Langsung ke konten utama

Dinner Sendirian? Siapa Takut!


Soupa Bistro, Bratislava

Dari kecil hingga kuliah, saya bisa menghitung berapa kali saya terbiasa makan di luar. Saya anaknya memang tidak terlalu suka jajan. Sekalinya makan-makan pun, biasanya bersama teman yang selalu saja available saat diajak ketemuan.

Hijrah ke Denmark dua tahun lalu, saya merasa lebih sering kesepian karena memang jarang sekali menghabiskan waktu dengan teman. Pernah suatu kali, ada festival seru atau restoran yang pengen saya coba, ternyata tidak terlalu menyenangkan jika datang sendiri.

Kadang kaki ini gatal ingin kesana, ingin kesini, tapi malas karena tidak punya teman jalan. Bosan juga lama-lama sering batal jalan hanya karena tidak ada teman, akhirnya saya paksakan saja datang ke banyak kafe, festival, museum, ataupun restoran sendirian.

Di Eropa menjadi hal yang sangat wajar jika orang-orang datang ke festival ataupun museum sendirian. Tapi untuk dinner solo, hmmm, everything is gonna be awkward!


Daging domba di Kopar Restaurant, Reykjavík

Dulu di Palembang, saya sebenarnya bukan orang yang suka keluar nongkrongin restoran cepat saji hanya untuk mengenyangkan perut. Boleh, sesekali. Tapi entah kenapa sejak tinggal di Denmark, selera saya terhadap makanan berubah. Seorang teman pun pernah mengatakan kalau saya memiliki standar yang cukup tinggi untuk makanan.

Pernah suatu kali, saat saya dan dua orang teman masak mie rebus, si teman saya ini hanya menyeduh mie-nya dengan air panas dan ditambahkan bubuk mie. Sementara saya, harus dimasak di atas kompor, ditambahkan sayuran, telur, daging kepiting, hingga bawang goreng. Untuk semangkuk mie rebus, makanan saya termasuk "mahal".

Perubahan selera makan saya ini akhirnya juga berpengaruh dengan tempat makan yang selalu saya pilih. Sedari kecil, orang tua saya selalu mengatakan kalau makan di luar itu, yang dibeli bukan hanya makanannya, tapi juga atmosfirnya. It's totally okay spending some bucks just for experiencing good food and ambience. Dan inilah saya sekarang, selalu penasaran ingin mencoba fine dining atau tempat makan recommended yang ada di banyak tempat.


F-Hoone, Tallinn

Sayangnya, karena rasa penasaran yang "mahal", lagi-lagi saya kesulitan menemukan teman yang mau diajak mencicipi tasting menu ataupun wine di restoran sekitaran Kopenhagen. Maklum, kantong kami masih pas-pasan. Atau mungkin hanya saya saja yang terlalu boros? ;p

Gara-gara hal inilah, daripada menunggu teman dan mati penasaran, saya beranikan diri mereservasi meja di restoran untuk berdua, lalu datang sendirian. Awkward? Iya, kadang. Tapi sebenarnya saya cuek saja karena orang-orang di restoran sebenarnya tidak terlalu memperhatikan.

Saat liburan di Reykjavík, saya sengaja mereservasi meja di salah satu restoran ternama dan memesan 3-course menu. Restorannya sangat antik dengan kursi-kursi kulit dan meja kayu. Meja di sekeliling saya semuanya penuh oleh pelanggan yang datang bersama pasangan dan teman. Meskipun sempat mati gaya dan sedikit krik krik, tapi saya tahan untuk tidak  mengecek ponsel apalagi sok sibuk dengan internet.


ØsterGRO, Kopenhagen

Karena kebiasaan yang sering travelling sendirian, akhirnya saya juga keseringan dinner solo di banyak tempat. Tidak jarang saya mendapati orang-orang yang terlihat takjub dan aneh karena saya makan sendirian. Saat di Tallinn, saya paksakan datang ke sebuah tempat makan oke hanya karena tempat tersebut sangat direkomendasikan. Tahu saya datang sendiri, mereka sengaja memisahkan meja hanya untuk saya. Sialnya, karena posisi meja tepat di tengah ruangan, keberadaan saya sangat sukses menyita perhatian banyak pelanggan yang saat itu kebanyakan datang dengan pasangan. Hiks. Miris.

