Skip to main content

Posts

Showing posts from 2020

How Are You, Nin?

I.. am pretty drained! Sebelumnya, terima kasih banyak untuk kalian yang sering DM ke Instagram saya demi mengecek apakah ada postingan terbaru di blog. December is a severe month dan saya memang harus pandai mengatur waktu agar 2020 berakhir dengan indah. Dari awal Desember, saya disibukkan dengan tugas akhir proyek dimana saya dan teman setim mesti lembur demi menyelesaikan 2 presentasi akhir, baik di kelas maupun di perusahaan tempat kami magang. Yang satu ini selesai, masih ada 3 tugas laporan lain menunggu sampai tenggat waktu 18 Desember. Rasanya sangat puas dan plong ketika semuanya selesai serta menyadari saya berhasil survive tanpa ada masalah mental sedikit pun. Tahun ini memang berat untuk semua orang; terutama bagi para mahasiswa asing di Norwegia yang harus kehilangan pekerjaan, tinggal di kos kesepian, online learning , dan terkurung belum bisa pulang ke negara asal. Salah satu kolega saya di kantor yang baru 3 bulan bekerja, harus mengundurkan diri lantaran punya masa

Bahasa, Tantangan Terbesar Hidup di Norwegia

Minggu-minggu terberat semester tiga hampir berakhir, sampai saya punya jeda meluangkan waktu menulis lagi di blog. Proyek kami magang di perusahaan ditutup dengan presentasi dan laporan besar yang proses pembuatannya saja memakan waktu tiga minggu. Belum lagi ada tiga tugas individu lain yang tenggat waktunya saling berdekatan. Semuanya menggunakan bahasa Inggris yang memang jadi bahasa pengantar kelas Master di banyak universitas di dunia. Tapi semakin sering menulis laporan dan presentasi, ada hal yang akhirnya saya sadari; whatever I say or write in English, it doesn't come out right! Nilai bahasa Inggris saya saat mendaftar S2 dulu sebetulnya tak terlalu jelek, namun lama-lama perkembangan bahasa Inggris saya justru semakin menurun! Why is my English getting worse?! Call me arrogant , tapi dulunya saya memang pernah dikira orang Amerika karena aksen Inggris saya terdengar seperti native — setidaknya saat berbicara.  Delapan bulan tinggal di Denmark, saya sudah bisa mengopi ak

Serendipity

Kata ' serendipity ' sepertinya jadi kata yang paling banyak diucapkan semester lalu, ketika kami mengikuti mata kuliah Managing the Venture Growth . Yet, it is one of most beautiful English words I have ever heard. Pada topik tersebut, profesor saya di kelas menjelaskan bahwa dalam dunia kewirausahaan, pebisnis biasanya sering kali berhadapan dengan ketidakpastian yang kadang akan membawa mereka ke arus lain yang justru membawa kesuksesan yang tak pernah dicari. Saya dan tim memutuskan membawa kisah kesuksesan tak terduga Instagram untuk bahan presentasi di kelas sebagai contoh the role of serendipity di dunia kewirausahaan. Mungkin banyak dari kalian yang belum tahu, bahwa sebelum Instagram sukses seperti sekarang,  social networking service  ini dulunya bernama Burbn. Burbn adalah aplikasi iPhone berbasis lokasi terinspirasi dari Foursquare, memiliki fitur yang memungkinkan pengguna untuk check-in di sebuah lokasi, mendapatkan poin dari hasil nongkrong dengan teman di aplik

Semester Tiga: Kuliah, Magang, Kerja Sambilan

Awal tahun ini, kami angkatan 2019, sudah diwanti-wanti oleh kakak tingkat bahwa semester tiga akan jadi semester paling sibuk sepanjang studi. Selain kuliah dan wajib kumpul tugas tiap minggu, kami juga dibekali kesempatan magang selama satu semester di salah satu perusahaan teknologi besar di Norwegia. Good chance to prettify the CV! Masalahnya, tanggung jawab saya di Norwegia tidak hanya belajar tapi juga bekerja menafkahi diri sendiri. Setelah berjuang kesana kemari cari kerja sambilan (silakan intip kisahnya di sini !), perjuangan saya di awal semester ini sebetulnya sedikit membuahkan hasil. Saya diterima bekerja sebagai pelayan paruh waktu di sebuah restoran, jadi babysitter mingguan, serta tergabung sebagai jurnalis lepas di koran kampus. Itu yang berbayar. Tanggung jawab lainnya ada lagi, magang di kantor startup sebagai unpaid   intern di departemen Komunikasi! Baca juga: Kuliah Biaya Sendiri: Uang Dari Mana? Kalau dibayangkan hidup saya awal semester ini, semuanya tampak mus

Jadi Au Pair Tidak Gratis: Siap-siap Modal!

Beragam postingan dan artikel yang saya baca di luar sana, selalu memotivasi anak muda Indonesia untuk jadi au pair dengan embel-embel bisa jalan-jalan dan kuliah gratis di luar negeri. Dipadu dengan gaya tulisan yang meyakinkan di depan, ujung tulisan tersebut sebetulnya tidak menunjukkan fakta bahwa kamu memang langsung bisa kuliah gratis hanya karena jadi au pair. Banyak yang memotivasi, namun lupa bahwa sesungguhnya tidak ada yang gratis di dunia ini. Termasuk jadi au pair yang selalu dideskripsikan sebagai program pertukaran budaya ke luar negeri dengan berbagai fasilitas gratisan. First of all , jadi au pair itu tidak gratis ya! Ada biaya dan waktu yang harus kamu keluarkan sebelum bisa pindah ke negara tujuan dan menikmati hidup di negara orang. Biaya dan waktu ini juga tidak sama untuk semua orang. It sounds so stupid kalau kamu hanya percaya satu orang yang mengatakan au pair itu gratis, padahal kenyatannya tidak demikian. Sebelum memutuskan jadi au pair, cek dulu biaya apa s

Stop Susah, Ada Beasiswa!

