Langsung ke konten utama

Welcoming My Baby



...and it's June again!

Sebetulnya sudah dari seminggu lalu ingin menulis dan mencurahkan kabar bahagia ini. Tapi apa daya, saya sudah cukup muak duduk di depan laptop hampir tiap hari. Baru saat ini punya waktu santai untuk menulis lagi dan berbagi cerita kalau tugas akhir saya sudah rampung. 🎉

Cerita soal pengerjaan tesis, setelah deadline ditunda 11 hari, saya (dan semua teman sekelas) ujungnya tetap mengerjakan draf akhir di mepet sisa waktu pengumpulan. Tipikal! Saya memutuskan untuk mengerjakan tesis sendiri ketimbang dengan grup karena jenuh terus-terusan kerja kelompok dari semester satu. Untuk program studi saya, pengerjaan tesis boleh dikerjakan secara berkelompok maksimal 3 orang dan bedanya hanya di halaman. Karena semester ini kami menulis tesis pendek (30 ECTS), jumlah maksimal untuk 1 orang hanya 40-60 halaman dan maksimal 80 halaman bagi yang mengerjakan berkelompok. Jadi tidak ada perlombaan ala kuliah di Indonesia, semakin tebal semakin bagus. Jumlah halaman ini pun cukup strict, karena seorang melampaui 60 halaman saja sudah disuruh hapus yang tidak perlu.

Waktu pengerjaan hanya 17 minggu dimulai dari pertengahan Januari sampai pertengahan Mei. Sejujurnya, kami semua baru mulai mengumpulkan data di awal bulan Maret ketika sadar sudah semakin dekat jadwal deadline. Topik tesis saya kali ini hasil rekomendasi dari profesor pembimbing yang berhubungan dengan CEO di perusahaan startup dan para anggota dewan (board members) perusahaan. Awalnya membosankan karena topiknya terasa formal sekali. Tapi setelah wawancara dengan beberapa orang CEO, saya banyak belajar hal baru lagi dari dunia startup dan manajerial. Apalagi karena daftar responden ini saya kerucutkan ke para CEO yang dulunya memulai bisnis ketika masih jadi pelajar. Cukup seru mendengar bagaimana naifnya mereka memulai, jatuh bangun cari dana, sampai akhirnya sukses. Saya juga jadi lebih mengenal ekosistem startup di Norwegia, sampai ending-nya sempat ditawari pekerjaan oleh salah satu CEO yang saya wawancara.


Hingga saatnya yang paling penting, menulis. Banyak yang berasumsi karena saya punya blog, bisa dipastikan saya gemar menulis dan tak ada masalah merangkai kata di laman tesis. Problemnya, menulis blog dengan topik ringan jauh berbeda dengan menulis catatan akademis semacam tesis. Kalau ada yang mengatakan tesis itu sulit, sebetulnya tidak juga. Yang paling sulit justru adalah mengumpulkan motivasi, fokus, dan kemauan menulisnya. Ada dua orang yang saya kenal mengajukan pengunduran masa studi hanya karena malas menulis. But you know what, it’s super normal to be lazy!

Untuk kasus saya, bimbingan ke profesor juga menjadi hal langka. Di jurusan ini, para profesor hanya mau mengecek draf 1-2 kali ketika semua tulisan kita sudah mendekati final. Dua teman saya pun sampai tidak tahu muka pembimbing mereka karena belum pernah face-to-face sama sekali. Semuanya terasa hambar namun juga lebih mudah sejak semua hal hampir bisa dilakukan serba digital seperti sekarang. Tinggal kirim draf, para pembimbing biasanya hanya membubuhi komentar di dokumen Word kita.  Berbeda dengan zaman saya skripsi dulu yang harus bolak-balik bimbingan ke dosen dari bab pendahuluan sampai kesimpulan. Kadang kertas sudah penuh dengan X besar karena salah tulis. Belum lagi drama mengejar dosen sampai akhirnya harus berusaha menurunkan ego demi mengikuti kemauan pembimbing. So yes, bisa dibilang kuliah di luar negeri kali ini saya dituntut untuk lebih mandiri. 

