Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Cowok Norwegia di Online Dating

Saya tidak pernah berpikir untuk kembali berkencan dan mencari teman jalan lagi di Norwegia. Terakhir kali menggunakan situs kencan adalah tahun lalu, saat masih di Denmark. Ketika saya masih jadi serial dater , lalu lelah sendiri sampai akhirnya bertemu seseorang yang menurut saya ' the one' . Sayangnya karena saat itu tahu harus LDR, kami sama-sama sepakat untuk putus hubungan. Sedih, patah hati, lalu malas mencari lagi, karena menurut saya cowok Eropa Utara itu rata-rata  untouchable dan sangat tertutup. Makanya saat bertemu si the one , saya tidak tertarik mengenal cowok mana pun lagi. Asal kalian tahu, mencari cowok yang kalian mau di Eropa Utara itu susah. Berbeda halnya jika kalian ke Barat, mungkin sudah jadi bahan rebutan alias mudah saja mendapatkan pasangan. Mengapa, karena cowok Barat lebih terbuka, berani, dan penasaran dengan identitas kalian. Asal dari mana, lagi apa di negara mereka, sudah berapa lama? Pokoknya mudah diajak diskusi dan jalan. Kali ini

Mengurus Anak Lebih Mudah Ketimbang Mengurus Tanaman

Beberapa waktu yang lalu saya melihat Instagram Story seorang teman berkata bodoh, “kelihatannya lebih mudah mengurus tanaman ya daripada mengurus anak”. Saya menahan napas sejenak. Lalu rasanya ingin saya kuncit mulut doi dan jambak rambutnya.  Segitunya saya, karena si teman ini guru TK dan mantan au pair juga. Yang saya tahu, anak-anak yang pernah diurusnya berusia 4-6 tahunan. Mungkin karena host kids -nya sudah cukup mandiri, makanya doi anteng saja mengajak main, mendadani, atau memberi makan. Beres. Saya sudah tiga kali jadi au pair dan anak-anak yang saya urus usianya beragam, mulai dari 3 minggu sampai 12 tahun. Jam terbang saya tentu saja lebih tinggi karena pengalaman mengasuh anak lebih banyak, terutama bayi. Sebagai informasi juga, saya pernah jadi guru TK selama lebih dari setahun setengah. Kalau disuruh memilih antara mengurus tanaman atau anak, tentu saja saya ingin menjerit lebih baik mengurus tanaman. Si tanaman tidak perlu kalian gendong, suapi, mandikan, ataup

Denmark, Negara Terburuk untuk Au Pair

Memegang peringkat ke-3 (2018) sebagai negara terbahagia di dunia, tidak membuat Denmark menjadi tempat yang membahagiakan bagi para au pair. Terbukti dengan adanya wacana untuk melarang semua au pair non-Eropa di awal tahun 2018 kemarin, semakin menguatkan fakta bahwa peran au pair tidak lagi sama di negara ini. Au pair berasal dari bahasa Prancis "at par" atau "equal to" , yang mengindikasikan bahwa status au pair mesti disejajarkan, dianggap, dan diperlakukan seperti keluarga, bukan sebagai tukang bersih-bersih. Au pair mulai diperkenalkan di tahun 1840 saat keluarga kelas menengah merasa membutuhkan pengasuh untuk merawat anak-anak mereka di zaman perang. Biaya pengasuh saat itu sangat mahal, sehingga hanya bangsawan elit saja yang bisa membayar upah pekerja. Karena banyaknya permintaan inilah, gadis-gadis muda dari kelas menengah yang ingin mandiri dan menghasilkan uang sendiri bekerja sebagai pengasuh lepas. Agar gadis-gadis ini tidak sama layaknya &#

5 Hal yang Harus Dihindari Antar Au Pair

Dunia au pair itu sebetulnya sempit dan sederhana. Kamu tidak akan menemukan masalah terpelik di dalamnya selain problematika keluarga dan anak-anak. Meskipun au pair adalah program pertukaran budaya dipadu dengan part-time job , tapi entah kenapa ada saja yang menjadikan status ini sebagai kompetisi. Beda keluarga, beda perlakuan. Ibaratnya kamu bekerja di satu perusahaan, lalu teman mu kerja di perusahaan lain, pastinya treatment yang kalian dapatkan tidak akan sama. Mungkin konsepnya sama, sama-sama kerja 5-6 jam per hari. Tapi jadwal libur, tugas, serta fasilitas pastinya berbeda. Bagi kalian au pair senior atau pun au pair baru, berikut hal yang menurut saya menyebalkan dan harus dihindari:

Calon Au Pair, Waspada Penipuan!

