Langsung ke konten utama

Keluarga Arab? Pikir Lagi!



September tahun ini, surat kabar di Inggris memberitakan telah terjadi pembunuhan seorang au pair Prancis oleh host family-nya. Si ibu, seorang sosialita dan artis, bekerja sama dengan suaminya tega membakar tubuh au pair mereka di kebun belakang rumah. Pas saya lihat nama host family tersebut, mereka ternyata keturunan Prancis-Aljazair yang menetap di Inggris.

Beberapa kali saya menerima surel dari pembaca blog yang curhat soal calon host family mereka. Calon keluarganya bukan native, melainkan orang keturunan Arab yang lahir dan besar ataupun sudah lama tinggal di negara tersebut. Tanpa pikir panjang, saya langsung menyuruh mereka skip dan cari keluarga lain.

Katakan saja saya rasis, tapi saya memang sudah mem-black list para calon keluarga angkat keturunan Arab. Keturunan Arab disini maksudnya tidak hanya mereka yang tinggal di Arab Saudi, tapi juga Maroko, Libya, Aljazair, ataupun negara berparas Arab lain.

Tidak hanya sekali dua kali saya mendengar berita buruk au pair dari para keluarga Arab tersebut, namun saya pun pernah mengalaminya.

Pertama kali ke Belgia, keluarga angkat saya dua-duanya keturunan Maroko yang besar dan sudah lama tinggal di Belgia. Meskipun dari gaya dan pola pikir sudah mengikuti orang Belgia, namun kultur dan karakter mereka sejatinya tetaplah orang Maroko.

Setelah 5 bulan tinggal bersama, saya resmi stop kontrak dengan mereka. Si ibu memiliki sifat yang terlalu perfeksionis, emosional, dan sangat menyakitkan kalau bicara. Sementara si bapak, diam-diam menghanyutkan. Betul-betul perpaduan keluarga temperamen yang membuat saya cukup tertekan.

Lain lagi dengan kisah teman saya yang harus tinggal dengan pasangan keluarga Tunisia-Denmark. Berbanding terbalik dengan sifat kalem si bapak yang orang Denmark asli, si ibu bersikap paling bossy dan keras di keluarga. Bahkan sebelum mengakhiri kontrak dengan keluarga tersebut, teman saya sampai dimaki-maki dengan kata-kata kasar terlebih dahulu.

Teman saya ini sampai mengalami kecelakaan fisik di tangannya saat bekerja, namun diacuhkan saja oleh si keluarga. Sialnya, karena ibu Arab yang paling berkuasa di rumah, si bapak juga hanya bisa diam dan tak tahu harus berbuat apa. No wonder, Danish men are the passive ones at home.

Pernah juga seorang teman saya tinggal di keluarga pasangan Arab Saudi yang bapaknya super perhitungan dengan waktu dan uang. Entah kenapa, teman saya ini seperti diadu antara tugas dan uang sakunya. Si bapak malah pernah ingin menarik kembali uang yang diberi hanya karena teman saya berani bicara dan menentang.

Tidak hanya keluarga Arab, saya juga sedikit skeptis dengan pasangan keluarga dari negara Asia Selatan dan Timur yang tinggal di Eropa. Mungkin karena sudah terbiasa memiliki pembantu di negara asal mereka, makanya mereka melihat au pair layaknya pembantu rumah tangga yang super fleksibel, mudah disuruh-suruh, dan money-oriented.

Oh, come on! Meskipun berasal dari negara berkembang, kita tidak datang ke Eropa untuk mencari uang layaknya TKW/TKI yang bekerja di Timur Tengah. Kadang kala kita harus bersikap sedikit cool agar tidak direndahkan oleh keluarga Arab yang sok kaya itu.

Oke, tidak semua keluarga Arab yang tinggal di Eropa memperlakukan au pair dengan buruk. Ada juga keluarga yang bersikap transparan, lemah lembut, dan mematuhi regulasi. Tidak ada host family yang sempurna memang. Bahkan keluarga native pun bisa bertindak kasar dan tidak adil dengan au pair mereka. Seperti kata Brian, host dad saya, "sangat tidak fair bicara masalah latar belakang keturunan, karena bukankah keluarga jahat ada dimana-mana? Tidak harus orang Arab kan?"

Lalu, bagaimana mencegah tindakan buruk calon keluarga angkat sebelum betul-betul setuju jadi au pair mereka?