Awal tahun lalu saat pulang ke Palembang, saya bertemu dengan om ipar yang dulu sempat menyelesaikan S2 dan S3-nya dengan beasiswa DAAD dari pemerintah Jerman. Si om ini memang tipikal orang yang mengedepankan pendidikan tinggi sampai anaknya pun didorong mati-matian agar nanti dewasanya bisa jadi 'orang'. Dari sebelum lulus skripsi sampai sekarang, saya akui, beliau punya perhatian yang cukup tulus dengan perkembangan pendidikan saya. He cares more than my mom! Sebetulnya kadang segan (baca: malas) kalau sudah bertemu beliau, karena orangnya cenderung idealis dan pushy . Dari sebelum lulus kuliah S1, saya terus dirayu untuk mendaftar beasiswa LPDP. Tapi apa daya, saat itu saya belum cukup mental dan uang untuk tes IELTS/TOEFL. Pilihan jadi au pair ke Belgia pun saya pilih karena ingin istirahat dulu selepas lulus S1. Tak berhenti sampai di situ, si om yang tahu saya akan ke Belgia lagi-lagi menyarankan mencari beasiswa Master dari pemerintah setempat, semisal VLIR-UOS . Untu

Program Au Pair Selama Pandemi

Tidak hanya satu dua orang pembaca blog yang tiba-tiba DM dan mengeluh betapa susahnya kesempatan mereka jadi au pair di kala pandemi ini. Ada juga yang bertanya apakah karena Korona, program au pair dihilangkan untuk sementara waktu. Satu orang calon au pair yang harusnya berangkat ke Eropa tahun ini, saya dengar aplikasi visanya masih tertahan di Indonesia karena kantor penyedia servis belum buka. First of all, I feel sorry for them. Karena pandemi global yang sampai detik ini belum menemukan titik terang, kita harus dihadapkan dengan  new normal yang sebetulnya juga tak normal. Kegiatan di luar rumah dibatasi, perbatasan imigrasi tertutup untuk orang Indonesia, serta banyaknya penundaan aktifitas fisik di sana-sini demi mengurangi penyebaran infeksi. Tentunya karena perubahan peraturan di semua wilayah di dunia, imbas paling besar terjadi di pintu perbatasan antara negara. Kita tidak bisa seenaknya jalan-jalan ke luar negeri seperti dulu apalagi ke negara bervisa seperti Eropa. La

Bahagianya Punya Pacar Kaukasia

Rambutnya pirang ke cokelat mudaan, badannya tinggi semampai, matanya biru, bibirnya merah, dan kalau diajak jalan tak memalukan karena begitu rupawan. Isi dompetnya tebal dan mudah saja mengeluarkan uang untuk mentraktir makan di restoran. Punya peranakan pun begitu dinantikan mengingat akan lebih cantik dan tampan dari kebanyakkan. Belum lagi disejajarkan dengan pacar teman yang asli pribumi, duh kejauhan. Menikah, diboyong ke luar negeri, ohh.. hidup rasanya sangat nyaman. Ada kebahagiaan sendiri rasanya punya pacar bule yang banyak orang idam-idamkan. Kalau jadi bahan obrolan dengan teman, asik rasanya membanding-bandingkan kasih sayang yang diberikan. Ohh, kemarin dibelikan gaun mewah. Ohh, semalam diberikan bunga. Ohh, tempo hari diberi hadiah mahal. Dikenalkan ke keluarga pun punya rasa bangga tersendiri, karena calon menantu mama di rumah mukanya ganteng bak bintang film. Walaupun tua, renta, dan bulat badannya tak masalah, karena gen berbicara.  Karena indahnya mimpi utopia i

10 Tips Daftar Kuliah S1 dan S2 di Norwegia

Norwegia, negara di utara Eropa dengan pesona alamnya yang indah serta kualitas hidup yang sangat baik, selalu masuk menjadi salah satu negara terbahagia di dunia. Tak hanya menarik minat banyak imigran untuk pindah dan bermukim, pesona Norwegia pun menjadikan negara ini sebagai salah satu tempat terbaik melanjutkan pendidikan. Meskipun biaya hidupnya tergolong sebagai salah satu tertinggi di dunia, namun fasilitas pendidikan yang merata dan bebasnya biaya di universitas publik menjadi magnet tersendiri bagi para mahasiswa internasional untuk berkuliah di sini. Tak banyak yang tahu bahwa selain kuliahnya bebas biaya, kualitas pendidikan di Norwegia juga tak kalah dengan kampus-kampus top lainnya di sekitaran Eropa. Tiap universitas memiliki konsentrasi ilmu di bidangnya masing-masing tanpa perlu berlomba siapa yang paling baik diantara semuanya. Yang saya suka, pendaftaran ke kampus-kampus Norwegia itu juga bebas biaya dan super simpel karena semua sistem sudah digital serta praktis.

Lanjut Kuliah dari Tabungan Au Pair, Bisa?

  Selain tentang au pair, topik seputar kuliah di luar negeri adalah salah satu hal yang paling banyak ditanyakan ke saya. Senang rasanya saat tahu ada banyak anak muda Indonesia yang sensitif terhadap informasi dan mulai merencanakan studi di luar negeri meskipun belum tamat SMA sekalipun. Di antara anak-anak muda ini, ada yang berencana jadi au pair dulu sebelum lanjut studi karena menganggap au pair adalah batu loncatan untuk menggapai mimpi yang lain. Tak sedikit dari mereka berpikir bahwa uang yang didapat dari au pair memungkinkan untuk ditabung sebagai bekal kuliah, ketimbang harus merepotkan orang tua di Indonesia. Mungkin karena melihat uang saku au pair cukup besar setelah dikonversi ke Rupiah, membuat banyak calon au pair Indonesia semangat ingin menabung. Pernah juga saya membaca pengalaman seorang mantan au pair yang bisa lanjut kuliah dari tabungan hasil au pair yang dikumpulkan selama beberapa tahun, namun sayangnya, si penulis tidak menceritakan secara lebih detail baga

