Langsung ke konten utama

Mengurus Anak Lebih Mudah Ketimbang Mengurus Tanaman


Beberapa waktu yang lalu saya melihat Instagram Story seorang teman berkata bodoh, “kelihatannya lebih mudah mengurus tanaman ya daripada mengurus anak”. Saya menahan napas sejenak. Lalu rasanya ingin saya kuncit mulut doi dan jambak rambutnya. 

Segitunya saya, karena si teman ini guru TK dan mantan au pair juga. Yang saya tahu, anak-anak yang pernah diurusnya berusia 4-6 tahunan. Mungkin karena host kids-nya sudah cukup mandiri, makanya doi anteng saja mengajak main, mendadani, atau memberi makan. Beres.

Saya sudah tiga kali jadi au pair dan anak-anak yang saya urus usianya beragam, mulai dari 3 minggu sampai 12 tahun. Jam terbang saya tentu saja lebih tinggi karena pengalaman mengasuh anak lebih banyak, terutama bayi. Sebagai informasi juga, saya pernah jadi guru TK selama lebih dari setahun setengah. Kalau disuruh memilih antara mengurus tanaman atau anak, tentu saja saya ingin menjerit lebih baik mengurus tanaman. Si tanaman tidak perlu kalian gendong, suapi, mandikan, ataupun ajak bermain. Si tanaman juga tidak akan menangis di tengah malam ataupun berisik minta dibelikan jajanan saat di jalan.

Saya tidak perlu punya keturunan lebih dahulu untuk tahu betapa lelah dan stressnya mengasuh anak. Mungkin akan ada yang berkomentar, “mengasuh anak sendiri berbeda dengan mengasuh anak orang”. No, peeps. It’s totally the same! Jangan mentang-mentang para host kids tidak lahir dari rahim saya, lalu bisa diperlakukan ala kadarnya. Tentu saja tidak. Saya tetap berperan layaknya orang tua ketiga yang ikut mengasuh dan menyayangi mereka. Pola asuh yang sering orang tuanya terapkan pun selalu saya aplikasikan juga ke anak-anaknya. Apalagi selain dibayar, saya mendapat kepercayaan penuh dari si orang tua langsung.

Sama seperti halnya hewan peliharaan yang masuk menjadi bagian anggota keluarga. Meskipun hewan tersebut bukan dari kandungan kita, mustahil kita bisa memperlakukan mereka seenaknya. Ada rasa tanggung jawab, kasih sayang, dan peduli yang kita curahkan. Dipeluk, diberi kandang yang layak dan makanan yang sehat, serta dibawa ke dokter kalau sakit. Bedanya, hewan peliharaan tidak akan seberisik anak-anak. Hewan peliharaan juga tidak perlu ditimang ataupun diganti popoknya setiap waktu.


Lalu mungkin ada lagi yang berkomentar, “alah.. situ kan cuma babysitter yang jaga bayi sebentar-sebentar, tidak 24 jam. Mana tahu seninya mengurus anak.” Kalau masalah pengalaman, jam terbang saya lagi-lagi lebih lama dari para ibu muda yang ada di luar sana. Saya pernah 'dikarunia' tugas mengasuh dua anak berusia di bawah 3 tahun plus satu anjing selama 4 hari 3 malam saat orang tua mereka liburan ke Inggris. Ini yang babysitting-nya non stop 4 hari. Belum lagi babysitting lain yang harus juga saya tangani. Saking fokusnya dan harus membagi atensi ke semua anak, saya sampai tidak punya waktu untuk mandi dan mengurus laundry. Lelah sekali. Saat mengajak anjing jalan pun, dua anak lainnya mesti diajak. Ya jadilah stroller penuh membawa para asuhan. Belum kali kalau si bayi teriak lapar, si kakak minta tambahkan susu, sementara perut saya pun sudah merongrong minta makan. Aaaargghh!

