Langsung ke konten utama

4 Alasan Saya Lanjut Kuliah Master di Norwegia



"Kuliah S2? Nanti dulu!" kata saya dua tahun lalu.

Di postingan tersebut juga dituliskan beberapa alasan yang mendasari saya belum ingin lanjut kuliah lagi. Salah satunya adalah karena kuliah itu melelahkan. Tahun depan sudah pas 5 tahun saya menjajakan kaki di Eropa dan tinggal di rumah keluarga angkat sebagai au pair. Tapi semakin lama jadi au pair, saya merasa mengalami brain dead karena salah satu hal yang saya rindukan selama ini adalah berpikir kritis ala mahasiswa.

Meskipun masih terus rutin datang ke kelas bahasa, namun materi pelajarannya tidaklah seintensitas pembelajaran akademik di kampus. Lagipula, kelas bahasa tersebut hanya 2-3 kali seminggu. Awalnya sangat termotivasi, tapi lama-lama bosan juga karena tantangannya sebatas daily life talking yang masih sering bernego dengan English.

Lanjut kuliah di luar negeri juga bukan cita-cita baru kemarin sore. Saya memang berniat ingin kuliah lagi, namun selalu terkendala urusan biaya dan kemampuan bahasa Inggris. Peluang mengatasi biaya salah satunya memang harus ikut program beasiswa. Tapi sayangnya saya sudah minder duluan karena merasa tidak terlalu kompetitif menghadapi pesaing lain. Bahasa lainnya; tidak cukup pintar.

Setelah berhasil mengantongi sertifikat IELTS yang nilainya memenuhi syarat pendaftaran, kesempatan daftar ke universitas asing makin luas. Sampai akhirnya saya mantap ingin lanjut kuliah lagi di Norwegia. Pertanyaannya, mengapa Norwegia?

1. Bebas biaya kuliah


Di Eropa, setahu saya hanya ada 3 negara yang menggratiskan biaya kuliah bagi mahasiswa internasional, yaitu Jerman, Norwegia, dan Finlandia. Saya dulunya sangat berharap bisa lanjut kuliah di Aalto University. Namun sayangnya, Finlandia tidak lagi menggratiskan biaya kuliah untuk mahasiswa non-Eropa sejak musim gugur 2017 lalu.

Baca juga: Pendidikan di Negara Nordik: Jangan Kuliah Karena Gratis

Saya juga tidak berniat lanjut belajar di Jerman karena mungkin sudah terlalu sering mendengar cerita pelajar disana. Lalu pilihan terakhirnya memang Norwegia karena kebetulan saya masih tinggal disini.

Meskipun biaya kuliah di Norwegia digratiskan di semua universitas negeri, namun mahasiswa tetap harus membayar uang semester sebesar 600-850 NOK.

*10 NOK = 1 Euro

2. Kuliah sekalian kerja

Alasan lainnya mengapa saya memilih Norwegia adalah karena berniat kuliah di sisa akhir kontrak au pair. Jadi daripada mesti pulang dulu ke Indonesia, saya meminta izin ke host family jika boleh studi sekalian kerja di sisa 5 bulan akhir kontrak. Ternyata host mom menyambut baik ide ini meskipun sedikit skeptis apakah saya masih bisa sefleksibel sekarang kalau sudah fokus kuliah.

"That is still a great plan anyway, Nin! You have to go for it!" kata host mom saya bersemangat.

Karena keluarga angkat saya tinggal di Oslo, artinya saya hanya bisa daftar ke kampus yang ada di sekitaran Oslo saja. Tapi sebetulnya tidak masalah juga karena tinggal di ibukota lebih memudahkan akses kemana pun.

3. Ada jalan

Di Norwegia juga ada kelonggaran batas waktu pendaftaran bagi pendaftar asing yang memiliki izin tinggal disini. Syaratnya, izin tinggal tersebut bersifat permanen atau dapat diperbarui. Kalau mahasiswa internasional biasanya hanya memiliki deadline di bulan Desember atau Januari, penduduk Norwegia bisa mendaftar sampai pertengahan April untuk perkuliahan semester musim gugur.