Cari Kerja Lagi di Tengah Korona

Ya Tuhan, nekad kuliah di luar negeri dengan biaya sendiri itu nyatanya membuat hidup saya jungkir balik! Entah harus tertawa atau menangis melihat kehidupan saya beberapa bulan ke belakang, but I am still here, stronger and confident than before. Cerita ini sebetulnya seperti trilogi dari semua pengalaman cari kerja dan status terakhir saya di tengah pandemi Korona di Norwegia. Setelah berusaha melempar semua lamaran kerja sejak November tahun lalu, pertengahan bulan Februari 2020 akhirnya saya mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan di restoran India tanpa kirim CV sekalipun. Semudah itu. Baru satu setengah bulan bekerja, Korona memperburuk situasi di Norwegia hingga akhirnya saya harus dirumahkan. Perjuangan untuk menuntut gaji 1,5 bulan itu pun luar biasa lelahnya karena baru terbayar lunas setelah 3 bulan kemudian. Dengan banyak alasan, gaji saya hanya bisa dicicil sedikit-sedikit tiap bulan. Tahu saya vokal menuntut hak, si bos restoran lebih membiarkan saya resign  sendiri deng

Menikmati Kuliah di Luar Negeri

Sisa musim panas mengawali dimulainya semester baru di Norwegia Hari ini saya masuk kuliah lagi setelah berbulan-bulan harus berinteraksi jarak jauh dengan teman sekelas dan para pengajar. Meskipun tetap ada protokol untuk menjaga jarak aman selama di dalam kelas, tapi karena jumlah kami tak sampai 10 orang, maka semester tiga diadakan 100% on campus . Sayangnya kebanyakan mahasiswa baru, terutama dari luar Uni Eropa, tak diizinkan dulu datang ke Norwegia sampai tahun depan dan kelas pun hanya diadakan lewat digital. Kalau melihat euforia para mahasiswa baru ini, saya jadi ingat mimpi sedari kecil yang ingin kuliah di luar negeri sampai akhirnya terwujud. Tahun lalu, beberapa bulan sebelum pengumuman , saya sempat datang ke pelataran Universitas Oslo di malam hari ditemani Mumu hanya untuk mengambil foto demi konten blog. Entah diterima atau tidak, saya rencananya hanya ingin berbagi cerita tentang proses mendaftar kuliah di Norwegia . Saat itu saya berkata ke Mumu, " mudah-mudah

Jadi Au Pair = Sukses?

Sejak menulis blog ini, saya menerima banyak sekali pesan dari blog readers yang merasa sangat terinspirasi dengan kisah dan perjuangan saya selama tinggal di Eropa. Ada rasa bahagia yang begitu besar saat tahu cerita dan tulisan saya membawa hal positif untuk banyak orang, terutama anak-anak muda Indonesia. Banyak dari mereka yang punya cita-cita setelah lulus sekolah atau kuliah untuk langsung jadi au pair. Bukan seperti dulu kala yang cuma ingin jadi dokter, pengacara, atau insinyur, tapi tren pencapaian ini sedikit bergeser menjadi "keinginan untuk tinggal di luar negeri". Somehow, it's a bit funny karena program au pair dijadikan gol atau cita-cita setelah lulus. Tapi turut senang juga karena jalan anak-anak muda menuju Roma itu memang bukan cuma untuk sekolah karena beasiswa. Ada banyak sekali au pair Indonesia yang akhirnya punya kesempatan tinggal di luar negeri dengan cara jadi au pair, yang kadang semua biayanya juga nyaris gratis. Pengalaman mereka di negara

Kerja Paruh Waktu Untuk Mahasiswa Asing di Norwegia

Tahun ajaran baru untuk semester musim gugur hampir tiba dan Norwegia akan menyambut ribuan mahasiswa internasional lagi untuk berkuliah. Meskipun tahun ini sedikit spesial karena banyak kampus menerapkan kelas  online di semester pertama, namun karena perbatasan negara juga sudah mulai dibuka untuk kawasan Eropa, bisa dipastikan banyak mahasiswa dari negara sekitar mempertimbangkan untuk datang dan mengikuti kelas on campus ketimbang online . Salah satu hal yang bisa dilakukan mahasiswa asing saat berkuliah di luar negeri adalah mencari penghasilan tambahan lewat kerja paruh waktu atau student job . Apalagi bagi mahasiswa yang harus menghidupi diri sendiri dari uang pribadi, bukan dari dana beasiswa, hidup di negara mahal seperti Norwegia pasti jadi tantangan berat. Namun selain alasan utama finansial, kerja tambahan di luar sebetulnya bisa juga jadi ajang bersosialisasi, mencari koneksi, memahami kultur kerja setempat, serta mengasah kemampuan bahasa lokal. Lalu bagaimana kita seba

9 Cara Hidup Super Hemat di Oslo

Menurut laporan dari majalah CEOWORLD tahun 2020, Norwegia berada di urutan kedua sebagai negara paling mahal untuk ditinggali di dunia setelah Swiss. Sementara data dari Cost of Living Index City yang dipublikasi oleh Expatistan, Oslo berada di urutan ketujuh sebagai kota paling mahal di Eropa setelah beberapa kota di Swiss dan London. Bagi orang Indonesia yang baru tiba atau berkunjung di Norwegia, kebiasaan membandingkan harga dengan kota tempat tinggal pasti seringkali meringis saat tahu biaya hidup di Norwegia begitu mahal. Apalagi untuk ibukota seperti Oslo, dimana letak pemerintahan, bisnis, serta perdagangan berada di satu poin, pastinya menarik minat banyak imigran untuk datang dan menetap. Lalu sama seperti ibukota lainnya di dunia, harga biaya akomodasi sampai transportasi di Oslo lebih mahal ketimbang kota-kota kecil. Tapi meskipun Oslo selalu dijuluki sebagai kota mahal, selalu ada cara bagaimana hidup hemat di tempat ini. Bagi kalian yang tertarik atau sebentar lagi akan

Mari Menjelekkan Norwegia!

Dua tahun lebih tinggal di Norwegia, membuat saya tak berhenti belajar banyak hal tentang negara ini. Menjadi au pair di 3 negara yang berbeda, saya akui bahwa gaya hidup di Norwegia memang berbeda dari Belgia dan banyak tradisinya pun lebih menarik untuk diikuti ketimbang Denmark. Kehidupan yang nyaman, kesetaraan gender yang sangat solid, sistem kesehatan dan pendidikan yang merata, serta alamnya yang luar biasa indah, adalah beberapa alasan yang membuat Norwegia menjadi salah satu tempat terbaik untuk hidup. Apalagi selama beberapa tahun ke belakang, negara-negara di Eropa Utara termasuk Norwegia, selalu memegang peringkat teratas sebagai negara terbahagia di dunia.  Tapi dari hal yang selalu terlihat indah di foto, belum tentu membuat Norwegia sesempurna yang orang-orang bayangkan. Negara ini tentunya memiliki banyak kekurangan yang kadang menyebalkan bagi para imigran. Tak adil juga kalau setiap waktu harus membandingkan Indonesia dan Norwegia karena populasi di Norwegia pun sudah

Camping Date di Finnemarka: Seru Tapi Menggigil!

