Lagipula saya bersyukur keluarga ini mau menerima saya apa adanya, walaupun sih mereka juga sepertinya agak sungkan saat tahu  saya agak menarik diri dari keluarga mereka.




20 Oktober 2014

Biaya Hidup (baca: Belanja) di Belgia



Setiap berencana ke luar negeri, baik itu untuk urusan jalan-jalan, kuliah, atau jadi au pair, yang harus dipikirkan pastinya adalah masalah biaya hidup. Untuk yang jalan-jalan, mungkin hanya akan memikirkan soal biaya hidup harian yang masanya hanya seminggu sampai sebulan. Namun, bagi mahasiswa dan juga au pair, biaya hidup di Eropa hingga setahun atau dua tahun harus benar-benar dikalkulasi.

Memang standar biaya hidup di Eropa sangat tinggi untuk ukuran orang Indonesia, tapi kembali lagi ke gaya hidup pribadi masing-masing. Walaupun tinggal di Indonesia, kalau setiap minggu nongkrong di kafe, jalan ke bioskop, atau belanja produk branded, pastinya akan sangat boros. Tinggal di Eropa pun, kalau doyan masak dan membatasi untuk jajan di luar, akan sangat menghemat pengeluaran.

Berikut saya berikan gambaran berapa biaya untuk hidup di Belgia tiap kategori:

Akomodasi

Untuk seorang au pair, urusan akomodasi pastinya tidak lagi jadi masalah karena sudah tinggal dengan host family. Bagi mahasiswa yang menempuh pendidikan di Belgia, biasanya akomodasi akan disewakan oleh pihak kampus. Walaupun saya bukan mahasiswa disini, namun yang saya tahu besar biaya sewa asrama kampus sekitar €400/bulan.

Karena host family saya yang sekarang punya student housing di beberapa kota di Belgia, mereka cerita menawarkan biaya sewa satu kamar €450/bulan di Ghent sudah termasuk dapur, listrik, dan kamar mandi.

Student housing milik host family saya ini bahasanya mirip kos-kosan di Indonesia. Namun jangan salah, student housing di Belgia biasanya punya bangunan dan interior yang sangat modern mirip-mirip apartemen pribadi.

Bahan Makanan

Selama jadi au pair, saya biasanya juga punya tugas belanja bahan makanan tiap minggu. Belanja bahan makanan di Belgia jadi suatu hal yang sangat saya sukai, karena saya bisa langsung membandingkan harga dari satu tempat ke tempat lain dan yang jelas punya pengalaman sendiri selama bergerilya cari tempat termurah. 

Kebanyakan orang Belgia biasanya akan pergi ke supermarket besar seperti Carefour atau Del Haize untuk belanja bahan makanan. Harga yang ditawarkan kedua tempat ini biasanya relatif sama, kecuali untuk Carefour Express atau Louise Del Haize. Kedua tempat terakhir tersebut biasanya punya selisih harga lebih mahal €2-an.

Satu tempat yang sangat saya sukai untuk belanja adalah Colruyt. Dibandingkan Carefour dan Del Haize, harga beberapa bahan makanan di Colruyt lebih murah. Dua supermarket murah terkenal lainnya adalah ALDI dan LIDL.

Berbeda dengan LIDL yang masih menjual makanan dengan merk komersial, bahan makanan yang dijual di ALDI semuanya merk lokal sehingga harga yang ditawarkan pun murah meriah. Jangan harap akan menemukan merk ternama seperti Coca Cola atau Nutella disana. Namun biasanya akan ada alternatif coke atau pasta cokelat lainnya yang mirip dengan merk-merk ternama. Untuk belanja mingguan di ALDI dengan asumsi masak sendiri, kira-kira hanya menghabiskan €10-15.

Di banyak kota besar biasanya akan digelar pasar akhir pekan yang bisa jadi alternatif belanja bahan makanan murah. Selain sayur-sayurannya masih segar, semakin siang biasanya penjual juga akan semakin menurunkan harga. Seperti pasar akhir pekan terbesar di Brussels yang berlokasi di Gare du Midi, karena hari sudah siang saya membeli sekotak sedang stroberi yang masih segar dengan harga €1 saja!

Di beberapa desa kecil lainnya biasanya juga menggelar pasar kaget seminggu sekali dan menjual sayur-sayuran segar. Kegiatan pasar mingguan seperti ini sebenarnya tidak asing di Indonesia, karena setiap hari pun, saya nyaris ke pasar tradisional. Namun jalan-jalan ke pasar di Belgia tentunya akan jadi cerita baru.

Untuk yang sangat suka makan ikan atau seafood seperti saya, belanja ikan di supermarket memang sangat tidak menyenangkan. Selain tidak segar, rasanya juga akan berbeda karena terlalu lama dibekukan. Ikan segar biasanya akan saya temukan di Vrijdagmarkt Ghent setiap hari Jumat atau pasar akhir pekan terbesar yang ada di Brussels. Banyak penjual yang menawarkan ikan-ikan segar dengan mobil besar mereka.

