Langsung ke konten utama

Pendidikan di Negara Nordik: Jangan Kuliah Karena Gratis!


Well, siapa yang tak ingin mendapatkan pendidikan gratis?! Apalagi kalau bisa belajar hingga ke luar negeri, tanpa perlu mengeluarkan kocek berlebih untuk menikmati fasilitas pendidikan kelas dunia. Tapi jangan sampai terlalu jujur kalau niat kamu kuliah hanya karena privilege 'gratisan' dari negara tertentu, setidaknya di Norwegia.

I am gonna tell you the truth; most local students are quite fed up listening to foreign students coming to their country just for free education! Bukan, saya bukan bicara tentang para mahasiswa internasional yang beruntung bisa kuliah di Norwegia karena dana hibah atau beasiswa. Tapi soal betapa jujurnya para mahasiswa asing yang hanya sekolah di Norwegia untuk menikmati fasilitas 'bebas uang kuliah' yang masih diberikan oleh pemerintah setempat.

Di negara Nordik, sampai sekarang hanya Norwegia yang masih membebaskan uang kuliah di kampus negeri bagi mahasiswa lokal dan internasional. Denmark (2006) dan Swedia (2011) sudah menutup peluang free tuition fee bagi mahasiswa internasional, selain warga Uni Eropa. Sementara Finlandia yang dulunya masih royal membebaskan uang kuliah bagi semua mahasiswa di penjuru dunia, di semester musim gugur 2017 ikut menutup kesempatan ini juga bagi semua warga di luar Uni Eropa & Swiss.

Tercatat, setelah hampir semua negara Nordik tak lagi membebaskan uang kuliah bagi mahasiswa di luar Uni Eropa, angka mahasiswa internasional yang datang untuk belajar pun turun secara drastis. Di Swedia, dua tahun setelah pemerintah menetapkan uang kuliah bagi warga non-Uni Eropa, jumlah mahasiswa asing turun sampai 80%! Tak heran, seorang cowok Islandia yang saya temui di Denmark ironi berpendapat bahwa hanya ada 2 tipe orang Asia yang bisa belajar sampai Eropa Utara; kalau bukan super smart karena dapat beasiswa, pasti karena super rich karena keluarganya mampu menutupi biaya kuliah dan hidup yang mahal di Eropa Utara. What a rude statement, tapi faktanya memang benar! To be frankly honest, saya belum pernah ketemu mantan au pair yang memutuskan langsung kuliah di Denmark dengan biaya sendiri, kecuali didukung 'kantong besar' orang tua.

Kembali ke Norwegia, pemerintah setempat memutuskan untuk tidak ikut dalam penetapan uang kuliah bagi mahasiswa internasional (non-Uni Eropa). Norwegia menganggap bahwa penetapan uang kuliah ini bisa menimbulkan efek domino bagi mahasiswa lokal yang mungkin juga harus membayar uang kuliah ke depannya. Di samping itu, ketakutan akan penurunan angka mahasiswa asing di Norwegia juga menjadi faktor penting mengapa pemerintah setempat masih berusaha royal di bidang pendidikan. Prinsip mereka, memupuk keanekaragaman dan kualitas di tengah populasi mahasiswa asing menjadi hal yang penting di era globalisasi. Terlebih lagi, Norwegia tetap ingin memberikan kesempatan kepada semua warga negara yang ingin mendapatkan fasilitas pendidikan kelas dunia tanpa takut biaya mahal.

Di semua negara Nordik, kesetaraan (equality) merupakan landasan model kesejahteraan dalam hidup. Dalam dunia pendidikan, equality bisa diterjemahkan menjadi sebuah penawaran yang berlaku bagi semua warga negara di dunia. Semua negara Nordik juga memiliki kebijakan untuk mendorong terciptanya kesetaraan jenis kelamin dalam pendidikan serta berupaya mendukung para pelajar yang terlahir dari keluarga kurang mampu agar bisa meneruskan pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi.