Saya tahu, mimpi untuk ke luar negeri rasanya tidak pernah padam. Keinginan untuk segera berangkat, tinggal di negara empat musim, dan melihat salju sudah terpatri sekian lama. Setelah tahu bahwa au pair bisa membawa mu ke luar negeri dengan 'mudah', kamu pun sangat bersemangat mencari keluarga angkat di negara impian. Sayangnya, rasa suka cita calon au pair ini kadang tidak bersamaan dengan kewaspadaan. Tidak sedikit pembaca blog saya yang mengadu bahwa calon host family mereka terlihat mencurigakan dan minta uang. Saya perlu tekankan bahwa untuk jadi au pair itu tidak ada syarat deposito uang dimana pun. Kita hanya perlu menanggung biaya visa dan bayar biaya aplikasi ke imigrasi negara tersebut. Beberapa au pair ada yang harus menanggung tiket perjalanan mereka sendiri, tapi itu pun setelah ada kesepakatan dengan keluarga angkat. Ke Australia beda lagi, itu bukan pakai visa au pair, tapi Working Holiday Visa (WHV) . Makanya ada syarat menunjukkan bukti finansial agar

Biaya Hidup (baca: Belanja) di Norwegia

Bagi orang Indonesia, biaya hidup di negara-negara Skandinavia memang terkenal sangat tinggi. Tapi kalau sudah tinggal, hidup, dan bekerja disini, kamu mulai berhenti membandingkan harga dengan di Indonesia karena para pekerja di tiga negara ini mendapatkan upah tinggi yang juga sepadan dengan biaya hidup besar tersebut. Saya beruntung bisa tinggal selama 2 tahun di Denmark yang biaya hidupnya pernah saya rincikan disini . Setelah hampir 8 bulan pindah ke Oslo, Norwegia, saya kadang masih suka membandingkan harga barang-barang di Oslo dan Kopenhagen. Biaya hidup di Norwegia dinilai salah satu dari yang tertinggi di Eropa dan dunia, sementara Oslo, masuk ke daftar salah satu negara termahal untuk ditinggali. Saya akui, uang saku  sebagai au pair di Norwegia memang lebih tinggi dibandingkan di Denmark dulu. Tapi pajak serta biaya hidup di Oslo yang tinggi juga membuat saya kewalahan mengatur keuangan . I am (indeed) stop comparing the price, but I can't stop spending money ou

Jadi Au Pair ke Amerika? Bisa!

Dari dulu saya tidak pernah berani merekomendasikan Amerika Serikat sebagai negara tujuan au pair Indonesia karena syarat visanya yang tidak mudah. Selain itu, saya juga jarang sekali mendengar ada au pair Indonesia yang datang langsung dari Indonesia untuk jadi au pair kesana. Ada buku Keliling Amerika Ala Au Pair yang ditulis oleh Ariane O. Putri di tahun 2014 sempat membahas pengalamannya jadi au pair di Amerika selama 2 tahun. Tapi saya belum sempat membaca bukunya, jadi tidak tahu apa saja rintangan dalam mengurus visa kesana. Saya sendiri sebetulnya tidak terlalu tertarik datang ke Amerika Serikat karena miskin budaya dan bahasa. Tapi banyak sekali pembaca blog saya yang ternyata berminat ke Amerika dan berulang kali bertanya apakah bisa jadi au pair kesana. Beberapa tulisan lawas saya secara tegas menyatakan kalau pemegang paspor Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Amerika karena tidak berkualifikasi. Dulu saya berpikir, untuk datang ke Amerika kita harus menunjuk s

Pengalaman Pertama Ikut Emirates Open Day di Norwegia

Meneruskan postingan bulan lalu , Sabtu pagi, jam 5.45 saya sudah bangun dan segera menyiapkan diri. Make up mesti on , rambut harus klimis dan rapih, serta tidak lupa membawa stocking cadangan dan pump shoes ke dalam tas. Sengaja sepatu ditaruh di dalam tas, karena kebesaran dan kurang nyaman dipakai menuju ke lokasi. Hari itu saya harus segera berangkat jam 7 pagi karena Open Day akan dimulai jam 8 tepat. Lalu betul saja, membawa stocking cadangan memang ide yang baik karena stocking yang saya pakai entah mengapa robek saat menunggu bus di halte. Open Day diadakan di Radisson Blu Plaza Hotel yang hanya 4 menit jalan kaki dari stasiun utama Oslo. Saya sampai jam 7.40 lalu segera mengganti sepatu sesaat sebelum masuk hotel. Masuk ke lobi, saya mencari toilet untuk langsung mengganti stocking dan mengecek penampilan sebelum menuju ruangan rekrutmen yang berada di lantai 33. Tiba di lokasi, saya langsung pasang senyum cemerlang dan menyapa beberapa orang yang sudah data

Persiapan Ikut Tes Pramugari di Oslo

Kali ini saya akan sedikit cerita pengalaman yang berbeda saat tinggal di Eropa. Dari zaman lulus SMA dulu, saya memang sudah penasaran dan ingin coba ikut tes pramugari. Tapi belum kesampaian karena sibuk daftar masuk kuliah. Saat kuliah, tertarik ikut tes Lion Air, Garuda Indonesia, dan AirAsia di Palembang, tapi tidak percaya diri karena muka saya saat itu masih jerawatan. Apalagi katanya maskapai lokal sangat  strict dengan penampilan sampai tidak boleh ada bekas luka sedikit pun. Keinginan ingin ikut tes ternyata masih ada sampai lulus kuliah. Tapi sumpah, saya tetap tidak berani ikut tes pramugari maskapai lokal karena sudah minder duluan. Dari masalah berat badan sampai bekas luka yang saat itu masih nampak. Ingin ikut tes maskapai internasional, tapi semuanya selalu diadakan di Jakarta. Jujur saja, saya malas terbang mahal-mahal dari Palembang ke Jakarta hanya untuk Walked-in Interview . Ya kali langsung lolos. Kalau tidak, rugi di ongkos. Pindah ke Eropa, entah bagaim