Untuk seekor ikan makarel sedang bisa saya beli dengan harga €1. Untuk salmon, biasa dijual perkilonya sekitar €25 karena sangat fresh dan gemuk. Kalau lagi sangat ingin makan salmon, saya biasanya beli sepotong salmon beku di ALDI seharga €3 yang bisa makan dua kali.

Di pinggir jalan biasanya juga bisa ditemukan kios penjual buah dan sayur-sayuran milik orang Turki yang buka dari Senin sampai Minggu. Harganya lumayan murah dan bisa jadi alternatif belanja, mengingat banyak toko yang tutup di hari Minggu. Semakin sore, biasanya mereka juga akan semakin menurunkan harga buah dan sayuran.

Kios penjual daging halal biasanya hanya dapat ditemukan di kota besar yang kebanyakan penduduknya warga pendatang dari Maroko atau Turki. Cobalah pergi ke daerah yang banyak bermukim kios-kios yang penjualnya pendatang dari kedua negara tersebut, dijamin akan menemukan daging halal disana.

Yang ingin membeli produk makanan dari Indonesia atau Asia, pastinya hanya bisa ditemukan di toko asia. Di Brussels, biasanya saya pergi ke supermaket KamYuen di daerah De Brouckere atau di Antwerp, toko asia bisa ditemukan di sepanjang jalan Chinatown tidak jauh dari Stasiun Antwerpen Central.

Ada juga beberapa toko kecil milik orang Afrika yang menjual bahan makanan khas Afrika dan Asia, namun stoknya tidak banyak atau minim pilihan. Harga yang ditawarkan toko asia ini pun yang pasti akan lebih mahal seperti sebungkus Indomie dijual seharga 55 Sen. Namun hal itu tidak jadi masalah mengingat lidah yang pasti kangen makanan Indonesia.

Transportasi Umum

Belgia punya sistem transportasi sangat baik yang berbeda nama di tiap daerah. Untuk daerah Belgia Utara namanya De Lijn, TEC untuk Belgia Selatan, sementara di Brussels namanya STIB/MIVB. Tarif naik bus sekali jalan €1.55 (lewat SMS), €1.90 (beli di mesin/in advance), hingga €3 (beli di sopir). Sementara untuk tram tarifnya €2.40. 

Kalau sering naik transportasi umum, sebaiknya berlangganan tiket bus dan tram agar lebih murah dan unlimited. Tarif De Lijn/TEC perbulannya €23.60 (di bawah 25 tahun), namun akan lebih murah kalau berlangganan 3 bulan, atau bahkan setahun.

Enaknya lagi, beberapa distrik memberikan diskon hingga 50% bahkan gratis (untuk di atas 65 tahun) bagi warganya yang langganan De Lijn/TEC! Sayangnya, tiket De Lijn hanya bisa dipakai di daerah Flemish dan tidak bisa digunakan untuk naik bus ke Wallonia, maupun sebaliknya.

Hal ini juga dialami saat naik tram atau metro di Brussels. Walaupun sudah punya tiket De Lijn/TEC, sistem tram atau metro di Brussels tidak bisa menggunakan tiket tersebut. Kalau sekali dua kali naik tram sih tidak masalah bayar €2.40, namun kalau keseringan, ya tekor juga. Pilihannya adalah langganan tiket unlimited MTB (Metro-Tram-Bus) yang mencakup keseluruhan  (De Lijn, TEC, metro dan tram di Brussels) dengan biaya €55.50/bulan atau €583/tahun.

Walaupun Belgia adalah negara kecil, namun tidak selamanya bus atau tram bisa menjangkau setiap kota. Ada kalanya kereta (SNCB) merupakan tranportasi umum tercepat untuk menuju satu kota. Tiket kereta sekali jalan dihitung berdasarkan jarak dan bisa dibeli di mesin, loket, atau kondektur.

Sebelum memutuskan untuk membeli Standard Ticket ke satu kota, ada baiknya memilih opsi Go Pass 1 (untuk usia di bawah 26 tahun) yang harga tiket sekali jalannya €6 ke seluruh kota di Belgia.

Jadi kalau dengan Standard Ticket harganya €12 sekali jalan, dengan Go Pass 1 kemana saja hanya €6/sekali jalan. Atau kalau memang sering travelling ke kota Belgia dari utara ke selatan, coba pakai Go Pass 10 yang bisa dipakai 10 kali jalan kemanapun dengan harga tiketnya €55.

Namun, harus diingat ya, cek dulu berapa harga Standard Ticket untuk sekali jalan/pulang-pergi. Karena bisa jadi, harga Standard Ticket yang PP lebih murah ketimbang pakai Go Pass. Atau kalau memang perginya pas akhir pekan, bisa juga beli Weekend Ticket dengan reduksi harga 50% untuk tiket PP.