Tiga minggu di awal musim panas, Norwegia bisa jadi adalah tempat terbaik menikmati liburan musim panas tahun ini. Temperatur terus stabil di angka 25-29 derajat Celcius hingga membuat sebagian besar warga Norwegia lupa akan protokol keamanan Korona yang masih harus terus dijalani. Nyaris semua orang bersuka cita gelar tikar di taman, memenuhi kursi restoran dan kafe yang mulai dibuka kembali, berenang menikmati air laut yang menghangat, serta antusias merencanakan trip ke beberapa tempat karena tak harus terus-terusan menghabiskan waktu di rumah. Apalagi pemerintah setempat sudah dari awal mengkampanyekan Sommer i Norge yang artinya liburan musim panas di Norwegia saja tahun ini ketika ancaman Korona masih membuat negara lockdown . Sebelum pandemi, kebanyakan orang Norwegia memang lebih memilih berlibur ke Eropa Selatan yang hangat. Tapi karena tahun ini 'dikurung' dulu di negara sendiri, tak heran banyak kabin dan penginapan fully-booked ! Hal ini tentu saja jadi berita gem

Kampus Terbaik di Norwegia: NTNU? UiB? NMBU? UiO?

Norwegia, negara dengan penduduk hanya 5 juta jiwa di utara Eropa ini mungkin lebih dikenal dengan keindahan alamnya yang luar biasa ketimbang kualitas pendidikannya. Namun di antara tahun 2000-2015, terjadi kenaikkan jumlah pelajar internasional yang cukup besar di Norwegia dibandingkan negara lain. Hal ini seperti paradoks mengingat sedikitnya kampus terkenal di Norwegia, tingginya biaya hidup, hingga letak geografis di ujung utara Eropa yang mungkin sama sekali tak menarik untuk ditinggali. Menurut artikel dari sebuah jurnal berjudul Journal of Studies in International Education yang ditulis oleh Jannecke Wiers-Jenssen , meningkatnya jumlah mahasiswa asing ke Norwegia terbantu dengan adanya perkembangan di bidang pendidikan yang luar biasa. Beberapa di antaranya adalah kelas bahasa Inggris yang meluas, kerja sama dengan banyak kampus lain di luar negeri, kebijakan EU yang mendorong banyak mahasiswa ingin ke Norwegia, serta yang paling utama, gratisnya biaya pendidikan di negara ini.

Semakin Banyak yang Ingin Jadi Au Pair, Semakin Sedikit Keluarga yang Butuh

Meskipun sudah selesai jadi au pair sejak Desember tahun lalu (setelah 5 tahun lamanya!), tapi cerita tentang au pair selalu saja ada untuk dibahas. Apalagi belakangan ini, saya sering kali dapat keluhan dari para calon au pair Indonesia yang merasa kesulitan mendapatkan keluarga, terutama di saat krisis Korona masih belum pulih sepenuhnya. Dulu, mungkin hanya anak sastra atau para polyglot saja yang lebih tahu au pair. Sekarang, karena informasi tentang dunia au pair sudah bertebaran di internet dan media sosial, semakin banyak orang Indonesia yang tergiur untuk segera ringkas koper bermigrasi ke negara lain . No wonder , au pair dianggap bisa menjadi batu loncatan untuk tinggal lebih lama di Eropa dengan bonus dapat pasangan Kaukasia, lanjut kuliah , sampai punya pekerjaan dengan gaji lumayan.  Tapi sebelum berandai-andai bisa segera menapakkan kaki ke negara impian, kamu harus disadarkan dulu kalau yang ingin jadi au pair semakin banyak dan persyaratan dari calon keluarga pun semak

Janteloven: Belajar Humble Dari Orang Norwegia

Minggu lalu, saya ikut servis bimbingan dan konseling karir dari kampus secara gratis selama 45 menit. Di sini, kita bisa konsultasi bagaimana cara menulis CV, surat lamaran kerja, latihan wawancara in a Norwegian way , serta bertanya kira-kira pekerjaan seperti apa yang cocok selepas lulus kuliah. Karena memang ingin minta pendapat bagaimana mapping semua kompetensi saya ke dalam CV yang panjangnya hanya 1-2 halaman, maka fokus saya saat konseling hanya di bagian tersebut. Yang menarik, konselor menggarisbawahi cara saya menulis daftar pendidikan terakhir pada CV. Sebetulnya isi dan strukturnya sangat standar mirip CV lain yang sering orang buat. Di bagian pendidikan terakhir, saya menuliskan nama kampus terlebih dahulu, lalu jurusan kuliah di bawahnya. Namun, cara ini ternyata dipandang konselor kurang tepat in a Norwegian way . " You know what, there are almost 30.000 students at the University of Oslo and the way you wrote this down doesn't make you special ," katany

Pentingnya Tahu Aturan Sebelum Kerja!

Postingan kali ini sebetulnya melanjutkan cerita hidup saya yang masih belum stabil di tengah krisis Korona di Norwegia. Bagi yang belum tahu, mungkin bisa baca dulu cerita saya saat mencari kerja di Oslo  part 1  dan part 2 . Setelah mengirimkan sekitar 50 lamaran kerja, akhirnya saya mendapatkan pekerjaan paruh waktu menjadi pelayan restoran di salah satu restoran India. Saya tahu lowongan kerja ini pun sebetulnya bukan lewat situs-situs pencarian kerja, tapi grup Facebook. Meskipun merasa cukup nyaman di minggu-minggu awal, namun saya berencana tidak akan lama bekerja di sini karena pengelolanya bukan asli orang Norwegia. Problem kerja di restoran yang dikelola oleh orang asing atau non-Norwegia adalah bisa jadi kamu akan mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Banyak sekali restoran yang tidak membayar upah pegawai saat sedang masa training , ada juga yang membayar upah under the table agar lepas dari pajak tinggi, ada yang sengaja tidak memberikan kontrak kerja, atau juga tidak p

Rejeki Tahun Ini, Diajak Family Trip ke Norwegia Barat (Plus Bocoran Biayanya!)

