Langsung ke konten utama

Meminta Izin Orang Tua ke Luar Negeri


Saya banyak menerima curhatan dari para pembaca, tentang sikap orang tua yang menentang habis-habisan keinginan mereka untuk hijrah ke luar negeri dan jadi au pair. Tidak ada yang salah dengan luar negerinya, yang dianggap salah adalah tujuan sebagai au pair.

Tidak dipungkiri, au pair memang belum dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Belum lagi saat tahu kalau au pair tugasnya membersihkan rumah dan mengurus anak. Wah, posisi au pair betul-betul akan disamakan dengan pembantu.

Meskipun sudah dua kali jadi au pair dan tiga tahun tinggal di luar negeri, saya juga tetap menghadapi kendala luar biasa, terutama soal restu orang tua. Karena ayah saya sudah tidak ada, jadi persoalan izin tentunya harus dibicarakan ke ibu. Jujur saja, ibu saya termasuk orang tua yang cukup konservatif dan tidak terlalu berharap saya hijrah ke luar negeri.

Untuk sampai diizinkan ke luar negeri pun, saya sampai harus tangis-tangisan dan kena hinaan dulu. Hehe. Saat mengurus dokumen jadi au pair ke Belgia, ibu saya masih membantu membiayai urusan visa di Jakarta. Tapi saat akan ke Denmark, saya sengaja untuk tidak meminta bantuan sepeser pun karena jelas tahu tidak akan diperbolehkan.

Jeleknya, saya ini anaknya keras kepala dan nekad. Niatnya dulu memang tetap akan pergi, meskipun tidak diizinkan (yang ini jangan ditiru!). Bayangkan saja, tidak hanya ibu, keluarga besar saya dari pihak ibu ikut campurnya juga keterlaluan. Dari nenek, tante, sampai om, semuanya merendahkan keinginan saya ini. Beruntung sekali, masih ada beberapa keluarga dan teman yang tetap mendukung saya hijrah ke luar negeri.

Kembali ke topik! Jadi sebenarnya, saya mengerti betul mengapa para keluarga Indonesia menentang habis-habisan niat kita menjadi au pair keluar negeri. Selain tidak ada statusnya, orang tua kadang mentah-mentah menelan makna au pair sebagai TKW. Padahal pengalaman jadi au pair is far from being a maid dan mereka tidak tahu saja enaknya jadi au pair.

Beruntunglah kalian yang memiliki orang tua free-minded yang membebaskan si anak memilih sendiri jalan hidupnya. Sayangnya, banyak juga impian anak terhempas gara-gara terhadang restu orang tua.

Lalu bagaimana meyakinkan orang tua agar diperbolehkan ke luar negeri barang satu sampai dua tahun?

1. Ganti kata-kata au pair dengan exchange culture

Saya jarang sekali menggunakan kata-kata au pair untuk menjelaskan status saya di Eropa ke orang-orang di Indonesia. Mengapa? Karena dijelaskan sedetail mungkin pun percuma, mereka tidak akan mengerti. Boro-boro mengerti, yang ada malah kita direndahkan.

Jadi, daripada repot-repot menjelaskan pengertian au pair ke orang-orang terdekat, baiknya mengganti kata-kata tersebut dengan ajang pertukaran budaya. Bukankah tujuan utama memang pertukaran budaya dengan keluarga angkat? :)

2. Tekankan kalau au pair ini sifatnya sponsorship

Orang tua pasti akan bertanya-tanya bagaimana keuangan kita selama di luar negeri. Bukan apa, kadang ada juga orang tua yang melarang karena merasa tidak punya uang membiayai si anak.

Jelaskan saja ke orang tua kalau au pair ini sebenarnya berbeda dari jenis pertukaran budaya yang diadakan banyak tempat kursus di Indonesia. Sebenarnya, kitalah yang harus membayar ke keluarga angkat kalau ingin tinggal di rumah mereka. Tapi, au pair sifatnya sponsorship, artinya kita tidak perlu membayar apapun lagi untuk tinggal, kecuali biaya visa dan tiket pesawat (jika ada), karena semua sudah ditanggung.