Meskipun sendirian, saat datang pun biasanya saya tidak tanggung-tanggung, sengaja memakai dress dan pakaian rapih hanya untuk makan di restoran oke. Kadang kala, si pelayan menyangka saya sedang menunggu seseorang. But, no, I am not.

"It is really nice seeing you coming alone. Where did you know this place?" tanya seorang pelanggan di hadapan saya. Restoran kecil tersebut memang di-set di sebuah meja dan bangku panjang hanya untuk menampung 24 orang. Kalau dilihat kanan kiri, memang hanya saya satu-satunya orang yang datang sendirian kesana. Lucunya, sudah sendirian, saya datang paling telat. Tapi tidak jadi masalah karena memang dasarnya saya sudah penasaran mencicipi makanan di tempat tersebut.

Dinner solo memang jadi momen yang sangat tidak menyenangkan, apalagi kalau saya sedang travelling. Tujuan punya teman makan itu, agar kita bisa menilai makanan yang dipesan sekalian cerita-cerita seru. Sungguh, dinner solo bisa sangat kesepian dan awkward. Tapi sekali lagi, daripada saya hanya menunggu kehadiran seseorang atau teman yang tidak satu selera, it's time for being a loner!



Komentar

  1. Masa malu banget makan sendirian? padahal tujuan nya buat cicipi makanan aja...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kan gak semua orang sepercaya diri itu. Ada yang overthinking mikir kalo dia jalan/makan sendirian, semua orang bisa ngeliatin dia gitu.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita tetaplah bagi

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola

Guide Untuk Para Calon Au Pair

Kepada para pembaca blog saya yang tertarik menjadi au pair, terima kasih! Karena banyaknya surel dan pertanyaan tentang au pair, saya merasa perlu membuat satu postingan lain demi menjawab rasa penasaran pembaca. Mungkin juga kalian tertarik untuk membaca hal-hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair  ataupun tips seputar au pair ? Atau mungkin juga merasa tertantang untuk jadi au pair di usia 20an, baca juga cerita saya disini . Saya tidak akan membahas apa itu au pair ataupun tugas-tugasnya, karena yang membaca postingan ini saya percaya sudah berminat menjadi au pair dan minimal tahu sedikit. Meskipun sudah ada minat keluar negeri dan menjadi au pair, banyak juga yang masih bingung harus mulai dari mana. Ada juga pertanyaan apakah mesti pakai agen atau tidak, hingga pertanyaan soal negara mana saja yang memungkinkan peluang kerja atau kuliah setelah masa au pair selesai. Oke, tenang! Saya mencoba menjabarkan lagi hal yang saya tahu demi menjawab rasa penasar

First Time Au Pair, Ke Negara Mana?

Saya ingat betul ketika pertama kali membuat profil di Aupair World, saya begitu excited memilih banyak negara yang dituju tanpa pikir panjang. Tujuan utama saya saat itu adalah Selandia Baru, salah satu negara impian untuk bisa tinggal. Beberapa pesan pun saya kirimkan ke host family di Selandia Baru karena siapa tahu mimpi saya untuk bisa tinggal disana sebentar lagi terwujud. Sangat sedikit  host family dari sana saat itu, jadi saya kirimkan saja aplikasi ke semua profil keluarga yang ada. Sayangnya, semua menolak tanpa alasan. Hingga suatu hari, saya menerima penolakan dari salah satu keluarga yang mengatakan kalau orang Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Selandia Baru. Duhh! Dari sana akhirnya saya lebih teliti lagi membaca satu per satu regulasi negara yang memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia. Sebelum memutuskan memilih negara tujuan, berikut adalah daftar negara yang menerima au pair dari Indonesia; Australia (lewat Working Holiday Visa ) Austria Amerika