Sejak pindah ke Norwegia dua tahun lalu, saya merasa sangat beruntung berkesempatan menginjakkan kaki ke tempat-tempat super cantik di negara yang alamnya menakjubkan ini. Host family saya punya Norwegian blood kental yang sangat outdoorsy dan suka travelling ke tempat-tempat tak terlalu touristy.  Makanya pijakan kaki saya pun tak hanya mengunjungi tempat mainstream semisal Bergen dan Oslo, tapi juga ke pelosok yang tak banyak orang asing tahu. Saya pikir petualangan bersama keluarga seperti ini akan berakhir ketika pensiun jadi au pair . Namun ternyata orang tua Mumu sudah punya rencana mengajak seluruh anggota keluarga ke Vestlandet, sisi barat Norwegia, di awal musim panas tahun ini! Bapak Mumu memang dari dulu senang bepergian dan tahu tempat-tempat unik di Norwegia. Makanya kali ini semua anggota keluarga yang totalnya ada 7 orang diajak kembali ke tempat favoritnya 6 tahun lalu, Aurland. Yang lebih serunya lagi, perjalanan keluarga kali ini ramai-ramai pakai mobil

The Asian Drama Syndrome: Online Dating itu Menyebalkan!

Karena semester tahun ini hampir berakhir dan sedikit cheating deadline tugas dari kantor, saya memutuskan untuk mengisi hari dengan menonton drama series di Netflix. Series are not my thing , sebetulnya. Kenapa, karena saya mudah bosan dan tidak betah berlama-lama menonton kelanjutan cerita. Tapi karena memang sedang suntuk, jadinya mulai lagi mengecek beberapa drama Korea yang paling direkomendasikan tahun ini. Tahu sendiri kan drama seri buatan Asia itu kaya konflik mulai dari persahabatan, keluarga, hingga percintaan?! Makanya tak heran dari dulu film India, dorama Jepang, series  vampir cantik atau percintaan dari Cina/Taiwan, dan drama Korea sukses ditonton banyak orang Indonesia sampai booming , karena memang cerita hidupnya sangat related dengan budaya kita sebagai orang Asia sehari-hari.  Hanya saja, karena biasanya sering terlarut saat nonton drama Asia, ada satu hal yang saya sangat rindukan back in the old days; the dating cultures! Oh man, I missed all those things abo

7 Tanda Mungkin Kamu Harus Ganti Host Family

Tidak akan ada yang bisa menjamin apakah calon keluarga angkat yang kita temui di internet sesuai dengan ekspektasi atau tidak. Meskipun sudah bertukar pesan atau mengobrol lewat Skype beberapa kali sebelum bertemu, namun cara tersebut tidak akan pernah cukup untuk mengetahui karakter asli seseorang. Bahkan mengobrol dengan mantan au pair mereka sebelumnya pun belum tentu membuka semua aib dan kebaikan keluarga tersebut. Entah mereka baik,  mean , atau mungkin pelit,  you would never know . Apalagi bagi para au pair baru yang mungkin sangat naif dan punya ekspektasi terlalu tinggi setibanya di negara tujuan. Pasti ada yang bertanya-tanya, apa benar kita harus bersih-bersih toilet setiap minggu, apa mengurus anak lebih dari 5 jam itu sudah termasuk overtime , lalu apakah tidak diajak makan malam setiap hari itu lumrah, serta pertanyaan ajaib lainnya. Ada kalanya au pair merasa emosional, hingga terpikir untuk mencari keluarga baru secepatnya. Atau mungkin sebaliknya, karena tak pun

The Bunad Dreams

Mei adalah bulan paling spesial dan bersejarah bagi warga Norwegia. Tujuh belas Mei atau dalam bahasa lokal disebut Syttende Mai, adalah Hari Nasional atau Hari Konsititusional yang dirayakan sebagai rasa kebanggaan dan nasionalis bangsa setelah lepas dari Kesatuan Swedia di tahun 1905. Bisa dibilang, Syttende Mai ini adalah perayaan terbesar tiap tahun selain Natal di Norwegia. Sama halnya dengan 17 Agustus di Indonesia, 17 Mei juga dirayakan dengan suka cita. Meskipun di tahun ini euforianya tidaklah sama karena krisis Korona, namun esensi perayaan dibuat semaksimal mungkin meskipun setengah penduduk Norwegia merayakan dari rumah. Semua bersuka cita dengan menaikkan bendera dari beberapa hari sebelumnya, membeli buket bunga segar didominasi warna merah, masak makanan khas untuk lunch  dan dinner , serta ikut membuat video kereta anak (barnetog) di sekolah meskipun harusnya parade kereta ini diadakan langsung di tengah kota. Yang paling berkesan dan menarik saat perayaan adala

Ke Norwegia, Wajib Coba Menginap di Rorbu, Kabin Nelayan!

Kalau selama ini kamu hanya tahu Norwegia karena keindahan alam di sisi Timur dan Baratnya yang luar biasa, cobalah sekalian mampir ke Norwegia Utara. Tidak sama seperti kawasan lain yang penuh pepohonan, fjord, dan taman nasional, kawasan di Utara lebih terkenal sebagai daerah perairan dan ladang-ladang kecil yang menawarkan pemandangan sama spektakulernya! Bahkan menurut saya, lebih indah dan 'hangat' dari Norwegia Selatan. I cannot tell you how much I miss to be back to the North, terutama ke Lofoten! The modest feeling in Lofoten Island membuat saya dan Mumu selalu rindu ingin kembali. Selain karena kesederhaannya, ada pengalaman menarik lain yang bisa kamu coba selama mengunjungi desa nelayan ini; menginap di kabin nelayan! Rorbu atau kabin nelayan, berasal dari kata-kata " ro " yang berarti mendayung, dan " bu " berarti rumah kecil berhubungan erat dengan kata " bo " yang juga berarti tinggal. Dulunya, banyak nelayan yang mengjang

