Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Tips Au Pair: Pencarian Keluarga Angkat Tanpa Lelah (Bagian 2)

Sebelum menjadi au pair di Belgia, masa-masa terlama bagi saya adalah proses pencarian keluarga angkat. Siapa bilang mencari keluarga angkat itu mudah? Walaupun di luar sana ada banyak host family yang mencari au pair, tapi justru lebih banyak calon au pair yang sedang mencari keluarga. Meneruskan cerita pencarian keluarga disini , saya akan berbagi sedikit tips bagaimana mencari keluarga angkat.  Tentukan negara dan cek regulasi Sebagai pemegang paspor Indonesia, tidak semua negara menerima au pair dari Indonesia. Beberapa negara di Eropa pun punya regulasi khusus yang dibutuhkan calon au pair sebelum memulai permohonan visa. Karena saya sering mengecek banyak regulasi di beberapa negara, saya berikan gambaran negara-negara yang bisa dijadikan pilihan mencari keluarga angkat. Namun yang saya terangkan disini hanyalah penilaian saya sendiri dan pengalaman teman au pair lainnya. Bagi yang ingin mengecek regulasi umum seperti batas umur, gaji, dan liburan, bisa di- goog

Ketika Au Pair Bermasalah dengan Keluarga Angkat

Au pair mana yang ingin punya masalah dengan keluarga angkat mereka? Terlebih lagi setelah lama kenalan dan bicara via Skype, mereka merasa sudah kenal satu sama lain dengan lebih baik. Namun ekspektasi sebelum berangkat tak jarang selalu berbeda dengan realita. Mendengar cerita dari teman-teman au pair yang lain, banyak dari mereka mendapati kenyataan yang berbeda dengan kontrak tertulis yang sudah dibuat bersama. Bukan hanya seorang au pair, banyak keluarga angkat yang merasa surprise juga mendapati au pair yang ternyata berbeda dari yang mereka kenal selama ini. Bisa jadi seleksi host family - au pair ini sebuah perjudian. Sebenarnya au pair, terlebih yang dari Indonesia, tidak pernah meminta aneh-aneh juga dari host family . Setidaknya, host family harus lebih menghargai kontrak kerja, jujur, dan jangan terlalu mean . Kebanyakan yang tertulis di kertas hanyalah formalitas belaka. Host family juga kadang tidak jujur dengan apa yang ditulis disana. Padahal y

Keluarga Baru, Masalah Baru

Melanjutkan dari kisah au pairing saya yang bermasalah dengan keluarga lama, akhirnya saya sekarang sudah pindah ke rumah keluarga baru di Laarne, sebuah desa kecil dekat Ghent, sejak awal September lalu. Banyak lika-liku sebelum akhirnya bisa pindah kesini. Dari yang mulai sempat ada selisih paham dengan host mom lama, uang saya yang sampai sekarang tidak dibayar oleh host mom, sampai rasa kecewa dengan keluarga baru ini. Sejujurnya, kisah saya sampai ganti family ini juga agak up and down . Awalnya sih saya bahagia sekali bisa pindah keluarga, apalagi dari hasil diskusi sebelumnya dengan host parents ini, membuat saya merasa keluarga yang sekarang benar-benar ideal dan jauuuuh lebih baik dari keluarga sebelumnya. Namun, tentu saja tidak ada keluarga yang benar-benar sempurna. Walaupun saya awalnya merasa keluarga ini jauh lebih baik, tetap saja saya merasa dikecewakan.  Memang sih, rasa kecewa itu sekarang sudah saya pendam dalam-dalam dan berlapang hati saja, tapi bukan t

Biaya Hidup (baca: Belanja) di Belgia

Setiap berencana ke luar negeri, baik itu untuk urusan jalan-jalan, kuliah, atau jadi au pair, yang harus dipikirkan pastinya adalah masalah biaya hidup. Untuk yang jalan-jalan, mungkin hanya akan memikirkan soal biaya hidup harian yang masanya hanya seminggu sampai sebulan. Namun, bagi mahasiswa dan juga au pair, biaya hidup di Eropa hingga setahun atau dua tahun harus benar-benar dikalkulasi. Memang standar biaya hidup di Eropa sangat tinggi untuk ukuran orang Indonesia, tapi kembali lagi ke gaya hidup pribadi masing-masing. Walaupun tinggal di Indonesia, kalau setiap minggu nongkrong di kafe, jalan ke bioskop, atau belanja produk branded , pastinya akan sangat boros. Tinggal di Eropa pun, kalau doyan masak dan membatasi untuk jajan di luar, akan sangat menghemat pengeluaran. Berikut saya berikan gambaran berapa biaya untuk hidup di Belgia tiap kategori: Akomodasi Untuk seorang au pair, urusan akomodasi pastinya tidak lagi jadi masalah karena sudah tinggal d