Lebih bagus lagi kalau dapat keluarga royal yang bersedia membiayai tiket pesawat hingga biaya kursus, artinya kita bisa menjelaskan kalau going overseas is almost free!

3. Au pair juga tujuannya belajar

Satu hal yang kamu mesti tekankan ke orang tua, au pair tujuannya adalah belajar bahasa. Selain bertukar budaya, si au pair juga wajib mengikuti kursus bahasa setempat sebagai bagian dari exchange culture itu sendiri.

Dengan begini, orang tua juga sedikit lega karena mendengar si anak akan menempuh pendidikan meskipun hanya sebatas short course. Jangan lupa sekalian beri tahu kalau kita bisa juga mendapatkan sertifikat selepas lulus ujian bahasa. Jadi status kita di luar negeri hampir bisa disamakan dengan para mahasiswa yang kuliah di sana.

4. Kamu boleh kerja part-time

Jangan duluan menceritakan au pair itu sebenarnya pekerjaan yang mewajibkan kamu menjaga anak dan bersih-bersih rumah host family. That's totally wrong!

Agar orang tua lega kamu bakalan baik-baik saja di negara orang, kita juga mesti menekankan kalau au pair ini sifatnya fleksibel. Jadi selain pertukaran budaya dan belajar bahasa, kita juga boleh mengambil kerja paruh waktu yang gajinya lumayan untuk uang jajan.

Pekerjaan ini bisa dimulai dari merawat bayi, mengasuh anak, jadi guru bahasa, ataupun tukang masak keluarga. Tegaskan ke keluarga kalau pekerjaan ini hanya maksimal 5-6 jam, jadi tidak perlu khawatir akan disamakan dengan pembantu.

5. Jalan-jalan dan bersosialisasi

Selain ke-4 penjelasan di atas, kamu juga boleh meyakinkan orang tua kalau au pair bisa jadi kesempatan kamu untuk berkeliling Eropa atau Australia dengan biaya yang super murah. Bayangkan kalau kamu menetap di Indonesia, meskipun harus menabung, entah beberapa tahun kemudian baru bisa kesana. Iya, kalau betul-betul kejadian.

6. Kesempatan melanjutkan pendidikan

Banyak sekali, lho, mantan au pair yang meneruskan pendidikan mereka hingga S2 setelah masa au pair selesai. Cara ini bisa kamu manfaatkan juga untuk meyakinkan orang tua sekiranya mereka belum juga bisa percaya.

Katakan saja kalau kamu memang punya mimpi sekolah keluar negeri sekaligus membanggakan mereka. Cari beasiswa, saingannya banyak. Jadi, siapa tahu selesainya au pair ini, kamu bisa mencari cara masuk ke kampus favorit dengan tabungan hasil au pair.

Kampus di Belgia, Jerman, ataupun Prancis menawarkan uang kuliah yang cukup terjangkau bagi mahasiswa yang sekolah dengan mengambil kelas bahasa setempat. Sementara Norwegia, masih memberlakukan uang kuliah gratis bagi seluruh kewarganegaraan yang berniat sekolah disana.

7. Pengalaman dan motivasi

Yakinlah, faktanya, banyak juga orang tua yang tetap keukeuh dengan jalan pikiran mereka sendiri dan melarang anaknya jadi au pair. Meskipun sudah dijelaskan sampai mulut berbusa sekali pun, banyak orang tua yang berusaha tutup telinga dan bersikeras menyuruh anaknya stay di Indonesia.

Kalau sudah begini, kamu tetap harus berkepala dingin dan santai menghadapi mereka. Jangan saling lempar emosi hingga harus tangis-tangisan seperti saya dulu. Huhu. Walau bagaimana pun, komunikasi yang baik juga perlu.

Orang tua juga bisa diyakinkan kalau au pair bisa dijadikan pengalaman yang HANYA akan didapatkan oleh anak-anak muda seumur kita. Jadi jangan takut kalau kita akan pergi jauh, karena toh hanya satu hingga dua tahun.