7 Alasan Mengapa Sebaiknya Kamu Jadi Au Pair di Kawasan Eropa

Sekitar 6 atau 7 tahun lalu saat saya pertama kali tahu au pair, negara paling populer bagi au pair Indonesia masih ditempati oleh Jerman, Belanda, dan Prancis. Negara terakhir biasanya dipilih karena banyak mahasiswa Sastra Prancis yang berniat mengasah bahasa asing mereka di negaranya langsung. Sementara Jerman populer hingga sekarang karena menawarkan kesempatan tinggal lebih luas dari negara lainnya  ―  meskipun uang sakunya kecil. Lalu Belanda, karena mungkin punya sejarah panjang dengan Indonesia dan populasi orang Indonesianya juga lebih banyak ketimbang kawasan lain di Eropa, makanya dipilih karena ingin tetap " feel at home ". Saat ini dengan semakin mudahnya informasi didapat, perlahan au pair juga tertarik ke negara lainnya selain 3 daftar negara mainstream di atas. Yang saya dengar, sekarang Denmark dan Belgia malah jadi negara favorit menggantikan Prancis! Bahkan saya juga banyak menerima pesan dari blog readers yang tertarik ke Jepang, Turki, atau Inggris unt

8 Cara Menikmati Masa Au Pair Mu

More than what you see on social media , jadi au pair itu berat! Bahkan Dilan pun tak sanggup, saya rasa :) Selain jauh dari keluarga dan teman terdekat, kamu harus menggadaikan semua privasi dan kenyamanan demi merealisasikan salah satu mimpi; tinggal di luar negeri. Tidak sendirian, namun di satu atap dengan keluarga angkat yang juga merangkap sebagai employer a.k.a bos. I have been on your feet ; merasa kesepian, stres berat, hingga akhirnya berkali-kali bertanya ke diri sendiri, what am I doing here?!  Ditambah lagi tak mudah percaya dengan orang, saya juga memilah-milih teman karena tidak semua yang kita kenal bisa cocok. Karena merasa berjuang sendiri di tanah orang, saya kadang lupa bagaimana caranya menikmati hidup. Tapi daripada merenungi nasib dan menyesal sudah mengambil langkah sejauh ini, lebih baik mengimbangi rasa kesendirian tersebut agar masa au pair kita yang hanya 12-24 bulan ini berlalu dengan penuh memori — bukan penyesalan dan sakit hati.

Pendidikan di Negara Nordik: Jangan Kuliah Karena Gratis!

Well , siapa yang tak ingin mendapatkan pendidikan gratis?! Apalagi kalau bisa belajar hingga ke luar negeri, tanpa perlu mengeluarkan kocek berlebih untuk menikmati fasilitas pendidikan kelas dunia. Tapi jangan sampai terlalu jujur kalau niat kamu kuliah hanya karena privilege 'gratisan' dari negara tertentu, setidaknya di Norwegia. I am gonna tell you the truth; most local students are quite fed up listening to foreign students coming to their country just for free education!  Bukan, saya bukan bicara tentang para mahasiswa internasional yang beruntung bisa kuliah di Norwegia karena dana hibah atau beasiswa. Tapi soal betapa jujurnya para mahasiswa asing yang hanya sekolah di Norwegia untuk menikmati fasilitas 'bebas uang kuliah' yang masih diberikan oleh pemerintah setempat. Di negara Nordik, sampai sekarang hanya Norwegia yang masih membebaskan uang kuliah di kampus negeri bagi mahasiswa lokal dan internasional. Denmark (2006) dan Swedia (2011) sudah menutup

7 Alasan Mengapa Kamu Harus Digital Detox di Hutan Norwegia

Setelah 3 minggu harus duduk manis di depan layar demi mengikuti kuliah dan meeting daring, liburan Paskah tahun ini rasanya hanya ingin meliburkan diri juga dari laptop dan ponsel. Apa daya, tak memungkinkan. Di krisis Corona seperti sekarang, tak banyak yang bisa dilakukan kecuali patuh pada peraturan pemerintah setempat untuk berdiam di rumah. Hiburan pun ujung-ujungnya serba digital, dari membaca berita online, menonton film favorit via online channel , ataupun berkomunikasi lewat media sosial. Ketika Norwegia sedang dalam masa lockdown , orang-orang dipaksa harus meliburkan diri juga dari hyttetur (tur ke kabin)   dan menjauhi sementara waktu tempat yang ramai. I think, Easter this year is quiet odd. Look at the sun outside! Air is getting warmer and icy water is cracking lately. Yet, we are trapped (mostly) at home. Meskipun harus menjaga jarak dan membatasi interaksi fisik dengan banyak orang, tapi keluar sebentar demi menghirup udara segar itu tetap a must!   Staying

5 Tanda Kamu Ketagihan Au Pair

Tinggal di luar negeri, bebas berbikini, serunya berkencan dengan cowok Kaukasian, hingga tak lagi pusing memikirkan betapa idiotnya tingkah beberapa oknum di kampung halaman, membuat kebanyakan au pair Indonesia merasa betah hidup di Eropa. Walaupun ujungnya mereka akan menambahi fakta bahwa hidup di luar negeri itu tidak seindah yang semua orang pikirkan, tapi tetap saja mereka memilih untuk stay . Meninggalkan zona nyaman lalu hijrah ke negara orang demi jadi au pair itu adalah salah satu langkah terbesar yang ada dalam hidup mu. Banyak hal yang akan kamu pelajari dengan tinggal di negara baru, dengan mulai memahami diri sendiri hingga berusaha beradaptasi dengan budaya yang tak selalu membuat nyaman. But that's an amazing life story and you should be grateful to have it! Bersyukur karena tak semua orang Indonesia punya kesempatan tinggal di luar negeri - dengan kategori permit  sebagai au pair. Meskipun awalnya au pair hanya dikenal oleh para mahasiswa sastra yang ter

I Don't Need Friends, But Money! (COVID-19 Status)

I left my blog outdated for more than 2 weeks! Sebetulnya saya kurang berminat membahas status Corona di Norwegia karena berita soal pandemik ini sudah tersiar dimana-mana. Tapi karena memang belakangan ini sedang gelisah, mungkin tak salah menulis apa yang saya alami di sini lewat cerita lebih panjang. Beberapa kali saya berusaha bercerita via Instagram Story hanya demi menyalurkan kegelisahan dan berharap ada yang mengerti. Tapi dari sana saya sadar, bahwa yang paling banyak memberi support bukanlah teman-teman terdekat (yang sempat membaca Story tersebut), melainkan para blog readers yang saya tak kenal! Hiks , terima kasih untuk kalian semua yang bersedia membaca cerita kegalauan saya hidup di Norwegia di tengah wabah Corona ini! Saya tahu ini memang bukan hanya masalah Norwegia, tapi seluruh dunia. Tapi karena ada beberapa orang yang merasa saya hanya pamer cerita sedih di Instagram, saya terusik untuk menguraikan mengapa kegalauan ini sampai terjadi!