Outfit Pribadi

One thing you have to know is barang Eropa yang dijual di chain shops itu kebanyakan barang China atau buatan negara ketiga seperti Turki, Bangladesh, Pakistan, bahkan Indonesia! So, apa masalahnya? Ya kalau selama ini dipikiran kita belanja di Eropa itu akan wah sekali, ya nyatanya tidak seperti juga.

Barang-barang yang ASLI buatan Eropa tentunya hanya dijual di butik-butik tertentu dan pastinya sangat mahal. Jadi kalau belanja barang China di Eropa tidak jadi masalah, liriklah deretan chain shops seperti ZARA, Mango, H&M, Forever 21, atau Pull & Bear yang barangnya lumayan bagus dan banyak pilihan.

Tenang saja, walaupun di Indonesia merk-merk tersebut sangat luxurious, tapi disini merk tersebut ya semurah-murahnya Eropa. Mirip Matahari di Indonesia lah, kualitasnya lumayan baik, masih dijangkau kantong, dan selalu ramai (apalagi pas diskon dan akhir pekan).

Atau bisa juga mengunjungi Primark, toko fashion terkenal dari Belanda, yang menjual barang fashionnya murah dengan desain simpel tapi klasik khas Eropa. Di Belgia sendiri, Primark baru ada di LiƩge, Ghent, dan Brussels.

Di butik kecil atau pasar mingguan biasanya juga menjual barang impor China yang dijual dengan harga murah. Tentunya barang tersebut dibuat dengan desain khas Asia yang kyut dan kadang agak lebay.

Untuk sepatu dan tas, beberapa toko yang sudah saya sebutkan di atas juga menjualnya. Kadang satu toko dan toko lainnya punya sepatu atau tas yang agak sama modelnya. Yang cari sepatu boot kulit khas Eropa dengan kualitas lumayan baik, liriklah toko sepatu Tamaris, MANO, atau TODS yang ada di chain shops. Biasanya mereka menjual boot asli buatan Eropa dengan harga paling murah €99.

Favorit saya sebenarnya Tamaris, merk sepatu buatan Jerman. Desainnya simpel, harganya tidak terlalu mahal dibandingkan yang lain, di kaki terlihat bagus, dan yang paling penting nyaman. Lalu untuk tas, karena saya tidak terlalu suka belanja barang ini, jadinya menurut saya, selama dia masih Made in China, ya dimana-mana sama saja. Namun ada satu toko yang pernah saya kunjungi di Ghent menjual produk tas kulit asli Made in Italy dengan harga sekitar €59.

Kalau tidak gengsi, cobalah pergi ke rommelmarkt atau lapak barang second yang digelar setiap akhir pekan di beberapa kota. Selain bisa cuci mata dan menemukan banyak barang antik disana, kita juga bisa mendapatkan barang baru yang dijual murah. Kalau beruntung, kita juga menemukan boot atau tas kulit dengan harga €20 saja. Tapi saya juga pernah membeli boot hitam baru yang lumayan hangat saat cuaca dingin di pasar mingguan Gare du Midi seharga €10.

Empat kali ganti musim, empat kali ganti baju. Karena seringnya orang Eropa belanja setiap pergantian musim, toko-toko juga akan mengadakan big sale setiap dua kali setahun. Tepatnya saat summer di bulan Juli dan winter di bulan Januari. 

Kosmetik

Cari yang asli Made in Belgium, France, Spain, atau Italy? Pilihlah kosmetiknya yang memang asli produk dari Eropa! Rata-rata sampo, sabun mandi, lipstik, atau pelembab yang dijual disini memang benar-benar diimpor dari negara tetangga. Kalau tidak terlalu pilih-pilih merk, bisa beli pasta gigi atau sampo seharga €1-an di supermarket murah seperti ALDI.

Yang suka pakai L'oreal, Maybeline, atau Revlon, supermarket seperti Carefour, Del Haize, atau Colruyt juga menjualnya. Merk-merk khas Eropa lainnya yang agak langka seperti Neutrogena bisa ditemukan di departement store semacam INNO atau toko farmasi.

Untuk yang cari produk kosmetik organik dan natural, bisa ditemukan di Bio Planet, Bio Shop, atau toko organik lainnya yang berlabel "natural". Bisa juga melirik The Body Shop, L'occitane, atau Yves Rocher untuk yang suka aroma buah dan tumbuh-tumbuhan. Parfum juga bisa ditemukan di Icci Paris atau departement store.

Nongkrong dan Jajan

Bagi saya, nongkrong bisa berupa ngobrol-ngobrol di kafe, nonton, ataupun cari light lunch di luar bersama teman. Yang pastinya biaya nongkrong ini pengeluaran yang kita lakukan di luar rumah.

Untuk yang suka ngobrol-ngobrol sambil makan es krim, wafel, ataupun minum kopi, harus merogoh kocek sekecil-kecilnya €4.50. Es krim atau frozen yoghurt mini biasanya berkisar €4-an, wafel polos sekitar €1 (kalau tambah topping yang rame bisa sampai €5), atau kopi sekitar €3. 

