Langsung ke konten utama

Menjalin Hubungan Baik dengan Keluarga Angkat



Tiap keluarga angkat atau host family memang tidak sama. Ada yang sangat bersahabat, ada yang penuh aturan, ada yang cerewet, atau ada juga yang terlalu perfeksionis dan mengekang. Meski kita tidak tahu bagaimana sifat asli host family sebelum berangkat, namun sejatinya tidak ada host family yang sempurna. Host family adalah keluarga baru sekaligus ibarat perusahaan untuk kita. Tidak ada salahnya menjalin hubungan baik dengan mereka selama kita tinggal di rumahnya. 

Tinggal di rumah orang lain memang tidak bisa secuek di rumah sendiri. Selalu ingat, kita adalah au pair yang bertukar pengalaman tempat tinggal untuk membantu melakukan beberapa pekerjaan dasar di rumah mereka. Ada baiknya kita tetap selalu bersikap baik di rumah keluarga angkat dan berusaha menjalin hubungan baik dengan mereka.

What to do?

Dare to speak!

Ini permasalahan utama mengapa saya sering miskomunikasi dengan keluarga yang sekarang. Dari yang malu, banyak pikir, atau malah malas bicara, akhirnya saya tidak bisa mengutarakan apa yang harusnya dikatakan.

Sebenarnya bukan soal si au pair yang pemalu atau introvert, tapi sejauh yang saya temui, rata-rata au pair dari Asia memang tipikal orang yang suka menyimpan perasaan dan lebih baik diam. Padahal komunikasi dengan host family menjadi hal yang sangat vital.

 Awalnya memang sering kaku lidah, namun kalau sudah terbiasa, sebenarnya para keluarga bule itu juga open dan pikiran mereka kadang tidak sama dengan apa yang kita pikirkan. So, harus berani mengutarakan dulu apa yang kita rasakan! Harus berani! Harus!

Banyak sapa dan tanyakan kabar mereka

Apa yang membuat kamu dan teman atau gebetan lama berbetah-betah duduk di kafe? Pastinya ada topik seru untuk dibahas kan? Karena kita tinggal dengan host family yang dianggap keluarga juga, sebaiknya kita juga harus selalu menjaga komunikasi dan percakapan agar suasana tidak kaku.

Tidak harus menjadi seorang yang cerewet dan segala hal harus diceritakan, karena ada waktunya kita juga malas bicara dan memilih diam. Cobalah untuk ikut membaca koran atau berita tentang negara yang sedang kita tinggali. Hal ini bisa jadi topik seru untuk jadi topik dengan host family. Selain itu, host family pun bisa jadi akan sedikit terkesan karena kita mau lebih mengenal negara mereka.

Kebiasaan lainnya adalah menyapa di pagi hari dan sebelum tidur, berbincang tentang cuaca, atau menanyakan kabar harian. Yang keluarga saya lakukan saat semua anggota keluarga sudah pulang ke rumah adalah menanyakan tentang berita mereka hari itu. Walaupun kadang skenarionya cuma jadi begini;

"Hello, Nin. How was your day?"
"Good. Good. And how was Ghent, also hard rain?"
"Yes, also windy. How was the kids? Everything is okay?"
"Yes, everything is okay."

tapi setidaknya kita berusaha mengakrabkan diri dengan host parents dan ingin tahu apa yang terjadi di luar. Kedengarannya sih basa-basi, namun sebenernya mereka benar-benar ingin tahu apa saja hal yang sudah kita lakukan di negara mereka. Jika ada hal menarik yang terjadi, kita bisa menemukan satu topik untuk membuat percakapan lebih panjang.

Hal yang sama juga harus kita lakukan ke host kid(s). Walaupun seringnya cuma mendapatkan jawaban "good", "no", "yes", atau bahkan tidak ada jawaban sama sekali, saya tetap berusaha untuk selalu berkomunikasi dengan mereka. Yang sering ditanyakan biasanya tentang sekolah, pekerjaan rumah, teman, atau pertandingan basket mereka. Ssstt..pertanyaan seperti ini sebenarnya bukan kepo lho, tapi bagian dari perhatian.