Pengalaman Wawancara Magang dan Kerja Paruh Waktu di Oslo

Nasib tiap orang memang tak sama, tapi bagi saya, successful rate untuk dapat panggilan wawancara di Norwegia hanya sekitar 18%. Dari 50-an lamaran kerja yang dikirim, 9 aplikasi baru berhasil menyita perhatian rekruiter. Angka ini masih terbilang lumayan, karena cari kerja di Norwegia tanpa networking dan Norwegian fluency bisa jadi mimpi buruk. Untuk student job yang sifatnya part-time di toko atau restoran, kita tak hanya bersaing dengan pelajar lokal tapi juga internasional. Saingan terberatnya tentu saja para imigran dari Swedia yang lebih lucky karena mereka  speak the language . Dua tahun tinggal di Norwegia, saya baru menguasai norsk secara lisan di level A2.  Tak banyak lowongan kerja yang bisa saya lamar, kecuali pekerjaan di toko, kafe atau restoran. Padahal kalau mampu seminimalnya B2, ada banyak sekali pekerjaan paruh waktu di kantoran yang sangat  welcome  dengan pelajar. Sebagai tambahan, saya juga sempat melirik peluang paid or unpaid internship yang akan

Belajar Ski Gratisan

Punya kesempatan tinggal di Norwegia, belajar ski atau setidaknya mencoba berdiri di papan ski adalah salah satu aktifitas yang ada dalam list saya. Kapan lagi bisa belajar ski di negara yang selalu langganan menjuarai olimpiade internasional ini?! Dua tahun ke belakang, pekerjaan saya hanya menjaga host kids di arena ski sementara orang tuanya menghabiskan waktu di slopes . Iri rasanya.  Tahun ini, saat Norwegia Selatan baru diguyur salju lebat di awal Maret, saya manfaatkan belajar main ski dengan pelatih pribadi dan tercinta saya, Mumu ! Well, he vowed to teach me since last year! Biaya kursus ski di Norwegia, khususnya Oslo, untuk 50 menit pertama dimulai di angka NOK 1500 (€150) untuk belajar 1-on-1 . Harga tentu saja sangat beragam berdasarkan tempat, durasi, serta jenis ski apa yang ingin kita pelajari. Jadi kalau kebetulan punya kerabat atau kenalan yang bisa mengajar dari dasar, mengapa tidak. Tapi meskipun olahraga ski dan Norwegia adalah dua hal yang sama-sama

Membangun Perusahaan Startup di Norwegia

Setelah sibuk beberapa minggu ke belakang, saya akan membuka postingan pertama di bulan Maret tentang progress perkuliahan semester ini. Kalau ada yang tanya bagaimana kehidupan akademis saya di Universitas Oslo, jawabannya sedang ups and down . Tidak seperti semester lalu yang lebih disibukkan dengan riset dan presentasi, tahun ini pengalamannya lebih hands-on karena kami betul-betul terjun ke lapangan membuat perusahaan startup. Sebagai salah satu negara terkaya di dunia berdasarkan GDP per kapita, Norwegia akan menjadi tempat dimana perusahaan startup baru akan terus bermunculan. Jika kalian tinggal di sini dan punya ide bagus membuat perusahaan teknologi baru bersama tim yang berkompeten di atas rata-rata, kalian setidaknya mampu mengumpulkan 1-2M NOK ( ~1,5-3T Rupiah) pada fase pertama. Ada kabar baik juga bagi para pelajar yang tertarik membangun perusahaan startup. Banyak free money berkucuran dari organisasi di Norwegia yang mau menyumbangkan banyak uang untuk mendukung

Negara Rekomendasi di Eropa Sesuai Tujuan Au Pair Mu

Pertama kali mendengar program au pair, yang terlintas di benak saya tentu saja pengalaman pertukaran budaya antara kita dan host family di satu negara. Terkesan naif sekali memang karena ternyata ada banyak sekali motif para au pair yang sengaja datang ke Eropa. Apa itu, silakan baca di postingan ini ! Di postingan lainnya tentang negara tujuan , ada 12 negara di Eropa yang saya rekomendasikan bagi para calon au pair yang mungkin masih kebingungan ingin ke mana. Swiss menjadi daftar tambahan saya lainnya, walaupun kesempatan ke sini juga cukup kecil. Ada banyak sekali canton  (distrik/kecamatan) di Swiss yang masih menutup kesempatan bagi au pair non-EU. Makanya kalau kamu tertarik dan sempat terlibat percakapan dengan satu keluarga di Swiss, pastikan bahwa keluarga ini tinggal di canton yang regulasinya memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia. Bagi yang masih bingung juga, yuk seru-seruan mengecek daftar negara rekomendasi saya berikut ini yang bisa jadi pertimbangan ka

Berburu 'Student Job' Tanpa Lelah (Bagian 2)

Setelah dua bulan lebih belum dapat kerja juga, saya hampir di ambang batas menyerah. Tapi, harus menyerah karena apa? Hidup akan terus berjalan dan saya masih harus membayar tagihan dan makan bulan depan! I need a new job dan saya harus terus cari kerja sampai dapat! (Cerita saya cari kerja sebelumnya, baca di sini . ) Banyak situs lowongan kerja saya kunjungi dan baca satu per satu setiap hari demi menemukan jenis pekerjaan yang cocok bagi student dan pas dengan kualifikasi saya. Lamaran demi lamaran pun terus saya kirimkan lewat online dan terus-terusan pula mendapatkan banyak penolakan. Seorang teman menganjurkan untuk mengantarkan CV door-to-door demi membuka kesempatan. Katanya, teman dia ada yang dua hari kemudian dipanggil wawancara karena pakai cara door-to-door.  Tapi karena malas cetak CV, buang-buang kertas, lalu keliling, saya belum tertarik menggunakan cara ini. Lagipula ada lebih dari 600 restoran dan kafe, serta ribuan toko di Oslo yang harus saya list lebi

