Langsung ke konten utama

The Norwegian Host Family


This is the aim of being an au pair, cultural exchanging. Dari tinggal bersama keluarga lokal, kita banyak tahu bagaimana kebiasaan si keluarga tersebut mewakili stereotipe masyarakat di negaranya.

Orang Norwegia terkenal outdoorsy alias pecinta alam. Tidak peduli hujan, mendung, panas, atau bersalju, mereka tetap tahu bagaimana menikmati aktifitas luar ruangan. Sama halnya seperti keluarga angkat saya yang sekarang, super aktif. Kalau ingin tahu bagaimana the real Norwegians, lihatlah keluarga saya!

Mulai dari olahraga ski, renang, mountain biking, jogging, sampai hiking, mereka jagonya. Saya kadang tidak habis pikir bagaimana nenek moyang orang Norwegia mengajarkan keturunan mereka untuk terus aktif. Mungkin karena beruntung tinggal di negara kaya dan cantik, makanya orang Norwegia tidak melewatkan kesempatan menikmati alam fantastis saat musim apapun.

Host mom saya yang sporty, lahir dari pasangan atlet ski. Beranjak remaja, host mom juga menjadi atlet berkuda yang sering ikut serta di kompetisi nasional. Tidak hanya sampai situ, host mom saya sudah diajak berburu memegang senapan saat usianya masih 16 tahun. Kalau kita hanya punya maksimal dua SIM, host mom punya SIM tambahan dari kapal sampai truk. Sekarang host mom terlihat lebih kalem dan meninggalkan semua olahraga beratnya sejak menikah dan punya anak.

Si host dad, pernah saya bahas sekali lewat bersama para host dad lainnya, juga aktifnya bukan main. Tipikal orang yang tidak bisa hanya diam di rumah selain kerja. Hobinya hiking naik turun gunung, mountain biking, ski, hingga sering ikut marathon di Amerika.

Meskipun karakter host parents saya ibarat dua sisi mata uang, tapi mereka sama-sama punya hobi travelling! Bukan, bukan ke kota-kota besar dan selfie-selfie lucu. Tapi ke tempat non-mainsteam, kota kecil eksotis, dan jauh dari keramaian. 

"Dibandingkan Dubai, saya lebih tertarik ke Oman. Dubai is artificial and extravagant, " ungkap host mom saya di pesawat kala itu.

Kegiatan travelling ini pun tetap berlanjut meskipun sudah punya anak dua. Jangan pikir kalau punya anak, semua kegiatan outdoor terpaksa absen dulu. Di Norwegia, anak-anak yang usianya baru 2 tahun sudah punya ski gear sendiri. Mereka sudah dibawa ke gunung dan diajari bagaimana caranya ber-ski. Tak heran mengapa anak-anak usia 6 tahunan sudah pintar berselancar di tebing rendah.

Kalau keluarga Denmark weekend enaknya di rumah dan santai-santai, keluarga Norwegia justru out of the city dan tinggal sementara waktu di kabin atau summer house. Kalau kalian jalan-jalan ke daerah perumahan di Oslo saat musim panas, dijamin jalanan terlihat sepi. Mengapa, karena hampir setengah penduduk Oslo sedang berlibur ke pesisir pantai atau kabin mereka.

Keluarga saya sekarang juga termasuk orang kaya yang rumahnya dimana-mana. Si host dad, punya winter cabin sendiri di Hemsedal yang terkenal untuk skiing. Host mom saya, diwarisi summer house besar di Tjøme (baca: Syomma). Makanya setiap weekend keluarga saya ini jarang sekali ada di Oslo. Ya sepakat sih, there's nothing to do in Oslo after all.

Sebagai au pair mereka, saya cukup beruntung kecipratan rejeki travelling gratis sekalian business trip menemani keluarga ini. Tapi sejujurnya gaya hidup saya tidak cocok dengan gaya hidup aktif mereka. Bulan lalu, saat kami liburan musim panas di Prancis, saya diajak mengunjungi satu vila besar di atas bukit milik orang tua si host mom. Rumahnya otentik sekali dan sangat French. Kanan kiri hanya hutan, tapi fasilitas di dalamnya sangat lengkap. Mulai dari kolam berenang hingga lapangan tenis.

Tiga hari awal, saya sudah bosan tinggal disana. Tapi keluarga ini terlihat sangat menikmati liburan dan berjemur di tepi kolam berenang setiap hari. Kegiatan pagi diawali dengan mountain biking, jogging, atau yoga. Siangnya, saat matahari di atas kepala, mereka berenang dan berjemur santai sampai 4 jam. Sorenya pun tak kalah seru, main tenis juga! 

Saya geleng-geleng kepala dengan kebiasaan sehat tersebut, karena berenang sedikit pun kaki saya sudah kram. Mengikuti mereka yang hobi jalan-jalan dan pindah lokasi ini sempat membuat saya kewalahan. Hari ini baru sampai Oslo dari penerbangan 3 jam, sudah harus packing lagi karena besok pindah ke rumah kedua di Tjøme. Tak pernah ada capeknya mereka!