Jelaskan juga kalau kita bisa berhemat, uang saku dari kerja paruh waktu sebagai au pair bisa ditabung dan dimanfaatkan untuk berinvestasi di Indonesia. Jumlahnya memang tidak banyak, namun setidaknya pola pikir dan mental kita bisa terbentuk jika tinggal mandiri di negara orang.

Gaes, saya juga percaya restu Tuhan adalah restu orang tua. Tapi yakinlah dan ikuti kata hati, kita juga berhak mengejar mimpi dan cita-cita. Jangan sampai "tameng" restu orang tua menghadang impian kita meraih masa depan. Berdoa saja semoga hati orang tua dilembutkan dan semoga kesempatan jadi au pair adalah hal terbaik bagi kita.



Komentar

  1. Hallo mbak Nin, blognya jadi guide book aku bgt nih buat apply Au Pair :). Aku juga sudah coba cerita ke ortu untuk keinginan jadi Au Pair, tapi mereka malah pikirnya "kamu d sini udh kerja kantoran tapi kenapa malah mau jadi nanny di negara orang?" Akhirnya aku coba share artikel mbak Nin ini.. :) Semoga setelah baca2 kisah mbak Nin, mereka bisa lebih mengerti ya mbak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Eka,

      Seperti yang aku bilang di atas, mesti pilih kata2 yang bener biar ortu juga lebih gampang mendeskripsikan si au pair ini maksudnya apa. Sorry to say, kalo kamu cuma bilang nanny, posisi au pair gak lain sama aja kayak TKW dong ;)

      Ngerti banget problem ortu Indo yang masih takut ngelepasin anak keluar. Apalagi kalo kerjanya gak jelas. But anyway, semoga ortu kamu hatinya diperlunak dan ngizinin kamu stay di Eropa ya ;)

      Keep your dream on!

      Hapus
  2. Aduuh.... baca paragraf terakhir nyeees bgt kak nin

    BalasHapus
  3. Kak, aku juga mau kerja diluar negri tapi kalo mau ijin ortu takut da dibolehin, yang ada malah kata-kata mereka yang ngerendah aku bikin nyesek ati😢 bikin semangat aku jadi hilang untuk apa yang diingin, jadi gimana sarannya dong kak😢

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kerja apa dulu nih?
      Mungkin ada hal yg masih bikin ortu gak rela? :)

      Hapus
  4. iyah benar jangan saling lempar emosi

    BalasHapus
  5. Pengen kerja jadi TKI di Korsel tapi orang tua masih belom kasih izin, alasannya ya itu kerjanya jauh dari ortu, temen, pulang nggak mesti 1 th sekali, mungkin juga karna saia masih muda untuk bekerja sebagai tki korea, seharusnya mumpung masih muda kan bisa dimanfaatkan untuk mencari uang untuk membantu perekonomian ortu sekaligus menata masa depan kan,tapi saia masih berusaha untuk meyakinkan mereka klw saia itu bisa. mungkin artikel ini bisa membantu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengen tau dulu nih.. Ke Korea Selatan ini bakalan kerja di sektor apa? Terus apa udah bener2 jelas bakalan diterima? Kontrak berapa lama?

      Korsel - Indonesia sebetulnya deket kan ya, kalo kamunya berusaha pulang setahun sekali gimana? Gak harus lama, ya paling pas dapet libur lah.

      Bukan apa, imej TKI bagi banyak orang Indonesia masih jelek banget. Jadi kalo kamu langsung straight to the point ngomong "jadi TKI", ya otomatis gak bakalan disetujui. Mungkin lebih memilih wording yang bikin orang Indonesia mengerti. Contoh, "Bu, ini ada kesempatan bekerja di idustri perikanan di Korea Selatan. Saingannya sangat kompetitif, gajinya juga lumayan banget, aku rencananya mau coba apply karena di Korsel industri ini tuh lagi maju dan Indonesia belum bisa menandingi."

      Gitu lho, maksud aku :) Even kerjanya sendiri cuma jadi nelayan, tapi ya gak perlu lah sedetail itu.