Tarif nonton berkisar €10, namun ada diskon tambahan bagi pelajar. Di hari Senin, beberapa bioskop juga memberikan tarif khusus €6 per film. Ada beberapa keuntungan lainnya saat Cinema Days yang diadakan oleh bank BNP Paribas Fortis pertahun. Di akhir bulan September, biasanya pemilik kartu Fortis bisa membeli tiket dengan harga €4.50/film. Lumayan kan?

Yang sering jajan makan siang di luar, siap-siap juga merogoh kocek minimal €6 sekali makan. Makanan siap saji semacam Quick, biasanya menawarkan harga satu burger, kentang, dan minum sekitar €10-15. Yang suka sandwich, bisa pilih Subway atau Panos. Sandwich yang saya suka di Panos itu Di Mare Pikant (sandwich dengan tuna pedas, salad, dan telur) seharga €3. 

Kalau lagi jalan-jalan ke Korenmarkt Ghent, cobalah menu varian sup dengan isi mangkok lumayan banyak plus apel dan roti mini seharga €4 di Soup Lounge, a healthy stopover! Atau juga bisa coba kebab Turki seharga €4-5. Sebagai gambaran, harga seporsi menu di restoran (bisa mie, nasi, atau steak) minimal €8.

Biar hemat, bawa air botol dari rumah karena kalau beli di luar bisa €2. Untuk mahasiswa, biasanya tiap kampus punya kantin yang menjual makanan dengan harga pelajar alias sangat murah. Menu yang ditawarkan pun bervariasi, lingkungan yang bersih, dan yang pasti murahnya itu dong.

Ingin sesekali dining out di restoran wah dan ajak seseorang (bahkan empat orang)? Coba download aplikasi Groupon.inc lewat smartphone! Selain menawarkan paket-paket hotel dan menjual barang, banyak juga kupon-kupon konser atau restoran tertentu dengan harga diskonan.

Lain-lain (Telepon, Hobi,...)

Semenjak di Belgia, saya sangat jarang menggunakan kredit telepon untuk menelepon teman disini atau keluarga di Indonesia. Fasilitas chatting ala media sosial sepertinya "sudah cukup" berkabaran dengan para handai taulan dimanapun berada. Malesnya, baterai handphone pun jadi korban gara-gara paket data yang selalu on. 

Untuk operator di Belgia sendiri ada nama-nama seperti Base, Mobistar, Proximus, Mobile Viking, Lyca Mobile, dan lainnya. Tentunya pilihan harga perbulan bervariasi tergantung pilihan simcard kita, postpaid atau prepaid.

Untuk saya pribadi, €10-15/bulan sudah sangat cukup menjalankan fungsi smartphone. Awalnya saya pilih Base, namun karena dinilai boros, jadinya saya pindah ke Mobistar (on Mobile). Karena hanya tinggal selama setahun di Belgia, saya memilih prepaid card.

Pengalaman pakai Base €10 hanya untuk beli paket data 1GB dan habis. Sementara Mobistar €10 sudah termasuk paket data 750MB, 500SMS, dan kredit telepon €10. Untuk operator lain saya kurang tahu, yang jelas Base dan Proximus adalah salah dua operator dengan tarif termahal.

Oh ya, disini tidak ada kios penjual pulsa. Kalau memang pakai prepaid card dan pulsanya habis, bisa beli voucher di supermarket dan toko khusus kecil atau juga bisa beli via internet lewat akun bank.

Biaya hobi bisa seperti memasak, menjahit, menggambar, atau lainnya. Untuk memenuhi alat-alat yang mendukung hobi, saya biasanya pergi ke toko home & living semacam HEMA, Blokker, CASA, atau IKEA. Selain barangnya lucu-lucu (cocok untuk yang suka interior), harganya juga masih bijaksana dengan isi dompet. Untuk yang suka menggambar, ada beberapa toko khusus yang menjual alat-alat gambar dengan harga Eropa (baca: mahal).

Kalau ingin cari barang-barang elektronik semisal smartphone, laptop, atau aksesoris lainnya, bisa tengok ke Media Markt, Fnac, atau beli online di negara sebelah. Biasanya harga yang ditawarkan di internet sudah termasuk biaya antar ke tempat tujuan.

Yang cari smartphone dengan harga murah, operator seperti Mobistar atau Base biasanya bekerja sama dengan pihak marketing merk smartphone terkenal. Ponsel high class seperti iPhone 5s dijual dengan harga €149.99 tapi syaratnya mesti langganan paket data tahunan minimum €55/bulan.

Sekian gambaran belanja-belinji di Belgia. Yang pasti, setiap orang punya pengeluaran yang berbeda-beda setiap bulannya tergantung dengan gaya hidup. Untuk ukuran seorang au pair dengan uang saku €450/bulan, tentunya tidak perlu lagi memikirkan urusan akomodasi dan makanan. Tapi tetap saja, belanja barang pribadi yang mempercantik diri sukses menyita uang bulanan!