Karena tesis juga, saya mengerti mengapa persyaratan nilai ujian bahasa Inggris mesti di atas rata-rata saat mendaftar kuliah ke luar negeri. Makanan sehari-hari adalah kumpulan jurnal yang mesti kita baca, pahami, dan parafrase ke tinjauan pustaka. Di bagian menulis, kita dituntut untuk menggunakan kata-kata akademis anti-mainstream yang sehari-harinya pun tak pernah dipakai. Saya jadi tahu bahwa kekurangan saya saat menulis Inggris adalah di penggunaan artikel seperti “a/an” dan “the”, karena seringkali ketinggalan ketika dicek menggunakan Grammarly. Tapi yakinlah, karena keseringan makan jurnal, saya juga jadi terbiasa mengenal kata-kata baru dan menggunakannya dalam penulisan. Dua orang teman saya dipaksa mengoreksi ulang bahasa tesis mereka karena terkesan terlalu informal dan kurang akademis. Jadi, jangan pernah sepelekan Writing section di tes bahasa Inggris dan seringlah latihan menulis baku.


Seringkali skripsi, tesis, atau disertasi itu hanyalah dianggap tugas akhir sebagai syarat kelulusan bagi kebanyakkan orang Indonesia. Sifatnya menantang dan cukup stressful karena mesti berhadapan dengan beberapa dosen pembimbing yang mood-nya bisa naik turun. Namun yang saya pelajari dari mahasiswa sini, mereka melihat tugas akhir ini dari perspektif berbeda layaknya seorang bayi. Bayi yang tercipta dari proses panjang, yang dibayar dengan waktu tidur dan daya juang, lalu akhirnya lahir sebuah maha karya dari tulisan tangan kita. Skripsi atau tesis bukanlah tugas akhir kuliah semata. Ada studi dan penemuan kita di sana. Ada rasa lelah dan perjuangan yang menyertai selesainya tanggung jawab kita sebagai seorang mahasiswa. Layaknya kelahiran seorang bayi, harusnya kita menyambut dan merayakan rampungnya tugas akhir ini dengan suka cita. Selama tidak pakai joki dan asal jiplak, it's our baby and it has a name (title).

Hanya saja, sepertinya saya belum bisa jadi ibu yang baik. Di detik-detik akhir pengumpulan, semakin saya membaca ulang bagian analisa, semakin saya bingung yang saya tulis itu sebetulnya apa. Haha.. Oh well, my baby would be more nutritious if I was more serious creating it. Motivasi saya saat itu, yang penting selesai saja sudah lega. Nobody would ask your final grade, kecuali kamu benar-benar bangga dan ingin menunjukkannya ke semua jejaring LinkedIn. Untuk mahasiswa medioker macam saya ini, sudah lulus dan tidak dapat D saja sudah bersyukur 😂 

Baca juga: Exam!!

Anyway, yang penting tesis sudah kelar. Saya merayakannya dengan gembira bersamaan dengan cerahnya mentari di sisi selatan Norwegia beberapa hari ini. Restoran dan kafe juga sudah dibuka lagi untuk dining in. Kerjaan kantor juga akhirnya terasa lebih enteng karena fokus saya untuk saat ini hanya satu, cari duit. 

Belum final memang. Two weeks more before the defense day!! Bayi saya juga belum lahir sempurna, tapi apapun yang terjadi, akan saya bela mati-matian di ‘meja sidang’. One more step to be officially graduated and hold my master!

Bagi kalian yang sedang menunggu pengumuman ataupun persiapan new intake di tahun ini, good luck with your new study! Bagi yang juga akan wisuda tahun ini, I hope we could celebrate it together!


This is for real! Hanya ada 5 orang yang saya sebut di laman persembahan tanpa sugarcoating anything. Salah satunya, saya sendiri. Terima kasih!



Komentar

  1. Congratulation Nin.. So proud of you.. tbh I know you will make it since the start
    Then would you telling us step to step how you finished your thesis and the most important how you keep your self motivated during the process as you know many student said somewhere that they dont know how to begin and just paused for months end up with late graduation huhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you, thank you! ;D

      Iya, sebetulnya nasib aku di sini bener2 kayak roller coaster dari tahun kemarin. Sudah ada niat untuk nyerah sebetulnya dan balik ke Indonesia aja. Tapi untungnya, semangat belom pudar dan akhirnya kelar juga :)

      Iya beneeeeer!!! Aku pikir, mahasiswa medioker (karena nilai pas2an) macam aku nih udah kayak paling jelek banget. Haha.. Ternyata aku baru tau, banyak mahasiswa Indonesia yang lebih unmotivated sampe banyak makul yang gak lulus, lalu endingnya minta perpanjangan waktu semester karena malesnya semakin menjadi2.

