Langsung ke konten utama

Drama Visa Cina yang Menguras Emosi, Waktu, dan Biaya

"Mengurus visa turis Cina sangat mudah! Paling mudah! Praktis! Tidak butuh syarat banyak!"

Iya, kalau mengurus aplikasinya di Indonesia! Di Denmark, entah kenapa aplikasi saya malah dipersulit.

Berawal dari niat mengunjungi adik saya yang sedang studi di Cina, saya memutuskan memasukkan aplikasi 3 minggu sebelum keberangkatan. Selain karena waktu mengurus visa Cina yang reguler hanya 4 hari kerja, saya juga harus mengurus aplikasi perpanjangan residence permit baru dulu.

Residence permit saya habis tanggal 6 Mei 2017, sementara saya mesti ke Cina di penghujung bulan Mei. Karena baru saja mengurus perpanjangan permit baru, akhirnya saya tidak mengantongi kartu residence permit yang valid.

Tapi, ada ketentuan tertulis dari Ministry of Immigration, Integration, and Housing, yang memperbolehkan orang yang permit barunya sedang diproses, keluar masuk Denmark selama maksimum 90 hari jika memang ingin travelling. Namanya Re-entry Permit, stiker berbentuk visa yang akan ditempel di paspor kita dan berfungsi sebagai residence permit.

Re-entry Permit dapat diperoleh di kantor Danish Agency atau Citizen Center. Jelas sekali, Re-entry Permit fungsinya sama dengan residence permit yang memperbolehkan kita keluar Denmark sesuai dengan berapa lama kita travelling. More info here.

Karena tahu tidak mengantongi kartu residence permit, saya mencoba menghubungi pihak Kedutaan Besar Cina untuk menanyakan masalah ini. Mungkin saja mereka bisa membantu menjelaskan kira-kira dokumen apa saja yang perlu saya lengkapi saat membuat visa.

Saya email, tidak dibalas. Saya telepon beberapa kali, tidak pernah diangkat. Akhirnya saya nekad saja membuat janji via online untuk menyerahkan aplikasi di Chinese Visa Application Center.

Syarat-syarat dokumen terlihat sangat gampang:
1. Paspor yang masa berlakunya tidak kurang dari 6 bulan PLUS fotokopi halaman data diri di depan.
2. Pasfoto ukuran 4,8x3,3mm (TRUST ME!! Mereka tidak pernah mengukur sisi kali sisi. Di Denmark sangat sulit menemukan tukang cuci cetak foto. Jadi, jangan permasalahkan ukuran, yang penting terlihat jelas saja sudah cukup. Saya menggunakan foto 4,5x3,5 sama sekali tidak masalah)
3. Formulir aplikasi visa yang diisi dengan lengkap dan ditandatangani (Di VAC Kopenhagen, formulir tersedia dengan gratis di tempat.)
4. Bukti tanda kependudukan legal kalau pemohon membuat visa tidak di negara asal mereka PLUS fotokopinya. Bisa berupa residence permit, kartu mahasiswa, ataupun surat lain yang menyatakan pemohon tinggal secara legal di negara dimana pemohon membuat visa.

Tambahan:
1. Tiket pesawat pulang-pergi
2. Konfirmasi booking penginapan
3. Surat undangan (jika ada)
4. Detail perjalanan (tidak harus)

Meskipun bisa membuat visa tipe S2, tapi saya batalkan saja untuk tetap membuat visa turis tipe L. Visa tipe S2 diberikan kepada pemohon yang pergi ke Cina dengan tujuan mengunjungi keluarga yang sedang studi ataupun kerja. Masa berlaku tinggal bisa sampai 180 hari, lho.

Hari Pertama

Setelah mengambil nomor antrian, saya menunggu giliran untuk menyerahkan dokumen di loket. Sebenarnya tidak terlalu banyak orang yang mengantri di Chinese VAC Kopenhagen. Tanpa harus booking jadwal via online, orang-orang juga bisa langsung datang, mengisi formulir di tempat, lalu menunggu giliran dipanggil. Namun memang, orang yang booking jadwal via online biasanya akan dilayani terlebih dahulu.