13 Juli 2014

Pengalaman Puasa 22 Jam yang Tetap Nikmat di Eropa



Selain berkesempatan untuk memberi hak pilih untuk pertama kalinya pada Pemilu 2014 di Eropa, Juli ini saya juga merasakan puasa terpanjang selama hidup. Walaupun tidak bisa buka atau sahur dengan keluarga di Indonesia, tapi saya masih bisa melakukannya dengan host family yang sekarang. Alhamdulillah mereka muslim dan menjalankan puasa saat Ramadhan. Asiknya, setiap buka puasa di rumah, merekalah yang selalu masak. Saya kebagian menata piring dan membersihkan dapur saja.

Walaupun sempat ada ketidaknyamanan antara saya dan host mom, tapi host parents ini masih memperlakukan saya dengan baik. Mereka juga selalu masak yang enak-enak dengan menu yang berbeda setiap harinya. Saya jadi bersyukur bisa mencicipi masakan Maroko dan kontinental dari mereka.


Menu berbuka puasa dengan porsi jumbo

Soal puasa tahun ini, host mom saya mengatakan adalah yang terlama di Belgia. Baru kali ini puasa jatuh di bulan Juni. Di Indonesia saya yang biasanya puasa 14 jam, disini jadi 22 jam. Sebelum Ramadhan, hostmom memang sudah mengingatkan kalau ini bakalan berat banget karena saya tidak terbiasa.

Benar sekali, hari pertama puasa badan saya langsung meriang. Selain karena perubahan musim dari spring ke summer, tubuh saya tidak terbiasa yang harus menahan haus dan lapar selama 22 jam. Yang biasanya jam setengah 7 sore sudah buka puasa, di Belgia saya baru bisa buka puasa jam 10 malam. Itu pun digabung dengan sahur. Karena jam 3 sudah fajar dan sulit bangun, saya cuma makan sekali.

Alhamdulillah hanya hari pertama saja yang berat. Hari-hari berikutnya saya bisa menjalani puasa dengan lancar. Lapar dan haus sudah pasti, tapi ibadah rasanya lebih nikmat dijalani di negara non-muslim ini. Karena baru masuk summer, cuaca juga masih sangat mendukung. Paling hangat hanya 25 derajat dan setiap hari nyaris hujan. Untungnya saya juga bukan orang yang suka nongkrong di pinggir jalan, makan-makan, atau ngopi. Jadinya setiap keluar rumah, lihat orang makan dan minum, biasa saja. Alhamdulillah...



11 Juli 2014

Menyudahi Kontrak Au Pair Lebih Awal



Cerita au pair memang banyak yang menggembirakan dan seru, tapi banyak juga yang mengalami kisah sedih dan penuh penyesalan. Sekali lagi, tidak ada yang bisa menjamin kalau keluarga angkat benar-benar akan memperlakukan kita seperti seorang au pair, bukan nanny atau housekeeper. Bahkan seorang agensi pun, tidak bisa memberi jaminan apakah calon keluarga dan calon au pair itu baik atau tidak.

Kadang saya juga mengutuki diri sebagai seorang Asia yang terlalu 'pakai perasaan'. Apa-apa merasa tidak enakan, terlalu banyak berpikir apakah omongan kita kasar atau berlebihan, padahal budaya Barat lebih condong bersikap blak-blakan dan terbuka. Perlunya speak up dan jujur tentang ketidaknyamanan ini sangat penting jika kita merasa ada masalah dengan keluarga angkat.

Sejujurnya saya tidak punya masalah besar dengan keluarga angkat yang sekarang. Mereka masih memperlakukan saya dengan baik, menyiapkan makan malam, bahkan tidak pernah mengatur macam-macam. Masalah terjadi ketika host mom merasa tidak puas lagi dengan hasil kerja saya dan berpikir kalau saya bukanlah orang yang tepat untuk merawat anaknya.

07 Juli 2014

Hal yang Harus Diketahui Sebelum Memutuskan Jadi Au Pair


Nyaris empat bulan saya disini, masih banyak saja tanggapan dan respon positif bahkan negatif dari orang terdekat saat tahu saya sedang di luar negeri. Ada yang menganggapnya wah sekali karena beruntung mendapatkan kesempatan ke luar negeri, ada juga yang menganggapnya biasa saja saat tahu pekerjaan saya sebagai au pair.

Au pair bukanlah pekerjaan yang berjenjang karir, tapi menurut saya program ini bisa memberikan pengalaman yang keren sekali (atau bahkan buruk sekali). Au pair memang bisa disamakan dengan homestay, sebuah program pertukaran budaya yang ditawarkan oleh beberapa yayasan dan beasiswa di Indonesia. Bedanya, kita juga bisa mencari uang dari keluarga tersebut dengan membantu mereka mengurus anak, bersih-bersih, atau melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya.