Makan bersama

Sejak tinggal di keluarga yang sekarang, setiap pagi dan malam biasanya saya berkumpul di meja dan makan bersama. Walaupun beberapa kali absen ikut sarapan dan dinner, tapi biasanya saya menyempatkan untuk duduk dan mendengarkan cerita para bocah dan orang tuanya.

Beberapa teman au pair ada juga yang malas melakukan hal ini karena canggung. Tapi sebenarnya, hal inilah yang membuat kita benar-benar dianggap jadi bagian keluarga mereka. Duduk, makan bersama, dan cerita tentang apa saja yang sudah dilakukan hari itu. Jujur saja, saya juga kadang malas karena tidak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan. Tapi saya juga menyukai bagian dimana para anggota keluarga berkumpul dan berbincang. Bukankah hal ini sudah sangat jarang dilakukan saat kita sudah besar?

Mari memasak!

Hal menyenangkan selama tinggal di Belgia adalah saya bisa sekalian belajar memasak dan mencicipi makanan khas sana yang cenderung berkuah dan bersaus. Baru sekalinya ini saya merasa makan udang dan wortel mentah itu enak. Atau juga, baru sekalinya ini saya merasa roti yang dilumuri minyak olive bisa senikmat saat di Belgia.

Keluarga saya yang dulu dan sekarang dua-duanya suka memasak. Bedanya, keluarga yang dulu suka masakan seafood yang segar, sementara yang sekarang sukanya daging-dagingan yang berlemak. Walaupun saya lebih suka masakan keluarga yang dulu, tapi dari keluarga yang sekarang, saya diajari resep spaghetti dan saus bolognese paprika khas keluarga mereka yang enak.

Bagi saya, inilah namanya pertukaran budaya. Selain kita bisa mencicipi masakan khas dari host country, kita juga sesekali bisa menghidangkan makanan khas Indonesia di meja mereka. Walaupun sering ada ketakutan bakal tidak cocok dengan lidah mereka, namun makanan cukup familiar seperti nasi goreng atau bakso masih cukup bisa diterima. Bisa juga sesekali membuat muffin sederhana atau tiramisu untuk dimakan bersama. Setidaksukanya kamu memasak, atau setidaksukanya mereka dengan makanan Asia, tapi tidak ada salahnya mengenalkan satuuuu saja masakan karya kita di meja mereka.

Let's play together and be enthusiastic

Karena host kids saya sudah besar dan cukup mandiri, saya tidak perlu terlalu aware dengan mereka. Kalau lapar, mereka bisa makan sendiri. Kalau mandi, mereka juga bisa mandi sendiri. Bahkan kalau bosan, mereka juga bisa memilih main atau nonton tv. Karena kemandirian tersebut, saya benar-benar jadi kakak yang kadang hanya bertugas mengingatkan tentang jadwal tidur atau menegur kalau ada salah. Namun ada kalanya tugas au pair tidak hanya bersih-bersih dan mengontrol, tapi juga ikut main dan melakukan aktifitas bersama anak.

Tidak perlu jadi seorang guru TK yang harus menggiring main atau harus punya banyak ide untuk mengisi hari-hari kosong mereka, karena sejujurnya kita bukan seorang penghibur anak-anak! Yang harus kita tunjukkan adalah rasa antusias saat bermain atau berkumpul bersama. Meski saya punya sedikit masalah bercakap-cakap ria dengan anak-anak, namun saya selalu berusaha ikut nonton tv bersama atau main trampolin di luar walaupun malas sekali.

Kalau sedang good mood, saya biasanya mengajak si gadis kecil, Keet, menggambar sesuatu yang memang adalah hobinya. Hal yang selalu membuat dia penasaran adalah saat saya dengan baiknya menggambar seorang gadis berkepang lengkap dengan badan-badannya.