Si teman saya tadi mungkin belum pernah berurusan dengan popok kotoran, jeritan bayi di pagi hari, intervensi saat tidur, ataupun lelahnya raga saat harus mengurus para anak ketika tantrum menyerang. Di pikirannya mungkin punya anak itu selalu menyenangkan ataupun menggemaskan. There.. there.. the truth is far from that! Main dulu yang jauh, bertemanlah dengan para ibu muda yang sering juga mengeluh saat mengurus anak. Kalau perlu, latihan dulu mengasuh anak orang di bawah usia 5 tahun selama satu minggu penuh agar tahu mana tanaman, mana anak-anak.

Children are nightmares and uneasy creatures. Jangan pernah samakan mereka dengan tanaman. Ada pikiran, tenaga, waktu, dan materi yang dikorbankan untuk mereka. Bahkan ada yang mengatakan, mengurus dan mendidik anak perempuan lebih sulit ketimbang mengurus 10 ekor kerbau. Jadi kalau disuruh pilih mengurus anak, hewan peliharaan, atau tanaman, saya mencoret opsi pertama 


Komentar

  1. Hi ka nin
    Saya seorang laki2. Bisakah saya menjadi au pair?. Nanti setelah lulus smk saya ingin berkeliling dunia gitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa. Tapi peluangnya keciiiiiil banget, soalnya hf lebih prefer cewek sih. Kalo kamu bisa meyakinkan mereka, apalagi kalo anaknya cowok semua, mungkin aja bisa mengubah pikiran hf buat nge-hire kamu. Sukses ya :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita tetaplah bagi

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola

Guide Untuk Para Calon Au Pair

Kepada para pembaca blog saya yang tertarik menjadi au pair, terima kasih! Karena banyaknya surel dan pertanyaan tentang au pair, saya merasa perlu membuat satu postingan lain demi menjawab rasa penasaran pembaca. Mungkin juga kalian tertarik untuk membaca hal-hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair  ataupun tips seputar au pair ? Atau mungkin juga merasa tertantang untuk jadi au pair di usia 20an, baca juga cerita saya disini . Saya tidak akan membahas apa itu au pair ataupun tugas-tugasnya, karena yang membaca postingan ini saya percaya sudah berminat menjadi au pair dan minimal tahu sedikit. Meskipun sudah ada minat keluar negeri dan menjadi au pair, banyak juga yang masih bingung harus mulai dari mana. Ada juga pertanyaan apakah mesti pakai agen atau tidak, hingga pertanyaan soal negara mana saja yang memungkinkan peluang kerja atau kuliah setelah masa au pair selesai. Oke, tenang! Saya mencoba menjabarkan lagi hal yang saya tahu demi menjawab rasa penasar

Berniat Pacaran dengan Cowok Skandinavia? Baca Ini Dulu!

"Semua cowok itu sama!" No! Tunggu sampai kalian kenalan dan bertemu dengan cowok-cowok tampan namun dingin di Eropa Utara. Tanpa bermaksud menggeneralisasi para cowok ini, ataupun mengatakan saya paling ekspert, tapi cowok Skandinavia memang berbeda dari kebanyakan cowok lain di Eropa. Meskipun negara Skandinavia hanya Norwegia, Denmark, dan Swedia, namun Finlandia dan Islandia adalah bagian negara Nordik, yang memiliki karakter yang sama dengan ketiga negara lainnya. Tinggal di bagian utara Eropa dengan suhu yang bisa mencapai -30 derajat saat musim dingin, memang mempengaruhi karakter dan tingkah laku masyarakatnya. Orang-orang Eropa Utara cenderung lebih dingin terhadap orang asing, ketimbang orang-orang yang tinggal di kawasan yang hangat seperti Italia atau Portugal. Karena hanya mendapatkan hangatnya matahari tak lebih dari 3-5 minggu pertahun, masyarakat Eropa Utara lebih banyak menutup diri, diam, dan sedikit acuh. Tapi jangan salah, walaupun dingin dan hampa