Kantornya pun cukup lengkap. Karena selain mesin fotokopi, orang-orang juga bisa mengeprint dokumen langsung jika ada yang mesti dilengkapi lagi.

Tibalah giliran saya di satu loket yang petugasnya seorang wanita bermuka jutek. Semua petugas loket orang Cina. Tapi entah kenapa hanya dia yang tidak terlalu bersahabat.

"What is your nationality?" katanya.

"Indonesia."

Saat melihat paspor saya masih tertutupi sampul hitam, dia segera menyuruh melepaskannya.

"This because I still have my old passport here. So, I put them together in a passport cover."

"We don't need your old passport. We only need your new one," katanya lagi dengan jutek.

"Okay. I thought you need the old one to see my travel history."

"No, no need."

Dia mengecek dokumen saya dan mencentang data-data yang cocok dengan data passport.

"Where is your residence permit?" tanya si petugas jutek sambil terus membolak-balik dokumen yang saya lampirkan.

"Well, it is in the process. I have just submitted my new residence permit application. Thus, I wrote in the note (in visa form) regarding my residence permit extension."

"We cannot give you a visa if you don't have a residence permit."

"But I have attached my Re-entry Permit copy. It works the same as residence permit, which is allowing me to come and leave Denmark multiple times."

"Yes. But we need to see when and where you submit your extension permit. We need to know that you really submit the application of your extension."

Blablabla... Sampai akhirnya dokumen saya semuanya dikembalikan untuk segera dilengkapi. Si petugas jutek menyuruh saya datang lagi sekalian menambahkan surat keterangan dari Citizen Center yang menyatakan kalau saya benar-benar sedang memperpanjang residence permit. Meskipun sedikit kecewa, saya akhirnya pulang ke rumah sekalian meminta konfirmasi lagi ke pihak Citizen Center tempat saya membuat data biometrik.

Hari Kedua

Karena si petugas ingin saya menyertakan surat pernyataan dari Citizen Center, akhirnya saya menghubungi pihak tersebut jikalau mereka bersedia membuatkan saya surat keterangan. Saat email tidak dibalas, saya langsung saja menelpon yang ternyata juga harus antri selama 10 menit.

Setelah berhasil menghubungi mereka dan menceritakan masalah saya, pihak Citizen Center mengatakan kalau mereka sama sekali tidak ada hak untuk membuatkan surat tersebut. Pertama, karena mereka hanya bertugas mengurusi pembuatan residence permit bagi pemohon yang tinggal di Denmark.

Yang kedua, di website New in Denmark sudah jelas sekali menyatakan tentang Re-entry Permit ini. Seperti yang sudah saya jelaskan di atas, Re-entry Permit hanya diberikan kepada pemohon yang MEMANG sedang menunggu perpanjangan residence permit baru, namun harus travelling keluar Denmark selama proses menunggu.

Yang ketiga, dibandingkan dengan surat pernyataan dari Citizen Center, petugas yang sedang menerima panggilan menyarankan untuk meminta host family yang membuatkan surat pernyataan.

"They are the right people to make you that statement since you are living with them," katanya.

"Terus bagaimana saya bisa membuktikan kepada pihak visa center kalau saya memang sedang perpanjangan permit? Apa hanya bisa dibuktikan dengan tanda terima dari Citizen Center saat pengambilan data biometrik?"

"Yes, that should be fine. Di tanda terima tersebut juga bisa dilihat jika kamu memang sudah mengambil data biometrik yang tujuannya untuk keperluan pembuat permit baru."

Hari Ketiga

Empat hari setelah menyiapkan semua dokumen tambahan, saya datang lagi ke Chinese VAC di Kopenhagen.

Dokumen tambahan tersebut:
1. Fotokopi tanda terima dari Citizen Center yang menyatakan saya sudah selesai mengambil data biometrik.
2. Fotokopi kartu residence permit lama
3. Surat pernyataan au pair dari Louise yang menyatakan saya memang au pair mereka, lama kontrak, hingga masa travelling yang diijinkan oleh pihak keluarga.

Saat tiba giliran menyerahkan dokumen, sialnya saya lagi-lagi mesti bertemu dengan si petugas jutek. Duh!

