Langsung ke konten utama

Hari Terakhir di Phnom Penh

Mai mengabari kalau pagi itu dia tidak bisa menemani kami jalan-jalan karena sakitnya kambuh. Poor Mai.

"If I could wake up from my bed, I will pick you up in the hotel at 8 AM," katanya di telepon.

Sebenarnya tidak enak juga sih, kemarin waktu menemani kami jalan-jalan sebenarnya Mai juga sedang dalam kondisi tidak sehat. Apalagi malamnya mendapati kabar ibunya masuk rumah sakit gara-gara terlalu banyak minum. Memang waktunya Mai istirahat.

"It's your last day in Cambodia. I don't want to miss our last opportunity. But I'll try my best to be stronger," katanya lagi.

Duh, beneran jadi terharu deh. Tapi akhirnya sampai jam setengah 8 pagi Mai mengabari kalau dia tidak bisa menemani kami karena perutnya masih sakit.

"It's okay, Mai. You should take a rest. Thank you for a few days ago," Dwi jadi prihatin.

Dan jadilah hari terakhir di Phnom Penh diisi dengan kegiatan belanja dan kunjungan ke Tuol Sleng. Dina buru-buru minta maaf saat datang terlambat. Padahal telatnya cuma setengah jam doang. Lagian kalau dia datangnya on time terus kasihan di saya dong. Habisnya di antara teman gang, cuma saya yang bangun paling telat dan kebagian mandi paling akhir. Isshh..curhat.

Dina beneran jadi time manager alias alarm yang baik banget buat kami. Pas ditraktir sarapan (lagi-lagi) kami selalu diingatkan untuk tidak terlalu lama menghabiskan makanan. Saat sesi jalan-jalan, dia terus-terusan mewanti-wanti kalau kami cuma waktu kurang dari dua jam buat berbelanja. Habisnya, kami harus menyisihkan waktu untuk check out dan kunjungan singkat ke Tuol Sleng. Dia tidak ingin kami terlambat sampai bandara dan ketinggalan pesawat. Uuuhh...totwit.

Jadi ceritanya, kami dibawa Dina balik lagi ke pasar sentral yang pertama kali kami datangi. Eh sebenarnya permintaan khusus dari kami juga sih. Pas kali pertama datang, saya dan Mbak Lia naksir berat dengan kain Kamboja yang warnanya cantik-cantik, jadinya sudah dijadwalkan bakal balik lagi kesini. Tapi ternyata pas balik lagi, kok tidak selera lagi ya dengan kain-kainnya? Aiihh bohong sih, sejujurnya dolar sudah mepet. Jadinya balik-balik jajan kaos sama suvenir doang. FYI, kaos-kaos Kamboja bahannya bagus-bagus banget! Sueerr... Harga per-bijinya cuma US$2 dengan bahan bagus dan motif sablon neon. Must buy deh ya kalau mampir ke pasar ini. Hohoho..

Entah mengapa saya mulai selera dengan menu makan siang kali ini. Bukan karena lagi-lagi gratis ya, tapi jujur saja, kemarin-kemarin saya sempat dibuat eneg dengan seleranya orang Kamboja. Sialnya, setiap kali ingin pesan makanan, kami tidak pernah disuruh memilih menu sendiri. Jadi kebanyakan Dina atau Mai yang memesan. Pas makanannya datang pun, si Dina dengan 'baik hati' meracik bumbu makanan kami, baru memperbolehkan kami makan. Idihh..sungguh tidak adil! Hehe.. Tapi rata-rata bumbu racikan Dina enak kok. *bohong*

Tahu makanan yang bikin saya selera? Kepala ikan goreng yang super crunchy! Hohoho.. Saya sampai lupa lho menawari Mbak Lia, Dwi, dan Dina saking serunya makan ikan sendirian. Eh sumpah, beberapa hari ini saya cuma disuguhkan mie, jamur, daging, ayam, atau kerang-kerangan. Bosan juga kali ah.. Makanya pas pesan menu, saya ngomong ke Dina kalau saya ingin ikan. Ikan apa saja deh. Lucky me, dibawain ikan goreng. Iya, ikan goreng doang. Rakus deh eke!

"She misses to eat fish. So, she likes fish," kata Dwi saat menyadari Dina memperhatikan saya makan ikan dengan lahapnya.

"Ohh, it's okay. Eat.. eat," kata Dina maklum sambil mengangguk-angguk.

Tapi bukan cuma saya lho yang lahap makan. Si Mbak Lia juga kok kayaknya tidak menoleh lagi ya dari mangkuk berisi ayam-mirip-soto-tapi-asam itu? Iiihhww..ketawan! "Sambel sama kecap asinnya cocok joonn..," belanya. Dooh, alibi doang bilang aja laper.

Berikutnya adalah kunjungan ke Tuol Sleng. Dina mengingatkan lagi kami cuma punya waktu sekitar satu jam untuk keliling Tuol Sleng. Deehh...lagian mau apa pula sih di Tuol Sleng lama-lama? Kan syerem.

Sebenarnya Tuol Sleng ini 'hanya' museum dengan bangunan yang dulunya adalah sekolah. Ta-piiiii...museum ini adalah bangunan yang menjadi saksi bisu kekejaman Pol Pot zaman dulu. Dwi sampai mau nangis memohon untuk tidak masuk kesana. Tapi berkat 'rayuan' kami dan Dina, akhirnya dia mau juga tuh masuk ke Tuol Sleng.

Selain jadi alarm yang super on time, Dina juga berbaik hati menjadi guide kami selama di Tuol Sleng. Tuh kan, kurang servis apalagi coba kami ini? Jalan-jalan diantar pakai mobil, makan dibayarin tiga kali sehari, karaoke ditraktir, ini jadi guide gratisan pula! Padahal kalau mesti nyuruh guide menerangkan isi museum, mesti bayar lagi kan?! Lucky us! Hehe..