5 Alasan Mengapa Kamu Harus Tinggal dengan Keluarga Native

Salah satu hal yang membuat kamu sukses mendapatkan pengalaman berharga saat tinggal di luar negeri dan setelah melewati masa au pair, tentunya adalah host family atau keluarga asuh/angkat. Mereka yang bisa menerbangkan mu dari Indonesia menuju host countries  dan memberikan kesempatan mengikuti program pertukaran budaya di negara tujuan. Mereka adalah penentu apakah nasib mu di negara tersebut bisa berakhir menggembirakan, atau justru meninggalkan trauma. Keluarga angkat ini juga ada yang asli lokal, campuran, atau sama sekali bukan asli warga setempat. Saya pernah tinggal bersama keluarga non-native dan lebih banyak tinggal dengan keluarga native . Pandangan saya terhadap kedua tipe keluarga ini, ada yang super baik, ada juga yang super mean tergantung individualnya. Bukan dari mana mereka berasal. Yakin saja, keluarga jahat itu sebetulnya ada dimana-mana. Hanya saja, karena tujuan utama kita jadi au pair sebetulnya pertukaran budaya, saya sangat menganjurkan pilihlah keluarga

Pengalaman Naik Cathay Pacific Kelas Bisnis dan Ekonomi Rute Zürich - Hong Kong - Jakarta (PP)

Sudah lama saya mendengar reputasi baik Cathay Pacific yang selalu menjadi top airlines setiap tahunnya. Tak terlalu banyak kesempatan untuk mencoba maskapai asal Hong Kong ini, akhirnya di akhir tahun 2019 saya bisa mencicipi duduk di dua kelas sekaligus dalam satu rute; Ekonomi dan Bisnis. Naik maskapai ini juga sebetulnya kebetulan karena di tanggal yang saya pilih, hanya Cathay Pacific yang harganya paling murah untuk pulang ke Indonesia. Maklum, akhir tahun, peak season . Saya memesan tiket bolak-balik seharga NOK 6700 atau sekitar €658. Harga maskapai lainnya sudah di atas angka €900, bahkan mencapai €1400 untuk kelas Ekonomi! Tak lsampai Oslo memang, karena saya harus memesan tiket lagi setelahnya. Tapi apakah benar reputasi Cathay Pacific sebaik yang selalu diberitakan di media? Berikut review saya selama mengudara bersama Cathay Pacific!

Berburu 'Student Job' Tanpa Lelah (Bagian 1)

"It doesn't matter if you flip burgers, bricks or houses. Just don't sit on your ass all day flipping channels. Hustle." - Denzel Washington Setelah pencarian host families tanpa lelah sejak 5 tahun ke belakang, kegiatan saya berburu pekerjaan baru memang belum terhenti sampai di situ. Ketika mendengar cerita berkuliah saya di Norwegia, salah satu om menyayangkan keputusan saya harus kuliah dengan biaya sendiri. Apalagi setelah tahu saya akan kuliah sekalian bekerja paruh waktu untuk menopang biaya hidup. Ide ini dipandangnya cukup nekad dan gila mengingat beliau dulu bisa kuliah di luar negeri juga karena bantuan beasiswa. "Kalau ada beasiswa, ya kenapa juga harus repot-repot kerja? Sebaiknya fokus saja ke studi, daripada harus mengorbankan waktu sekalian kerja part-time ," ujarnya. Dari sana, beliau dengan pedenya menyuruh saya mencari tahu informasi beasiswa LPDP yang begitu dia banggakan tersebut  —  meskipun dulunya dapat beasiswa dari Peme

Cari Kontrakan Baru di Oslo

Nasib saya di awal tahun ini sebelumnya cukup abu-abu. Setelah nihil akomodasi dan tidak punya alamat lagi per awal Desember tahun lalu, saya cukup dipusingkan kemana akan tinggal setelah kembali lagi ke Oslo. Awal Desember saya sudah harus hengkang bantu host family pindahan ke Swiss sebelum pulang ke Indonesia sampai awal Januari. Intinya, saya sudah kehilangan waktu untuk datang ke room viewing . Di Norwegia, beberapa pemilik apartemen atau kamar biasanya mewajibkan calon penyewa datang dulu ke lokasi dan melihat langsung kamar, sebelum akhirnya memutuskan. Selain itu, biasanya dari pihak pemilik juga ingin melihat langsung si penyewa ini orangnya seperti apa. Meskipun, ada juga banyak kamar yang bisa disewakan tanpa kita perlu datang langsung tapi cukup lewat video call . Intinya, karena dari awal Desember sampai awal Januari saya tak berada di Oslo, hal ini cukup memberatkan untuk datang langsung melihat hunian. Ngomong-ngomong, saya ingin cerita dulu tentang banyakny

2020: The Newest Year After Five-Year

Setelah 5 tahun jadi au pair dan selalu merasa hidup dengan banyak batasan, akhirnya di tahun ini saya bebas melakukan apa yang saya mau  —  meskipun dengan tanggung jawab yang lebih besar pula! Beruntungnya lagi, dari bulan lalu saya masih sempat pulang ke Indonesia demi melepas penat sebelum kembali menyelesaikan studi di Norwegia. Pulang ke Indonesia selalu menjadi terapi ketika masih punya kesempatan berkumpul bersama keluarga sekalian makan makanan khas yang tak ada kloningannya di Eropa.  This is SO good!  Bangun tidur dengan santai, tak ada suara teriakan anak, tak ada SMS soal daftar pekerjaan rumah tangga, serta tak ada batas sungkan karena masih tinggal di rumah orang.  I am at home, literally my parents' home,  Kota Palembang! What are (gonna be) new things in 2020 that make me this happy?