Tanpa harus mengorbankan hobi, makanya mereka berani membayar mahal jasa au pair dan mengikutsertakan anak-anak yang masih mini-mini dalam penerbangan panjang. Untungnya host mom saya tipe ibu-ibu cekatan yang sabar dan banyak ide. Makanya travelling bersama si mini pun terasa lebih mudah.

Anyway, one thing I like about them, mereka sangat sederhana. Walaupun sadar kaya raya dan rumah besarnya dimana-mana, mereka tidak menjadikan hal tersebut sebagai suatu kebanggaan yang harus dipamerkan ke semua orang. Saat liburan, mereka fokus menikmati masa-masa istirahat dari kantor dan bermain bersama si anak, ketimbang update status di sosial media. Mereka tidak perlu pengakuan dari orang banyak kalau mereka keluarga berada dan sering jalan-jalan.

But as many Norwegians, mereka juga sangat tertutup dan tidak suka kehidupan pribadi dijadikan konsumsi publik. Bahkan bagi tamu saya sekali pun, tidak diizinkan mengakses lantai atas rumah karena dinilai mengganggu privasi. Hmm..

Fakta apa yang paling menarik dari keluarga angkat kalian?


Komentar

  1. Kayaknya emang karena mereka orang kaya dari kecil ya. Makanya udah terbiasa sama hal mewah begituan. Temen2nya keluarga angkat aku juga termasuk orang kaya yang kelakuannya juga sama, gak sibuk maen hape. Totally nikmatin liburan sekalian jaga anak. Gak selaras dah sama aku yang pemales ini ;D

    BalasHapus
  2. Kak ada cerita ttg au pair di switzerland nggak? Kayak peluangnya kek gimana untuk kesana. Aku tertarik pengen au pair disana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Swiss gak terima au pair dari Indonesia lagi :)

      Hapus
  3. Kak aku tertarik jadi au pair di norwegia, buat cowo bisa gak ya jadi au pair disana? Kebetulan hobi ku hiking dan punya basic mahasiswa pecinta alam, selain itu jg kerja rumahan ya biasa karena sering ngekost dan untuk jaga anak kecil jg ada pengalaman jaga keponakan, yang jadi kendala saat ini mungkin di komunikasi karena aku bukan native speaker tapi masih bisa ngerti kalo listening dan reading, masih perlu perbaikan di writing dan speaking 😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cowok bisa banget jadi au pair, hanya aja kesempatannya super kecil. Kamu mesti meyakinkan calon keluarga angkat dan perbandingannya sama au pair cewek bisa 1:1000. Apalagi di Norwegia yang saingan kamu gak hanya cewek, tapi juga orang-orang Filipina yang lebih banyak dicari dan diprioritaskan.

      Hapus
  4. hallo kak aku mau tanya selain di web aupair untuk tempat cari Host family dari norwegia dan negara skandinavia lainnya dimana ya? terimakasih bayak ka :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita tetaplah bagi

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola

First Time Au Pair, Ke Negara Mana?

Saya ingat betul ketika pertama kali membuat profil di Aupair World, saya begitu excited memilih banyak negara yang dituju tanpa pikir panjang. Tujuan utama saya saat itu adalah Selandia Baru, salah satu negara impian untuk bisa tinggal. Beberapa pesan pun saya kirimkan ke host family di Selandia Baru karena siapa tahu mimpi saya untuk bisa tinggal disana sebentar lagi terwujud. Sangat sedikit  host family dari sana saat itu, jadi saya kirimkan saja aplikasi ke semua profil keluarga yang ada. Sayangnya, semua menolak tanpa alasan. Hingga suatu hari, saya menerima penolakan dari salah satu keluarga yang mengatakan kalau orang Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Selandia Baru. Duhh! Dari sana akhirnya saya lebih teliti lagi membaca satu per satu regulasi negara yang memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia. Sebelum memutuskan memilih negara tujuan, berikut adalah daftar negara yang menerima au pair dari Indonesia; Australia (lewat Working Holiday Visa ) Austria Amerika

Guide Untuk Para Calon Au Pair

Kepada para pembaca blog saya yang tertarik menjadi au pair, terima kasih! Karena banyaknya surel dan pertanyaan tentang au pair, saya merasa perlu membuat satu postingan lain demi menjawab rasa penasaran pembaca. Mungkin juga kalian tertarik untuk membaca hal-hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair  ataupun tips seputar au pair ? Atau mungkin juga merasa tertantang untuk jadi au pair di usia 20an, baca juga cerita saya disini . Saya tidak akan membahas apa itu au pair ataupun tugas-tugasnya, karena yang membaca postingan ini saya percaya sudah berminat menjadi au pair dan minimal tahu sedikit. Meskipun sudah ada minat keluar negeri dan menjadi au pair, banyak juga yang masih bingung harus mulai dari mana. Ada juga pertanyaan apakah mesti pakai agen atau tidak, hingga pertanyaan soal negara mana saja yang memungkinkan peluang kerja atau kuliah setelah masa au pair selesai. Oke, tenang! Saya mencoba menjabarkan lagi hal yang saya tahu demi menjawab rasa penasar