Jadi intinya museum ini akan menyuguhkan sejarah yang kelam bagi masyarakat Kamboja dan sungguh memilukan. Bayangkan, satu bangsa, satu tanah air, tapi nekad saling siksa. Begitu juga dengan sejarah Tuol Sleng ini, sungguh menyayat hati. Kekejaman Pol Pot ini mirip-mirip peristiwa G30S/PKI. Tapiiii..menurut info yang saya dapat dari Dina, ternyata tentara Pol Pot ini adalah anak-anak muda yang umurnya dibawah 20 tahun! Katanya, sebelum menjadi pasukan Pol Pot, anak muda ini disuruh membunuh kedua orang tua mereka dulu. Karena, kalau mereka sudah berani membunuh orang tua sendiri, mereka tidak akan mungkin takut membunuh orang lain. Ya Tuhan, saya sampai merinding.

Ada banyak foto tentara Pol Pot dan korban-korban yang disiksa di museum ini. Sungguh memilukan, anak-anak muda yang nyatanya orang Kamboja juga nekad menyiksa hidup-hidup orang tua yang jelas-jelas satu bangsa. Saya saja sampai tidak ingin menceritakan kekejaman mereka lebih lanjut. Untungnya kunjungan kami hanya dibatasi Dina sampai jam setengah dua. Kacau juga kalau sampai sore kami disini. Habisnya Mbak Lia mengajak nonton video dokumenter yang akan ditayangkan jam 3 nanti. Gila, saya bisa-bisa tidak tidur nanti!

Saat menunggu taksi yang akan mengantar ke bandara, kami pamitan dulu dengan resepsionis hotel yang ramah sekali. Selain bahasa Inggrisnya bagus, kami juga tidak segan untuk komplain apapun dengan dia. Eh iya, saya ketemu sama cowok manis mirip Calvin Jeremy di hotel. Tumben-tumben kan nemu barang bagus di Kamboja. Bukan tamu lho, tapi bellboy-nya. Saya sih sebenarnya sudah ketemu dia dari kemarin, tapi pas mau check out kebetulan dianya stay di lobi terus. Jadinya sekalian pamitan deh. *Gak penting*


Bye bye, Phnom Penh

Well, this our last time in Cambodia. Sungguh senangnya hati ini, kemana-mana diantar, ditraktir makan pula. Enaknya ya menyombongkan pengalaman sama orang. Hahaa.. Tapi sumpah, sampai sekarang saya juga tidak menyangka bakal dapat teman yang super baik seperti mereka. Saya dan dua orang travel mate sampai sudah janjian bakal menjamu mereka dengan baik pula kalau mereka datang lagi ke Indonesia. Ngomong-ngomong, Dina lagi giat-giatnya latihan nih agar dikirim ke pertandingan petanque di Bali Oktober nanti. Semoga saja berhasil ya! Hoping you will go to your dreamland, Din!



Komentar

  1. Hi my family member! I wish to say that this article is amazing, nice
    written and include almost all important infos. I would like to look extra
    posts like this .

    BalasHapus
  2. bookmarked!!, I love your site!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita tetaplah bagi

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola

Guide Untuk Para Calon Au Pair

Kepada para pembaca blog saya yang tertarik menjadi au pair, terima kasih! Karena banyaknya surel dan pertanyaan tentang au pair, saya merasa perlu membuat satu postingan lain demi menjawab rasa penasaran pembaca. Mungkin juga kalian tertarik untuk membaca hal-hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair  ataupun tips seputar au pair ? Atau mungkin juga merasa tertantang untuk jadi au pair di usia 20an, baca juga cerita saya disini . Saya tidak akan membahas apa itu au pair ataupun tugas-tugasnya, karena yang membaca postingan ini saya percaya sudah berminat menjadi au pair dan minimal tahu sedikit. Meskipun sudah ada minat keluar negeri dan menjadi au pair, banyak juga yang masih bingung harus mulai dari mana. Ada juga pertanyaan apakah mesti pakai agen atau tidak, hingga pertanyaan soal negara mana saja yang memungkinkan peluang kerja atau kuliah setelah masa au pair selesai. Oke, tenang! Saya mencoba menjabarkan lagi hal yang saya tahu demi menjawab rasa penasar

Berniat Pacaran dengan Cowok Skandinavia? Baca Ini Dulu!

"Semua cowok itu sama!" No! Tunggu sampai kalian kenalan dan bertemu dengan cowok-cowok tampan namun dingin di Eropa Utara. Tanpa bermaksud menggeneralisasi para cowok ini, ataupun mengatakan saya paling ekspert, tapi cowok Skandinavia memang berbeda dari kebanyakan cowok lain di Eropa. Meskipun negara Skandinavia hanya Norwegia, Denmark, dan Swedia, namun Finlandia dan Islandia adalah bagian negara Nordik, yang memiliki karakter yang sama dengan ketiga negara lainnya. Tinggal di bagian utara Eropa dengan suhu yang bisa mencapai -30 derajat saat musim dingin, memang mempengaruhi karakter dan tingkah laku masyarakatnya. Orang-orang Eropa Utara cenderung lebih dingin terhadap orang asing, ketimbang orang-orang yang tinggal di kawasan yang hangat seperti Italia atau Portugal. Karena hanya mendapatkan hangatnya matahari tak lebih dari 3-5 minggu pertahun, masyarakat Eropa Utara lebih banyak menutup diri, diam, dan sedikit acuh. Tapi jangan salah, walaupun dingin dan hampa