Lucu sekali saat melihat dia antusias menggambar hal yang sama dengan yang saya lakukan. Host kid saya yang satu ini memang punya hobi yang sama dengan saya. Berbeda dengan kakak-kakaknya yang aktif di olahraga, sebenarnya melakukan sesuatu dengan Keet bisa jadi lebih seru. Namun kadang saya juga tidak in good mood dan akhirnya meninggalkan dia bermain dengan iPad-nya. 

Aktifitas lain yang bisa dilakukan dengan anak-anak yang sudah lebih besar sebenarnya cukup mudah. Mainan klasik seperti UNO, Monopoly, atau board game juga seru. Aktifitas olahraga seperti renang dan bersepeda bisa juga dipilih kalau memang cuaca sedang bagus.

Voor jou, van mij

Arti dari kalimat di atas "untuk mu, dari aku". Walaupun tidak wajib, tapi sebaiknya berikanlah hadiah kecil pada host kids saat mereka berulang tahun, menang perlombaan, atau dapat juara kelas. Dengan gaji au pair yang pas-pasan kita juga tidak harus membelikan mereka sepatu basket atau mainan super canggih. Cukup belikan mug bergambar lucu, bando-bando imut, atau hadiah buatan tangan bisa jadi kenangan sendiri untuk mereka. Yang suka memasak, bisa juga membuatkan mereka cake cokelat favorit. Jangankan anak-anak, kita sendiri juga senang kan diberi kado? :)

Be flexible yet manageable

Jadi au pair menuntut fleksibilitas yang tinggi. Meski sudah jelas jam kerja cuma enam jam per hari, namun kadang host family masih butuh kita babysit di Sabtu malam atau saat kita libur. Apapun agenda kita saat libur baiknya didiskusikan dengan host parents dari jauh hari. Hal ini untuk menghindari kesalahpahaman dan jadwal yang berbenturan. Tanyakan juga tentang rencana host family saat akhir pekan untuk mengatur agenda kita. 

Saya sempat ditegur host parents gara-gara ingin libur dari Jumat malam secara mendadak. Padahal Jumat malam itu saya masih kerja dan ternyata mereka butuh saya babysit. Untuk menghindari kesalahpahaman seperti ini, saya sekarang lebih aware dan mengalah dengan jadwal padat mereka. But fortunately, rata-rata host family tidak akan membebani au pair untuk babysit di tiap Sabtu malam kok.

Beritahukan teman dan rencana mu

Apa tanggapan kalian ketika ada anggota keluarga baru tinggal di rumah, namun pergi dan pulang tidak ada kabar? Atau bagaimana tanggapan kalian saat teman anggota keluarga baru datang, tapi kita tidak tahu bentuk mukanya, siapa, dan apa saja pekerjaan mereka di kamar?

Well, mungkin kita bisa saja cuek kalau yang dimaksudkan adalah kakak atau adik kandung sendiri. Tapi coba kamu bayangkan seandainya ada gadis asing datang dari tempat jauh yang sudah kita anggap sebagai keluarga, tiba-tiba tidak pulang ke rumah tanpa memberi kabar? Bukankah kita juga ikutan khawatir kemana dia dan apa yang terjadi?

Host family di rumah juga merasakan hal yang sama dengan kita. Dengan tidak menanyakan kabar kita, bukan berarti mereka tidak ingin tahu dan cuek. Mereka hanya menghargai privasi kita dengan tidak menanyakan macam-macam tentang hal yang kita lakukan.

Namun ada baiknya kita memberi kabar kemana kita akan pergi, di rumah siapa kita akan menginap, atau apakah kita akan pulang atau tidak. Sebenarnya host family lah yang bertanggungjawab atas kita di negara asing ini. Dengan memberi tahu siapa teman dan kemana kita akan pergi, menjelaskan kalau kita menghargai mereka.

Di lain sisi, jikalaupun ada sesuatu terjadi pada kita, mereka tahu akan mencari kemana. Tuliskan juga beberapa nomor telepon dan alamat teman-teman terdekat di kertas dan tempelkan di kamar kita untuk mengantisipasi seandainya host parents mencari beberapa kontak teman terdekat yang bisa dihubungi. 