"So, how is it? What was the last time? Did you bring all the documents?" tanyanya saat mengambil dokumen saya.

Saya hanya diam saja tidak menjawab pertanyaan satu pun. Saya hanya membiarkan dia mengecek sendiri dokumen tambahan yang sudah disiapkan.

"But,..." katanya ragu saat pengecekan. "Where is that statement?"

"I have already contacted them (Citizen Center) and they said, they have no right to make it. They even said, my host family is the right person to make it for me since I am living and working for them," kata saya tegas.

"Iya. Tapi tidak cukup bukti. Kami tidak bisa memberikan visa kalau status kamu tidak jelas di Denmark."

Hah, what, status tidak jelas? Saya hanya menarik napas panjang saat mendengar pernyataan dia.

Dokumen saya dicek halaman demi halaman oleh si petugas. Kata per kata yang saya tulis, hingga apapun yang ada di formulir visa saya dibaca berulang-ulang.

"So, you are an au pair and you'll be here until September?"

"Yes!"

"And what will you do after?"

"Come back to Indonesia."

"Why do you want double entry visa?"

"Because I am thinking to come back to China with my mom within 6 months."

"No, we cannot give you. You even have no residence permit now. Only single entry."

Saya hanya menarik napas dalam-dalam pasrah.

"This is your receipt," katanya lagi-lagi judes sambil menyerahkan tanda terima. "I don't know about the decision. But maybe you need an interview with the embassy. Maybe."

Hah? Interview lagi? Ini saja sebelum diwawancara pihak kedutaan, saya merasa sudah duluan dicecar banyak pertanyaan oleh si petugas.

Hari Keempat

Hari Senin, saya menerima panggilan dari Chinese VAC, dari orang yang sama, mengatakan kalau ternyata saya memang butuh interview dengan pihak Kedubes Cina.

"Ini saya buatkan janji interview dengan mereka. Hari Kamis, jam 2.30 ya."

Gila! Hari ini baru Senin dan saya mesti menunggu 3 hari lagi untuk diwawancara. Artinya saya hanya memiliki waktu satu minggu sebelum keberangkatan untuk menunggu status visa saya yang belum tentu juga diterima.

I'm dying! Really!

Hari Kelima

Saya miskomunikasi dengan si petugas Chinese VAC yang membuatkan janji dengan Kedubes Cina.

"Kamu yang mau datang untuk interview ya?" kata seorang petugas di kedubes yang membukakan pintu ketika saya tidak berhenti memencet bel.

"Iya. Jam 2.30 kan?"

"No, it was this morning. Seperti yang kamu tahu, kantor hanya buka dari jam 9-12 siang. Dokumen kamu sudah saya kembalikan lagi ke Chinese VAC dengan catatan kalau ternyata yang di-interview tidak datang."

"Iya. Tapi ditelinga saya, dia mengatakan jam two thirty."

"No, no, ten thirty."

"Yaaah.. Jadi saya mesti membuat janji baru lagi? Saya sudah mesti ke Cina tanggal 23 ini. Apakah kira-kira permohonan saya diterima?"

"Iya, sepertinya masih sempat," kata si petugas sambil berpikir singkat. "Masalahnya, saya harus melihat dokumen kamu dulu baru bisa memutuskan. Begini saja, nanti saya hubungi lagi pihak Chinese VAC dan mengatakan kalau ada miskomunikasi jadi kamu bisa datang lagi hari Selasa."

Double pffttt ~

Hari Keenam

Saya datang lagi ke Kedubes Cina 15 menit sebelum janji interview. Seorang petugas laki-laki yang sebelumnya sempat saya temui ternyata adalah orang yang juga akan mewawancarai saya.

Setelah mewawancarai seorang pemohon, akhirnya tiba giliran saya.

"So, we will take your fingerprints first and then we start the interview," katanya ramah.

Selesai mengambil sidik jari dan memeriksa dokumen saya, si petugas mulai menanyakan tentang keberadaan saya di Denmark. Sudah berapa lama di Denmark, apa itu au pair, siapa yang mengurus program au pair ini, dengan visa apa saya bisa datang ke Denmark, lalu tujuan dan kota mana saja yang akan saya kunjungi di Cina. Wawancara santai pun hanya sekitar 5 menit.