Untuk level sekolah tinggi/universitas, selain tingkat pendaftaran yang sangat tinggi antara laki-laki dan perempuan, kesenjangan gender sekarang telah berbalik menjadikan perempuan dominan dalam dunia kerja (high-skilled). Di Norwegia, Swedia, dan Islandia, perbandingan perempuan yang mendaftar di universitas kira-kira 1.5:1 dari laki-laki, sementara di Finlandia dan Denmark, perempuan juga menempati posisi dominan pada tingkat universitas.

Baca juga: 10 Tips Daftar Kuliah S1 dan S2 di Norwegia

Melirik jumlah mahasiswa internasional di semester musim semi 2018, tercatat hampir 14 ribu mahasiswa sedang menempuh pendidikan di seluruh penjuru Norwegia. Tiga universitas negeri terfavorit ada di Oslo (University of Oslo), Trondheim/Gjøvik (NTNU), dan Bergen (University of Bergen). Tak ada yang namanya kampus terbaik, karena setiap universitas di Norwegia memiliki kelebihan dan fokus tersendiri di beberapa bidang. Meskipun, saat ini hanya University of Oslo sendiri yang masuk 100 besar kampus terbaik di dunia, dan salah satu alasan yang paling menarik untuk melanjutkan studi di Norwegia bagi mahasiswa internasional tentu saja karena penawaran free education fee.

Lalu kalau memang berusaha mendukung dunia ketiga, lantas mengapa banyak pelajar lokal yang muak mendengar para pelajar asing datang ke Norwegia untuk belajar gratis? Karena dana pendidikan di negara Nordik semuanya dibiayai oleh publik! Menurut data OECD di tahun 2014, dana investasi publik yang diberikan bagi dunia pendidikan di Norwegia besarnya hampir 96%. Selain itu, kehidupan tradisional yang berstandar tinggi di Norwegia juga disokong oleh aliran dana dari minyak bumi di Laut Utara (North Sea). Dengan lebih dari NOK 10 Triliun investasi dari minyak bumi dan USD 450 Triliun aset negara, Norwegia membangun perusahaan minyak negara dan menyalurkan petrodolarnya ke dana pensiun pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. Bagi yang belum tahu, sebelum tahun 70-an Norwegia hanyalah negara miskin di antara 2 negara Skandinavia lainnya. Lalu saat mereka menemukan minyak bumi, hasil sumber daya alam inilah yang melumasi seluruh perekonomian di Norwegia hingga membuatnya menjadi salah satu negara paling kaya di dunia dan dijuluki "Arab Saudi dari Utara".

Selain karena kekayaan ini, Norwegia juga menetapkan keseimbangan antara pendapatan dan pajak yang tinggi, lalu dengan tepat menggunakan uang pajak tersebut untuk mendanai beberapa lembaga dan fasilitas bagi rakyatnya. Dana ini meliputi kesejahteraan, tunjangan pengangguran, layanan kesehatan universal, pendidikan gratis, bantuan hukum, serta banyak dana bermanfaat lainnya  yang betul-betul dimanfaatkan dengan sangat tepat di krisis Corona seperti ini. Artinya, pajak warga lokal yang dipotong 30-70% per bulan itu disisihkan salah satunya bagi dunia pendidikan. Tentu saja banyak yang menilai hal ini tak adil, karena orang Norwegia yang bayar pajak, tapi justru banyak mahasiswa asing yang menikmati social benefit tersebut.

Baca juga: Kerja Paruh Waktu Untuk Mahasiswa Asing di Norwegia

Me, I am not going to lie. Alasan utama saya melanjutkan kuliah di Norwegia, selain karena rindu dunia akademik, tentu saja adalah soal biaya kuliah. Di banyak kampus lain di semua negara Nordik, mahasiswa non-Uni Eropa harus merogoh kocek €3000-8.000 per semester hanya untuk biaya kuliah  belum termasuk uang semester dan juga biaya hidup yang tinggi. Di Norwegia, saya hanya membayar NOK 840 (€84) per semester sebagai ganti biaya fotokopi serta angsuran organisasi kampus. Tentu saja kata-kata "kuliah gratis di Norwegia" itu salah, karena yang gratis hanya biaya kuliahnya namun mahasiswa tetap harus beli buku, bayar uang semesteran, dan membiayai hidup yang tak murah. Meskipun, sebetulnya biaya pendidikan di Eropa itu tergolong murah ketimbang Inggris dan Amerika Serikat.