Upahnya? Jangan dikurs ke rupiah ya. Memang upahnya tergolong tinggi saat dibawa ke Indonesia. Tapi, biaya hidup di Eropa yang juga sama tingginya, menegaskan kalau upah yang kita terima ini sebanding dengan uang saku yang tidak besar nominalnya. Dapat banyak Euro, ya keluarnya banyak juga.

Selain dapat uang saku, enaknya jadi au pair itu...

1. Yang paling utama tentunya adalah tinggal di luar negeri

Tidak semua orang di Indonesia bisa jalan-jalan atau bahkan tinggal di Eropa. Asiknya, kita tinggal dengan keluarga yang akan mensponsori kita ini itu.

Selain kamar pribadi, keluarga biasanya juga mau membiayai tiket pesawat, makanan, asuransi kesehatan, tiket transportasi dalam kota, atau bahkan meminjamkan mobil pribadi! Serunya, dengan tinggal di benua baru, artinya pengalaman yang didapat pun juga baru. Teman  baru, bahasa baru, kebiasaan baru, semuanya menuntut kita untuk lebih tolerir dengan perbedaan.

Pola pikir kita yang tadinya masih konservatif, biasanya akan mengarah lebih open minded. Saya tidak mengatakan kalau konservatif itu jelek ya. Namun, dengan berpikiran lebih terbuka biasanya membuat kita menilai sesuatu dari cara pandang yang lebih baik.

2. Belajar bahasa dan budaya lokal

Salah satu konsep au pairing yang saya suka tentunya kita bisa belajar bahasa dan budaya langsung dari negara asalnya. Saya jadi ingat kata guru saya waktu SMA dulu, untuk apa menghabiskan uang jutaan rupiah belajar bahasa Inggris di Indonesia tapi sehari-hari masih bicara bahasa Indonesia. Lebih baik uangnya dikumpulkan dan belajar langsung di negara dimana bahasa itu diucapkan. Saya setuju 60%!!

Dengan tinggal di negaranya langsung, mau tidak mau setiap hari kita harus bicara, mendengar, dan melihat siaran di TV dengan bahasa lokal. Au pair membuka jalan kita untuk lebih baik belajar bahasa dengan mengikuti kursus bahasa yang biasanya biaya akan ditanggung oleh host family. Baiknya, ini adalah sebuah keharusan untuk semua au pair.

3. Tentunya bisa jalan-jalan keliling Eropa

Dengan uang yang dikumpulkan dari penghasilan perbulan, kita bisa jalan-jalan ke negara tetangga ala backpacker.

4. Lebih mandiri dan bertanggungjawab

Mengatur keuangan pribadi, beres kamar, mengatur waktu kerja dan main hari demi hari, semuanya akan membuat kita lebih mengenal diri sendiri.

Tapi jadi au pair tidak selamanya enak, karena kita juga harus siap menerima segala duka laranya. Karena tidak enaknya jadi au pair itu...

1. Kesepian

It must be right! Sebulan, dua bulan, tiga bulan, mungkin masih oke. Kita mungkin masih bisa happy-happy dan tidak percaya sedang berada di benua lain. Masih senang jalan-jalan, belanja di chain shops, atau update foto-foto keren di tempat wisata.

Tapi banyak juga au pair yang mulai merasa kesepian bahkan di minggu-minggu awal kedatangan. Jauh dari keluarga dan teman terdekat, tinggal di tempat baru, memulai kebiasaan baru, memang tidak mudah bagi banyak orang.

Hal ini juga berlaku walaupun kamu tipe orang yang supel dan easy going. Anak muda Eropa cenderung kaku dan cuek sekali. Jadi jangan harap kita bisa langsung masuk ke lingkungan mereka kalau sebelumnya tidak ada komunikasi.

2. Sendiri

Mungkin kita sudah punya teman dekat di Eropa, sering jalan, atau curhat-curhatan. Tapi ingat, mereka juga selamanya tidak bisa selalu ada untuk kita. Apalagi kalau teman kita juga seorang au pair yang tinggalnya di kota lain dan baru bisa ditemui hanya saat akhir pekan. Kita harus selalu siap untuk jalan-jalan atau merawat diri saat sakit sendirian.

3. Tidak selamanya host family akan memperlakukan kita sebagai keluarga mereka

Beberapa host family malah cenderung memperlakukan kita layaknya "gue udah bayar elo segala macem, jadi kerja yang bener!". Banyak au pair yang punya cerita buruk diperlakukan tidak layak oleh host parents-nya gara-gara mereka merasa sudah membiayai ini itu dan timbal baliknya au pair harus kerja rodi dari pagi ke malam.