Pengalaman Puasa 22 Jam yang Tetap Nikmat di Eropa

Selain berkesempatan untuk memberi hak pilih untuk pertama kalinya pada Pemilu 2014 di Eropa, Juli ini saya juga merasakan puasa terpanjang selama hidup. Walaupun tidak bisa buka atau sahur dengan keluarga di Indonesia, tapi saya masih bisa melakukannya dengan host family yang sekarang. Alhamdulillah mereka muslim dan menjalankan puasa saat Ramadhan. Asiknya, setiap buka puasa di rumah, merekalah yang selalu masak. Saya kebagian menata piring dan membersihkan dapur saja. Walaupun sempat ada ketidaknyamanan antara saya dan host mom , tapi host parents ini masih memperlakukan saya dengan baik. Mereka juga selalu masak yang enak-enak dengan menu yang berbeda setiap harinya. Saya jadi bersyukur bisa mencicipi masakan Maroko dan kontinental dari mereka. Menu berbuka puasa dengan porsi jumbo Soal puasa tahun ini, host mom saya mengatakan adalah yang terlama di Belgia. Baru kali ini puasa jatuh di bulan Juni. Di Indonesia saya yang biasanya puasa 14 jam, disini jadi 22 ja

Menyudahi Kontrak Au Pair Lebih Awal

Cerita au pair memang banyak yang menggembirakan dan seru, tapi banyak juga yang mengalami kisah sedih dan penuh penyesalan. Sekali lagi, tidak ada yang bisa menjamin kalau keluarga angkat benar-benar akan memperlakukan kita seperti seorang au pair, bukan nanny atau housekeeper . Bahkan seorang agensi pun, tidak bisa memberi jaminan apakah calon keluarga dan calon au pair itu baik atau tidak. Kadang saya juga mengutuki diri sebagai seorang Asia yang terlalu 'pakai perasaan'. Apa-apa merasa tidak enakan, terlalu banyak berpikir apakah omongan kita kasar atau berlebihan, padahal budaya Barat lebih condong bersikap blak-blakan dan terbuka. Perlunya speak up dan jujur tentang ketidaknyamanan ini sangat penting jika kita merasa ada masalah dengan keluarga angkat. Sejujurnya saya tidak punya masalah besar dengan keluarga angkat yang sekarang. Mereka masih memperlakukan saya dengan baik, menyiapkan makan malam, bahkan tidak pernah mengatur macam-macam. Masalah t

Hal yang Harus Diketahui Sebelum Memutuskan Jadi Au Pair

Nyaris empat bulan saya disini, masih banyak saja tanggapan dan respon positif bahkan negatif dari orang terdekat saat tahu saya sedang di luar negeri. Ada yang menganggapnya wah sekali karena beruntung mendapatkan kesempatan ke luar negeri, ada juga yang menganggapnya biasa saja saat tahu pekerjaan saya sebagai au pair. Au pair bukanlah pekerjaan yang berjenjang karir, tapi menurut saya program ini bisa memberikan pengalaman yang keren sekali (atau bahkan buruk sekali). Au pair memang bisa disamakan dengan homestay, sebuah program pertukaran budaya yang ditawarkan oleh beberapa yayasan dan beasiswa di Indonesia. Bedanya, kita juga bisa mencari uang dari keluarga tersebut dengan membantu mereka mengurus anak, bersih-bersih, atau melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya. Upahnya? Jangan dikurs ke rupiah ya. Memang upahnya tergolong tinggi saat dibawa ke Indonesia. Tapi, biaya hidup di Eropa yang juga sama tingginya, menegaskan kalau upah yang kita terima ini sebandin