6 Hal yang Saya Rindukan Sejak Menjadi Au Pair

Berkesempatan tinggal di luar negeri adalah salah satu pengalaman transformatif dan tak terlupakan seumur hidup. Bisa karena melanjutkan sekolah, mendapatkan pekerjaan di perusahaan asing, ikut suami migrasi, atau pun jadi au pair. Namun apapun alasannya, semua orang mengakui bahwa hijrah ke luar negeri itu tidak mudah . Kamu harus berlatih untuk adaptasi dengan budaya baru, memaksa diri untuk belajar bahasa lokal, berpikiran lebih terbuka dengan perbedaan, sampai memaklumi rasa kesepian. Saya sendiri merasa beruntung selama hampir 4 tahun ini jadi au pair dan bisa tinggal di 3 negara berbeda di Eropa. Tapi jadi au pair di Eropa tentu saja tidak selamanya bahagia. Di Eropa Utara, kebanyakan orang lokalnya terkenal tertutup dan tidak terlalu membuka kesempatan untuk berteman dengan orang baru. Jadi pelajar atau ikut suami masih lebih baik, meskipun sama-sama homesick , namun setidaknya setiap hari bertemu teman di kelas ataupun ada yang bisa diajak mengobrol di rumah. Jadi au pai

Dari Kencan Jadi Teman

Kalau kamu berpikir fungsi  online dating di Eropa hanya untuk cari pacar , gebetan, atau teman tidur, then think again . Seorang kenalan saya malah mendapatkan pekerjaan dari cowok yang dikenalnya lewat OK Cupid. Saya, ketimbang mencari pacar, malah lebih memanfaatkan online dating sebagai wadah mencari teman jalan. Dari awal main OK Cupid dan Tinder, saya memang sudah tidak ada niat mencari pasangan. Mengapa, karena pertama kali menggunakan OK Cupid saat itu posisinya saya sedang di Belgia. Beberapa bulan kemudian, saya sadar harus pulang ke Indonesia. Jadi daripada capek-capek memikirkan para si bule Belgia itu dan memutuskan LDR, saya lebih memilih untuk mencari pengalaman jalan saja dengan mereka. Cari teman via online dating sebetulnya mengkhinati tujuan utama online dating itu sendiri. But, actually it worked! 

Mengurus Visa Kunjungan Keluarga (Au Pair) ke Norwegia

Salah satu tujuan saya jadi au pair lagi di Norwegia adalah berharap bisa mengundang keluarga datang ke Eropa suatu hari nanti. Saya sudah sering jalan-jalan di Eropa, saatnya berbagi kebahagiaan dengan keluarga di rumah. Sekembalinya ke Norwegia, saya pun mantap mengundang ibu atau adik saya ke Oslo sekalian jalan-jalan ke beberapa negara Schengen. Niatnya mereka ingin berkunjung Januari tahun depan karena lagi low season . Tapi saya paham bagaimana Eropa Utara saat musim dingin , akhirnya liburan dimajukan ke musim gugur tahun ini. Hanya adik saya yang akan datang karena bertepatan dengan libur sekolahnya. Ibu saya enggan karena sedang sibuk dan takut kalau harus pulang pergi sendirian. Maklum, ibu saya memang tidak bisa bahasa Inggris sama sekali dan ditakutkan akan ada masalah di bandara nantinya. Adik saya sekarang tinggal dan sedang belajar di Cina, jadi starting point akan dimulai dari Shanghai Pudong. Karena sudah berniat mengundang keluarga ke Eropa, saya yang akan bert

Mengasuh Anak-anak Keluarga Eropa

If people think, I want to be an au pair (this long) because I love kids, that's totally wrong!  Though, I am so good at faking it.  Lasse, host dad Norwegia, menyapa saya dengan muka lelah di pagi yang cerah. Dia mengadu kalau si kakak tak henti-hentinya bangun dan menangis sejak jam 2 pagi. Tak jelas apa sebabnya, tapi si bapak ini harus bolak-balik menenangkan si anak. " Too much work to do also. I am so tired ," keluhnya sambil tetap tersenyum. Tidak sekali ini saja si bapak mengeluh tentang gaya hidupnya yang berubah sejak punya anak. Lasse memang jujur dalam banyak hal dan tidak segan menceritakannya ke orang baru, seperti saya. Dari foto lamanya yang saya lihat, si bapak dulunya sangat menjaga bentuk badan dengan cara terus berolahraga. " Now I even have no time to exercise ," keluhnya lagi di waktu yang lain. " I am actually exhausted. I'd rather watch a movie, than run. But it's obligatory! Too much fatty food last weekend