Kebetulan saat ini saya sudah memiliki residence permit au pair sampai 2020. Setelah menghubungi pihak UDI yang mengurusi imigrasi, mereka mengatakan kalau saya boleh kuliah sekalian au pairing memakai permit yang sama. Kalau au pair permit yang sekarang hampir habis, saya harus segera mengajukan student permit 2-3 bulan sebelumnya.

Pertanyaan lainnya tentu saja masalah biaya hidup sehari-hari. Biaya kuliah boleh gratis, tapi biaya hidup di Norwegia terkenal sangat tinggi. Gambaran kasarnya, mahasiswa asing sedikitnya harus mengantongi 10.000 NOK atau sekitar 17 juta rupiah per bulan. Pihak imigrasi UDI juga menekankan bahwa untuk mendapatkan student permit, mahasiswa asing harus memiliki dana minimal 116.369 (sampai Juni 2019) NOK di rekening atas nama pribadi, tidak boleh disponsori kecuali beasiswa.

Beruntungnya, biaya ini tidak harus serta merta berupa tabungan tapi boleh juga kombinasi dana pinjaman dari pemerintah atau surat kontrak kerja paruh waktu. FYI, mahasiswa asing di Norwegia diizinkan bekerja paruh waktu 20 jam per minggu. Contohnya saya hanya punya dana 35.000 NOK di tabungan, tapi sudah mengantongi surat kontrak kerja yang gajinya selama 1 tahun adalah 90.000 NOK, artinya saya bisa mengajukan study permit karena total biaya hidup sudah tertutupi sampai setahun ke depan.

Masalah biaya ini juga sudah saya diskusikan dengan host family dan mereka mau membantu untuk memberikan saya pekerjaan paruh waktu. Karena mereka berpikir untuk tetap menyewa nanny, sepertinya saya masih boleh bekerja disini sampai setahun berikutnya. Bagaimana kalau mereka berubah pikiran?

Artinya saya tetap harus menunjukkan bukti ke UDI bahwa saya mampu membiayai kehidupan sehari-hari. Saya masih berusaha menabung sebanyak-banyak mungkin sekarang ini. Entah berapa pun itu, rencananya ingin pinjam uang ibu saya dulu untuk menutupi sisanya saja. Lolos dapat study permit, baru saya kembalikan lagi uangnya dan mencoba mencari pekerjaan paruh waktu lain di luar. Tapi sejujurnya, saya tidak yakin memilih jalan ini karena paham soal keterbatasan finansial sang ibu juga.

Kalau kalian berniat kuliah di Norwegia pakai biaya sendiri, silakan baca informasi detailnya di situs UDI. Di situs tersebut juga disebutkan bahwa mahasiswa asing harus memiliki tempat tinggal di Norwegia yang dibuktikan dengan surat kontrak atau pernyataan dari pemilik kos. Karena tahun depan kamar saya akan dirombak jadi kantor baru, makanya saya tidak bisa tinggal lebih lama dengan keluarga yang sekarang. Lagipula saya butuh privasi lebih karena bukan au pair mereka lagi. Perihal ini juga sempat saya bicarakan ke teman yang tinggal di Oslo dan doi sepakat untuk sharing cost apartemen kalau memang saya bisa studi disini.

4. Belajar bahasa lebih lama

Kalau ada negara di Eropa yang saya ingin tinggali lebih lama, itu adalah Denmark atau Norwegia. Mengapa, karena dua negara ini adalah negara terlama di Eropa yang pernah saya tinggali dan paling saya kenali bahasa dan kebudayaannya. Kuliah di Denmark sangat mahal, makanya saya belum mampu lanjut kesana. Sayang juga, karena sebetulnya saya masih sangat ingin belajar bahasa Denmark.

Opsi studi di Norwegia tentu saja menjadi sangat rasional dan masuk akal. Saya berpikir, kalau berkesempatan studi Master selama 2 tahun, artinya total saya tinggal disini menjadi 4 tahun. I just wonder, am I still (this) bad at talking Norwegian after 4 years? Mungkin saja saya makin bersemangat ingin lancar bahasa lokal karena bisa jadi modal untuk mencari pekerjaan selepas lulus kuliah.


So, ini planning saya di awal tahun ini! Apapun keputusannya, saya berharap yang terbaik saja. Kalau memang jalan ini belum mulus, I would move to Plan B because it could be back home.