      Next time ya, kalo ada mood-nya, aku bakal cerita2 lagi :)

      Hapus
  2. Waa sampai ada di titik itu ya Nin, perjalananmu luar biasa.
    Good luck and success with your upcoming chapter :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pasti! :)

      Idup aku kayak roler koster tahun lalu sampe kehilangan kerjaan dan gak punya uang sama sekali. Kalo mudah nyerah, yah mendingan balik aja ke Indonesia sih saat itu.

      Hapus
  3. hello kak nin, masih fresh nih tulisannya, ini aku juga lagi skripsi makasiih ya kak nin buat tulisannya memotivasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Good luck buat skripsinya!! ;)

      Yookk! Semoga bisa wisuda bareng tahun ini.

      Hapus
  4. Hai Nin! Gila sih baca blogmu sejak mulai kuliah itu bener-bener ya ampun hebat banget. Aku ikutan deg2an dan capek bacanya wkwk :D

    Selamat yaaa sebentar lagi lulus. Besok ceritain dong tentang thesis defense-nya hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. PARAAAH!! Orang yang baca aja ikut capek dan deg2an, apalagi aku yang ngalamin sih. Haha.. Tapi ya, semoga aja jadi pelajaran untuk yang lain. Ngeliatnya dari sudut pandang baru aja, kalo idup di LN itu memang suliiiiit banget apalagi bagi yang gak ada privilege sama sekali :)

      Makasih banyak! Next time aku ceritain gimana defense kemaren, tapi kayaknya gak banyak yang bisa diceritain sih. Intinya, aku dapet nilai memuaskan. Hihi.

      Hapus
  5. Halo,

    Keren banget ceritanya. Dari dulu juga pengen kuliah ke luar negeri, setelah liat2 kampus di Norwegia dan ternyata gratis ya. Tapi biaya hidup ditanggung sendiri ya ka? Kalau dengan mengandalkan biaya minimum yg disyaratkan kampus kira2 cukup ngga ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo orang tua kamu mampu bayarin, atau kamunya dapet beasiswa, tentunya gak perlu pusing mikirin biaya hidup ;)

      Cukup kok. Imigrasi kan ngatur biaya minimum itu karena udah sesuai dengan biaya hidup paling rendah untuk pelajar.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita tetaplah bagi

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola

Guide Untuk Para Calon Au Pair

Kepada para pembaca blog saya yang tertarik menjadi au pair, terima kasih! Karena banyaknya surel dan pertanyaan tentang au pair, saya merasa perlu membuat satu postingan lain demi menjawab rasa penasaran pembaca. Mungkin juga kalian tertarik untuk membaca hal-hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair  ataupun tips seputar au pair ? Atau mungkin juga merasa tertantang untuk jadi au pair di usia 20an, baca juga cerita saya disini . Saya tidak akan membahas apa itu au pair ataupun tugas-tugasnya, karena yang membaca postingan ini saya percaya sudah berminat menjadi au pair dan minimal tahu sedikit. Meskipun sudah ada minat keluar negeri dan menjadi au pair, banyak juga yang masih bingung harus mulai dari mana. Ada juga pertanyaan apakah mesti pakai agen atau tidak, hingga pertanyaan soal negara mana saja yang memungkinkan peluang kerja atau kuliah setelah masa au pair selesai. Oke, tenang! Saya mencoba menjabarkan lagi hal yang saya tahu demi menjawab rasa penasar

Jadi Au Pair Tidak Gratis: Siap-siap Modal!

Beragam postingan dan artikel yang saya baca di luar sana, selalu memotivasi anak muda Indonesia untuk jadi au pair dengan embel-embel bisa jalan-jalan dan kuliah gratis di luar negeri. Dipadu dengan gaya tulisan yang meyakinkan di depan, ujung tulisan tersebut sebetulnya tidak menunjukkan fakta bahwa kamu memang langsung bisa kuliah gratis hanya karena jadi au pair. Banyak yang memotivasi, namun lupa bahwa sesungguhnya tidak ada yang gratis di dunia ini. Termasuk jadi au pair yang selalu dideskripsikan sebagai program pertukaran budaya ke luar negeri dengan berbagai fasilitas gratisan. First of all , jadi au pair itu tidak gratis ya! Ada biaya dan waktu yang harus kamu keluarkan sebelum bisa pindah ke negara tujuan dan menikmati hidup di negara orang. Biaya dan waktu ini juga tidak sama untuk semua orang. It sounds so stupid kalau kamu hanya percaya satu orang yang mengatakan au pair itu gratis, padahal kenyatannya tidak demikian. Sebelum memutuskan jadi au pair, cek dulu biaya apa s