Cerita buruk lainnya, host family membatasi makanan untuk au pair di rumah, bahkan menyediakan kamar yang tanpa penghangat. Bisa dibayangkan kan betapa dinginnya kamar itu saat musim dingin? Konsep au pair pada dasarnya tidak menyamakan kita dengan nanny atau housekeeper, tapi praktek yang ada di lapangan menerangkan au pair memang nanny atau housekeeper! Gara-gara ada aupair di rumah, biasanya host family jadi manja dan berpikir kalau apapun yang kotor dan berantakan, biar saja suruh au pair yang mengerjakan.

4. Bersiaplah dengan peraturan baru

Tinggal di rumah orang menyuruh kita untuk bisa lebih membawa diri dan mengorbankan sedikit privasi. Kita mesti adaptasi dengan gaya hidup host family, alat-alat rumah tangga yang modern, bahkan mungkin peraturan lainnya.

Saya mengenal seorang au pair yang mengatakan kalau dia tidak bisa lagi bersuara setelah jam 10 malam karena orang rumahnya termasuk yang sangat sensitif terhadap bunyi. Posisi kamar yang semuanya di lantai atas dan berdekatan membuat suara bisik-bisik pun terdengar dari kamar sebelah. Si keluarga butuh istirahat yang tenang dan au pair ini mau tidak mau harus menonton TV dengan mode mute setelah jam tidur itu.

Peraturan baru yang tidak enak membuat kita harus ekstra sabar dan sadar kalau rumah yang kita tempati adalah rumahnya host family. Biarpun kita dibayar, sekali lagi, itu rumahnya mereka. Mereka yang punya aturan dan bersiaplah diusir kalau kita melanggarnya. Ada cerita seorang au pair yang diusir host family-nya hari itu juga gara-gara selalu pulang di atas jam 1 pagi. Memang tidak baik sih, tapi imbasnya ya bisa diusir kalau berani melanggar.

Sudah sampai mana kamu? Lebih melihat au pair sebagai pekerjaan dengan pengalaman seru yang menantang, atau justru tidak lebih dari sekedar perbudakan?

Kalau menurut kamu au pair ini seru dan wajib kamu coba di usia muda, coba kamu cek dulu apa yang saya nyatakan di bawah ini. Au pair bisa jadi pekerjaan yang menantang karena bagi saya walaupun pekerjaan ini 'cukup' mudah, namun tidak cocok untuk semua anak muda.

Kamu bisa mencoba jadi au pair kalau kamu...

1. Still keep your dream on

Eropa itu bukan cuma tujuan, tapi juga mimpi banyak orang. Percayalah, au pair bisa membuat kamu living in your dream

2. Open-minded

Free sex, minum-minuman keras, living together, itu semua budaya Barat. Kalau kamu tidak siap berkomunikasi atau berteman dengan orang-orang yang melakukan hal itu, lupakan mimpi untuk tinggal di luar negeri. Bukan saya mengatakan bahwa kamu harus mengikuti gaya hidup dan budaya mereka, namun dengan berpikiran open minded, kita akan lebih santai menghadapi tiap perbedaan tanpa perlu lupa akar kita.

3. Punya skill bahasa Inggris yang baik

Menurut saya ini wajib! Walaupun tidak ada syarat mutlak mesti hitung angka TOEFL/IELTS (kecuali Australia), namun kita juga mesti speak up dengan keluarga dan anak asuh. Sudah bahasa lokal belum lancar, ditambah bahasa Inggris yang masih kacau, bagaimana kita bisa berkomunikasi dan mengutarakan maksud nantinya?

4. Mau usaha dan mau belajar

Pilih cari keluarga dengan agensi atau mandiri, it's your choice. Tapi kalau cuma berlandaskan "mau jalan-jalan ke luar negeri" saja tanpa ada usaha, sama saja bohong. Saya punya kenalan yang berkeinginan jadi au pair, namun untuk membuat profil/motivation letter masih minta bantuan orang lain. Apa-apa ditanyakan tanpa mau mengecek langsung apa saja regulasi di tiap negara. Padahal dia bisa coba untuk belajar membuat resume tentang dirinya sendiri dan membaca lebih jeli aturan au pair di tiap negara lewat internet.

5. Siap mandiri, bertanggung jawab, dan patuh peraturan

Jauh dari keluarga dan rumah, cuaca baru, lingkungan baru, makanan baru, sudah siap menghadapi semuanya? Lebih bisa bertanggungjawab terhadap pekerjaan, anak orang, tugas rumah tangga? Baiklah, saya juga benci peraturan apalagi hal itu bisa membatasi diri saya. Namun, tidak semua orang siap dengan peraturan baru yang membuatnya harus mengubah kebiasaan lama di negara asal. Yang paling penting adalah lebih bisa membawa diri dan adaptasi.

6. Suka anak-anak dan pekerjaan rumah tangga

Ya walaupun belum ada pengalaman jadi guru TK atau kerja di daycare, namun setidaknya kamu tidak anti dengan anak-anak. Walaupun nyatanya mereka tidak selamanya menggemaskan tapi suatu kali mereka bisa jadi sosok yang menjengkelkan. Anak-anak orang Barat cenderung well-behaved atau nakal bukan main. Mereka biasanya lebih pintar dari anak seusia mereka dan sangat aktif.