Be socializing

Ada kalanya, host family punya acara dinner di rumah dan mengundang teman-teman mereka. Sejauh ini, kalaupun ada dinner di rumah, host family saya selalu mengajak untuk makan bersama di satu meja. Tapi ada juga beberapa keluarga yang hanya ingin menikmati acara dinner dengan teman-teman mereka tanpa diganggu anak atau au pair. Kalau kondisi ini terjadi, kita tidak perlu kecewa dan cukup biarkan host parents berkumpul bersama teman-temannya.

Yang ingin saya gambarkan disini bukan soal acara dinnernya, tapi ada masa dimana host family menawarkan au pair ikut acara mereka atau mengajak ke suatu tempat. Seringkali host parents saya menawari untuk datang ke acara mereka di hostel atau student housing. Meski saya tahu disana saya pasti akan sendirian dan tidak ada teman bicara, tapi ikut acara seperti ini membuat saya bisa lebih tahu pekerjaan host parents dan apa yang membuat mereka sangat sibuk setiap hari.

Seandainya host family memang menawari ikut ke sebuah acara, sesekali boleh saja kita terima ajakan mereka. Jangan terlalu sering menolak tawaran ini karena menandakan kita terlalu menjaga jarak dan tidak ingin terlalu ikut campur. Saat di acara itu pun, jangan cuma sibuk dengan ponsel dan menyendiri di pojokan. Cobalah untuk mencari teman bicara atau cukup sok-sok memperhatikan apa yang terjadi. Karena nyatanya acara orang barat memang tidak seakrab acaranya orang Asia.

Jadi au pair yang menyenangkan memang tidak mudah. Kita juga tidak harus berpura-pura untuk menjadi orang yang sok easy going untuk membuat keluarga angkat senang. Cukup jadi sendiri, jaga sikap, jujur, dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan dan anak-anak mereka itu saja kadang sudah cukup kok.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita tetaplah bagi

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola

Guide Untuk Para Calon Au Pair

Kepada para pembaca blog saya yang tertarik menjadi au pair, terima kasih! Karena banyaknya surel dan pertanyaan tentang au pair, saya merasa perlu membuat satu postingan lain demi menjawab rasa penasaran pembaca. Mungkin juga kalian tertarik untuk membaca hal-hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair  ataupun tips seputar au pair ? Atau mungkin juga merasa tertantang untuk jadi au pair di usia 20an, baca juga cerita saya disini . Saya tidak akan membahas apa itu au pair ataupun tugas-tugasnya, karena yang membaca postingan ini saya percaya sudah berminat menjadi au pair dan minimal tahu sedikit. Meskipun sudah ada minat keluar negeri dan menjadi au pair, banyak juga yang masih bingung harus mulai dari mana. Ada juga pertanyaan apakah mesti pakai agen atau tidak, hingga pertanyaan soal negara mana saja yang memungkinkan peluang kerja atau kuliah setelah masa au pair selesai. Oke, tenang! Saya mencoba menjabarkan lagi hal yang saya tahu demi menjawab rasa penasar

First Time Au Pair, Ke Negara Mana?

Saya ingat betul ketika pertama kali membuat profil di Aupair World, saya begitu excited memilih banyak negara yang dituju tanpa pikir panjang. Tujuan utama saya saat itu adalah Selandia Baru, salah satu negara impian untuk bisa tinggal. Beberapa pesan pun saya kirimkan ke host family di Selandia Baru karena siapa tahu mimpi saya untuk bisa tinggal disana sebentar lagi terwujud. Sangat sedikit  host family dari sana saat itu, jadi saya kirimkan saja aplikasi ke semua profil keluarga yang ada. Sayangnya, semua menolak tanpa alasan. Hingga suatu hari, saya menerima penolakan dari salah satu keluarga yang mengatakan kalau orang Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Selandia Baru. Duhh! Dari sana akhirnya saya lebih teliti lagi membaca satu per satu regulasi negara yang memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia. Sebelum memutuskan memilih negara tujuan, berikut adalah daftar negara yang menerima au pair dari Indonesia; Australia (lewat Working Holiday Visa ) Austria Amerika