Namun untuk ukuran negara kaya yang sangat royal memberikan pendidikan "cuma-cuma", Norwegia juga cukup adil dalam dunia kerja. Karena negaranya kecil dengan penduduk hanya 5 juta jiwa, job market di Norwegia tergolong tipis. Kecuali kalian menguasai bahasa Norwegia dengan sangat lancar dan mampu berintegrasi dengan budaya kerja di sini, kesempatan untuk mendapatkan high-skilled job di luar industri IT, sangatlah kecil. Bahkan kalau harus memilih acak dari semua warga negara di dunia ini, kebanyakan perusahaan di Norwegia cenderung tertarik merekrut tenaga kerja dari Amerika untuk bidang sains, serta India untuk bidang IT. Jadi ya silakan nikmati fasilitas pendidikan gratisnya, tapi jangan harap bisa bersaing dengan mudah di pencarian kerja  mungkin pikir orang lokal.

Jadi kalau kamu juga tertarik melanjutkan kuliah di sini dengan biaya sendiri, mulailah sugarcoating alasan apa yang sangat menarik dari Norwegia, selain karena bebas uang kuliah. Saya sering dapat pertanyaan seperti ini soalnya, "why did you end up in Norway?". Seperti kebanyakan warga lokal, mungkin kita juga sebal mendengar banyak turis kere datang ke Indonesia hanya karena alasannya "murah meriah". Are we that cheap?



Komentar

  1. yah padahal baru aja mau apply di norway, tapi gk apa apa, mending tau sekarang daripada terlanjur apply lalu shock di negara orang

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita tetaplah bagi

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola

Guide Untuk Para Calon Au Pair

Kepada para pembaca blog saya yang tertarik menjadi au pair, terima kasih! Karena banyaknya surel dan pertanyaan tentang au pair, saya merasa perlu membuat satu postingan lain demi menjawab rasa penasaran pembaca. Mungkin juga kalian tertarik untuk membaca hal-hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair  ataupun tips seputar au pair ? Atau mungkin juga merasa tertantang untuk jadi au pair di usia 20an, baca juga cerita saya disini . Saya tidak akan membahas apa itu au pair ataupun tugas-tugasnya, karena yang membaca postingan ini saya percaya sudah berminat menjadi au pair dan minimal tahu sedikit. Meskipun sudah ada minat keluar negeri dan menjadi au pair, banyak juga yang masih bingung harus mulai dari mana. Ada juga pertanyaan apakah mesti pakai agen atau tidak, hingga pertanyaan soal negara mana saja yang memungkinkan peluang kerja atau kuliah setelah masa au pair selesai. Oke, tenang! Saya mencoba menjabarkan lagi hal yang saya tahu demi menjawab rasa penasar

First Time Au Pair, Ke Negara Mana?

Saya ingat betul ketika pertama kali membuat profil di Aupair World, saya begitu excited memilih banyak negara yang dituju tanpa pikir panjang. Tujuan utama saya saat itu adalah Selandia Baru, salah satu negara impian untuk bisa tinggal. Beberapa pesan pun saya kirimkan ke host family di Selandia Baru karena siapa tahu mimpi saya untuk bisa tinggal disana sebentar lagi terwujud. Sangat sedikit  host family dari sana saat itu, jadi saya kirimkan saja aplikasi ke semua profil keluarga yang ada. Sayangnya, semua menolak tanpa alasan. Hingga suatu hari, saya menerima penolakan dari salah satu keluarga yang mengatakan kalau orang Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Selandia Baru. Duhh! Dari sana akhirnya saya lebih teliti lagi membaca satu per satu regulasi negara yang memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia. Sebelum memutuskan memilih negara tujuan, berikut adalah daftar negara yang menerima au pair dari Indonesia; Australia (lewat Working Holiday Visa ) Austria Amerika