Banyak-banyaklah diskusi! Mau itu keluarga Arab, keluarga Belanda, ataupun keluarga Spanyol, sulit sekali menerka sifat asli seseorang hanya lewat email ataupun Skype. Namun dengan berdiskusi panjang lebar dan mendalam, setidaknya kita bisa mendapatkan gambaran tentang tugas dan ekspektasi si keluarga.

Ada baiknya lagi minta kontak au pair yang sedang atau pernah tinggal dengan mereka. Dari para au pair itu, kita bisa mendapatkan informasi paling relevan tentang bagaimana mereka diperlakukan oleh si keluarga. Red flag kalau mereka pernah punya au pair dari Filipina!

Girls, au pair Filipina adalah tipikal YES-man yang terlalu penurut, money-oriented, dan biasanya "oke-oke saja" bekerja overtime. Banyak sekali kisah au pair Filipina yang bukannya dianggap keluarga, namun asisten rumah tangga semata. Keluarga yang sudah pernah punya au pair Filipina sebelumnya biasanya akan memperlakukan au pair Asia lainnya sama persis dengan perlakuan mereka ke para gadis Filipina tersebut. Kalau mereka diperlakukan baik, chances are you would be treated the same.

Kalau memang si keluarga tidak pernah punya au pair sebelumnya, sering-seringlah bertanya tentang tugas dan hak kalian sedetail mungkin. Keluarga yang baru pertama kali punya au pair biasanya akan lebih santun dan berhati-hati dengan regulasi. Artinya, mereka akan berusaha membuat si au pair merasa nyaman di rumah mereka. Tapi hal ini juga kadang bisa meleset, karena bisa jadi si keluarga terlalu perfeksionis dan banyak ekspektasi.

Jadi, sebelum benar-benar girang karena sudah dapat offer dari satu keluarga, jangan lupa cross-checked lagi tentang latar belakang, ekspektasi, dan referensi keluarga tersebut!



Komentar

  1. Anjir, mau jadi au pair tapi jadi overthinking tentang biaya, host family, dll. Pusing padahal masih SMA😭

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita tetaplah bagi

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola

Guide Untuk Para Calon Au Pair

Kepada para pembaca blog saya yang tertarik menjadi au pair, terima kasih! Karena banyaknya surel dan pertanyaan tentang au pair, saya merasa perlu membuat satu postingan lain demi menjawab rasa penasaran pembaca. Mungkin juga kalian tertarik untuk membaca hal-hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair  ataupun tips seputar au pair ? Atau mungkin juga merasa tertantang untuk jadi au pair di usia 20an, baca juga cerita saya disini . Saya tidak akan membahas apa itu au pair ataupun tugas-tugasnya, karena yang membaca postingan ini saya percaya sudah berminat menjadi au pair dan minimal tahu sedikit. Meskipun sudah ada minat keluar negeri dan menjadi au pair, banyak juga yang masih bingung harus mulai dari mana. Ada juga pertanyaan apakah mesti pakai agen atau tidak, hingga pertanyaan soal negara mana saja yang memungkinkan peluang kerja atau kuliah setelah masa au pair selesai. Oke, tenang! Saya mencoba menjabarkan lagi hal yang saya tahu demi menjawab rasa penasar

First Time Au Pair, Ke Negara Mana?

Saya ingat betul ketika pertama kali membuat profil di Aupair World, saya begitu excited memilih banyak negara yang dituju tanpa pikir panjang. Tujuan utama saya saat itu adalah Selandia Baru, salah satu negara impian untuk bisa tinggal. Beberapa pesan pun saya kirimkan ke host family di Selandia Baru karena siapa tahu mimpi saya untuk bisa tinggal disana sebentar lagi terwujud. Sangat sedikit  host family dari sana saat itu, jadi saya kirimkan saja aplikasi ke semua profil keluarga yang ada. Sayangnya, semua menolak tanpa alasan. Hingga suatu hari, saya menerima penolakan dari salah satu keluarga yang mengatakan kalau orang Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Selandia Baru. Duhh! Dari sana akhirnya saya lebih teliti lagi membaca satu per satu regulasi negara yang memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia. Sebelum memutuskan memilih negara tujuan, berikut adalah daftar negara yang menerima au pair dari Indonesia; Australia (lewat Working Holiday Visa ) Austria Amerika