Di lain sisi, kita juga harus melakukan pekerjaan rumah yang bahkan ibu mereka pun tidak pernah mengerjakan. Karena sudah hidup dengan yang serba modern dan canggih, kebanyakan wanita Barat malas melakukan pekerjaan rumah. Pegang sapu atau vacuum cleaner pun kadang tidak pernah.

Nah, orang Asia yang di mata orang Barat rajin pun tidak semuanya rajin-rajin. Jadi intinya, kalau kamu tidak anti mengelap debu, menyetrika pakaian, atau belanja bahan makanan, I bet you can handle it!

Sekarang kamu sudah merasa yakin au pair bisa membuka jalan menuju mimpi mu dan siap mencari keluarga, atau justru baru mau melupakan pekerjaan ini? Think it! Namun kalau kamu masih merasa tertantang mengurus anak bule dan mendapatkan pengalaman baru, selanjutnya adalah usaha mencari host family.

Namun ingat ya, kamu harus...

1. Bisa lebih realistis dan tidak berekspektasi tinggi

Punya pacar bule, minum-minum kopi di kafe dengan teman seru, bergaya ala model catwalk di jalanan Eropa, wah sungguh bayangan yang keren. Namun tinggal di luar negeri tidak selamanya sekeren di teenage dramas. Keluarga yang kamu nilai luar biasa baiknya sebelum ketemu, belum tentu sebaik aslinya.

Tempat tinggal di countryside yang diimajinasi kamu akan hidup tenang damai, bisa menunggang kuda saat musim panas, berpetualang di alam, sepertinya keren sekali, bisa jadi cuma di khayalan belaka kalau kamu tipikal orang yang suka city life. Karena sejujurnya, countryside bisa jadi tempat yang jauh dari keramaian dan membosankan.

Sama kasusnya seperti imajinasi punya pacar bule atau teman-teman seru, hal itu tidak bisa langsung kamu dapatkan setibanya disini. Semuanya butuh proses dan seperti yang saya bilang, anak muda Eropa banyak yang cuek dan masa bodoh. Yakinlah, sesuatu yang bagus-bagus tentang luar negeri belum tentu semuanya seperti yang ada di foto dan cerita novel. Nanti juga ketawan kok jeleknya luar negeri ketimbang Indonesia. Hoho..

2. Ukur kapasitas diri

Ini untuk calon anak asuh yang akan kita urus. Saya tekankan, mengurus 1 anak belum tentu lebih mudah dibandingkan mengurus 3 anak. Apalagi anak yang diurus itu masih bayi dan butuh atensi ekstra. Akan lebih baik kalau tidak mengurus anak di bawah usia 2 tahun, namun mengurus anak di atas usia itupun kemampuan bahasa kita akan diuji karena mereka sudah bisa bicara fasih. Ada baiknya belajar bahasa negara setempat dulu minimal 3 bulan sebelum keberangkatan.

3. Berkomunikasilah sesering mungkin dengan calon host family kita

Akan lebih baik kalau mereka sebelumnya pernah punya au pair. Kita bisa minta kontak mantan au pair mereka dan mengenal host family lebih baik. Dari sini juga bisa ketawan gaya hidupnya host family yang mungkin tidak diceritakan ke kita. Tanyakan juga setiap detail pekerjaan yang akan kita kerjakan.

Kebanyakan, apa yang dinyatakan di kontrak berbeda dengan kenyataan. Tugas akan lebih banyak dari hari ke hari. Tugas yang semula dikerjakan oleh host dad atau host mom biasanya akan digantikan oleh au pair. Hati-hati juga dengan janji manis host family yang akan turut menyertakan kamu saat jalan-jalan ke negara-negara tetangga. Yang ada, kamu malah disuruh babysit anak-anak mereka dengan jam kerja ekstra. Sebaiknya tanyakan apa pekerjaan kamu dengan pasti jika mereka liburan, lalu apakah mereka akan membayar lebih kalau kerja ekstra.

4. Before you go, remember it is definitely not a holiday! 

So, prepare yourself!

Semua cerita au pair tidak sama dan begitu pun setiap keluarga. Walaupun masih banyak keluarga yang menganggap au pair sama dengan nanny atau housekeeper, tapi banyak juga keluarga yang memperlakukan au pair mereka dengan sangat baik layaknya anak atau keponakan sendiri. Jadi jangan takut untuk mengenal pribadi keluarga dan anak yang akan tinggal dengan kita lebih baik sebelum keberangkatan.

Lagipula sejujurnya, tidak ada au pair yang ingin punya masalah dengan host family mereka. The last, if you think you're not rich enough to travel abroad, or you're not smart (and lucky) enough to get a scholarship, then au pair challenges you!


More tips:



emerge © , All Rights Reserved. BLOG DESIGN BY Sadaf F K.