      Hapus
  6. Halo mba, saya juga ada niat ingin lamar kerja di jepang (bagian kantoran). Tapi ortu gak inzinkan karena takut saya terpengaruh lingkungan buruk serta disana kan muslim minoritas ya jadi ortu khawatir. "Ngapain jauh2 kerja disini aja" gtu katanya. Sedangkan aku ingin mencoba keberuntungan siapa tahu rejeki aku di sana gitu. Tp susah ya mba ngeyakinin ortu :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di dunia ini sebetulnya ada dua;
      1. Nurut keinginan ortu dan percaya aja kalo bakalan ada hal baik yang mengikuti kita di Indonesia, atau..
      2. Mengekang keinginan ortu, mengikuti kata hati dan percaya bahwa akan ada hal baik yang kita kejar di luar sana.

      Orang tua Indonesia memang cenderung sangat konservatif dan hanya berpikiran negatifnya mulu. Pikirnya pergaulan di Jepang lebih buruk daripada di Indonesia. Padahal mau dimana pun kamu tinggal, kalo mudah keikut pergaulan jelek, bakalan ikut jelek juga.

      Saran aku sih, kalo kamu yakin sama kerjaan ini, ya lamar aja dulu. Ikuti prosesnya sampai selesai dan diterima. Kalo memang sudah diterima, bisa coba diyakinkan kembali sama ortu, karena orang Indonesia yang tinggal di Jepang itu ada banyaaaaak. Tidak semua dari mereka juga kena pergaulan buruk, apalagi kalo niatnya positif; kuliah ataupun kerja. Meyakinkan orang tua Indonesia emang gak bisa pake urat, tapi niat :) Mudah2an kalo niat kita positif, ingin membanggakan orang tua, kirim uang bantu2 di rumah, ya semoga mereka nantinya mengerti ya. Ammminn..

      Sukses buat kamu ya! :)

      Hapus
  7. Tulisannya sangat menginspirasi mbak. Dulu pengen juga keluar negeri, tapi akhirnya gak jadi.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita tetaplah bagi

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola

Guide Untuk Para Calon Au Pair

Kepada para pembaca blog saya yang tertarik menjadi au pair, terima kasih! Karena banyaknya surel dan pertanyaan tentang au pair, saya merasa perlu membuat satu postingan lain demi menjawab rasa penasaran pembaca. Mungkin juga kalian tertarik untuk membaca hal-hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair  ataupun tips seputar au pair ? Atau mungkin juga merasa tertantang untuk jadi au pair di usia 20an, baca juga cerita saya disini . Saya tidak akan membahas apa itu au pair ataupun tugas-tugasnya, karena yang membaca postingan ini saya percaya sudah berminat menjadi au pair dan minimal tahu sedikit. Meskipun sudah ada minat keluar negeri dan menjadi au pair, banyak juga yang masih bingung harus mulai dari mana. Ada juga pertanyaan apakah mesti pakai agen atau tidak, hingga pertanyaan soal negara mana saja yang memungkinkan peluang kerja atau kuliah setelah masa au pair selesai. Oke, tenang! Saya mencoba menjabarkan lagi hal yang saya tahu demi menjawab rasa penasar

First Time Au Pair, Ke Negara Mana?

Saya ingat betul ketika pertama kali membuat profil di Aupair World, saya begitu excited memilih banyak negara yang dituju tanpa pikir panjang. Tujuan utama saya saat itu adalah Selandia Baru, salah satu negara impian untuk bisa tinggal. Beberapa pesan pun saya kirimkan ke host family di Selandia Baru karena siapa tahu mimpi saya untuk bisa tinggal disana sebentar lagi terwujud. Sangat sedikit  host family dari sana saat itu, jadi saya kirimkan saja aplikasi ke semua profil keluarga yang ada. Sayangnya, semua menolak tanpa alasan. Hingga suatu hari, saya menerima penolakan dari salah satu keluarga yang mengatakan kalau orang Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Selandia Baru. Duhh! Dari sana akhirnya saya lebih teliti lagi membaca satu per satu regulasi negara yang memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia. Sebelum memutuskan memilih negara tujuan, berikut adalah daftar negara yang menerima au pair dari Indonesia; Australia (lewat Working Holiday Visa ) Austria Amerika