"The Chinese Visa Application Center will inform you when your passport is ready to be picked up," katanya lagi mengakhiri wawancara hari itu.

Hari Ketujuh

Sempat deg-degan visa tidak akan di-approve, saya cek status visa yang bisa ditelusuri via website VAC dari hari Rabu. Hari Jumat saya cek, ternyata paspor sudah dikembalikan ke pihak VAC. Artinya, paspor sudah bisa saya ambil hari itu juga.

Kalian harus tahu, biaya visa Cina lewat VAC di Kopenhagen mahalnya 3x lipat dari di Indonesia. Paling mahal adalah pemohon berkewarganegaraan Amerika, lalu Eropa, dan kewarganegaraan lain yang paling murah dimulai dari 765 DKK (sekitar 1,5 juta rupiah) untuk single entry yang jenis reguler 4 hari kerja. Hiks.


Karena sudah habis-habisan biaya transportasi kesana kemari, lalu ditambah lagi biaya visa yang mahal, saya akhirnya lega juga karena paspor sudah tertempel visa Cina. Though, it's never been easy.



Komentar

  1. Kalau soal peraturan imigrasi mereka memang sangkat tegas dan kaku. Sama susahnya dengan imigrasi amerika serikat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenernya, kalo dibandingin sama USA, Cina justru lebih easy dan rileks. Kemaren memang masalahnya karena saya orang Indonesia "tanpa" kartu residence permit di Denmark. Makanya mereka pengen ngebuktiin kalo saya memang legal tinggal di Denmark dan bukan pejalan gelap yang bakal cari suaka di negara mereka ;>

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita tetaplah bagi

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola

Guide Untuk Para Calon Au Pair

Kepada para pembaca blog saya yang tertarik menjadi au pair, terima kasih! Karena banyaknya surel dan pertanyaan tentang au pair, saya merasa perlu membuat satu postingan lain demi menjawab rasa penasaran pembaca. Mungkin juga kalian tertarik untuk membaca hal-hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair  ataupun tips seputar au pair ? Atau mungkin juga merasa tertantang untuk jadi au pair di usia 20an, baca juga cerita saya disini . Saya tidak akan membahas apa itu au pair ataupun tugas-tugasnya, karena yang membaca postingan ini saya percaya sudah berminat menjadi au pair dan minimal tahu sedikit. Meskipun sudah ada minat keluar negeri dan menjadi au pair, banyak juga yang masih bingung harus mulai dari mana. Ada juga pertanyaan apakah mesti pakai agen atau tidak, hingga pertanyaan soal negara mana saja yang memungkinkan peluang kerja atau kuliah setelah masa au pair selesai. Oke, tenang! Saya mencoba menjabarkan lagi hal yang saya tahu demi menjawab rasa penasar

Jadi Au Pair Tidak Gratis: Siap-siap Modal!

Beragam postingan dan artikel yang saya baca di luar sana, selalu memotivasi anak muda Indonesia untuk jadi au pair dengan embel-embel bisa jalan-jalan dan kuliah gratis di luar negeri. Dipadu dengan gaya tulisan yang meyakinkan di depan, ujung tulisan tersebut sebetulnya tidak menunjukkan fakta bahwa kamu memang langsung bisa kuliah gratis hanya karena jadi au pair. Banyak yang memotivasi, namun lupa bahwa sesungguhnya tidak ada yang gratis di dunia ini. Termasuk jadi au pair yang selalu dideskripsikan sebagai program pertukaran budaya ke luar negeri dengan berbagai fasilitas gratisan. First of all , jadi au pair itu tidak gratis ya! Ada biaya dan waktu yang harus kamu keluarkan sebelum bisa pindah ke negara tujuan dan menikmati hidup di negara orang. Biaya dan waktu ini juga tidak sama untuk semua orang. It sounds so stupid kalau kamu hanya percaya satu orang yang mengatakan au pair itu gratis, padahal kenyatannya tidak demikian. Sebelum memutuskan jadi au pair, cek dulu biaya apa s