Langkah berikutnya:
Daftar kuliah di kampus Norwegia

Komentar

  1. Huhu selalu pengen kuliah juga di luar Indonesia. Semangat, Kak Nin!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Ruth. Kamu juga ya, semoga someday bisa kesampean kuliah di LN ;>

      Hapus
  2. Nin, I am so happy to read this! Gimana kamu yg lbh lama nge-au pair. Aku aja yg 9 bulan udh ngerasa brain dead haha
    I truly wish you best of luck, Nin. Ini jadi semangat juga karena aku pun masih pengen bisa kerja atau kuliah di Eropa. Btw, kamu ambil jurusan apa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tengkyuuuu, Tesa 🙏🏽
      Semoga kamunya juga gak lapuk jadi au pair doang ya. Hoho.

      Aku ngambil jurusan yang gak jauh2 dari Sains & Teknologi pastinya :D

      Hapus
    2. Amin. Anti lapuk-lapuk Nin. Mau menikmati masa a pair hehe. Lycka till!

      Hapus
    3. Abis lapuk jadi au pair, semoga ada jalan juga buat lanjut kuliah ataupun studi dimana pun ya, Tes!

      Cheeerrrs!

      Hapus
  3. Kak, kalau mau kuliah di norwey itu harus udah s1 yaa biar bisa lanjur s2 di norwey?? makasih kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di dunia ini, kalo kamu mau lanjut S2 pasti mesti ngantongin ijazah S1 dulu.

      Tapi kalo kamu mau mulai S1-nya di Norwegia, ya bisa banget! Taaaaaapiiiii... kendalanya di bahasa. Kamu mesti nguasain bahasa Norwegia setidaknya level B2 karena S1 di sini hampir semuanya (99%) pake bahasa lokal.

      Hapus
  4. Kak...gimana dengan syarat daftar kampus untuk pengambilan S2 ? Apa harus bisa bahasa norway dulu ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tergantung kamu mau ngambil S2-nya dimana. Kebanyakan kampus buat S2 di luar negeri sebetulnya pake bahasa Inggris kok. Persiapin aja sertifikat bahasa asing minimal 6.5 untuk IELTS.

      Hapus
  5. selamat malam....nin saya ne burham mau ada rencana S2 ke negara norwegia apakah ada uang yg kita tranfer dulu sebagai bukti kita ingin biaya sendiri kalau masih di indonesia....?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Burham,

      Tergantung kampusnya. Kalo untuk UiO, UiB, atau OsloMet (contohnya), mereka gak butuh kamu nransfer uang dulu ke rekening kampus. Jadi bukti tabungan dibuktikan pas apply visa doang.

      Tapi beberapa kampus lain semisal NTNU, justru wajib nyetor dulu duitnya ke rekening kampus bahkan saat apply untuk admission.

      Hapus
  6. Wawww what a story of life ya kak. Keren bngt benar2 pejuang saluttt. Aku senang baca2 blog kakak bnyk bngt info yg bisa buat aku terbelangak. Jadi nya aku makin tau dgn negara2 skandinavia. Semoga lancar kuliah master nya di norway kak. Aku juga sedang mencoba peruntungan menjadi au pair semoga belanda menjadi tempat yg menarik dan sesegera mungkin mendapatkan HF. Next mau study abroad jugaa! G.luck

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tengkyu udah mampir dan baca2 😇
      Happy to share semua informasi yang semoga bikin kamu makin termotivasi & terinspirasi ya.

      Sukses juga ke Belandanya! Sukses menggapai cita2!! 😇

      Hapus
  7. Halo, saya senang membaca tulisan2nya, enak dibaca dan menarik. Oh ya saya ada rencana mau lanjut S2 dg biaya sendiri oleh karena itu saya tadinya menetapkan jerman sbg tujuan krn uang kuliahnya gratis, tapi saya skrg jg mempertimbngkan Norwegia tapi agak ragu krn biaya hidupnya lebih tinggi daripada jerman mengingat saya pake biaya sendiri.Saya penasaran dg tulisan diatas yg menyebutkan terlalu sering mendengar cerita pelajar disana, maksud tulisan diatas apa ya ? Maaf kepo tapi saya benar2 sedang mencari info tentang kehidupan di eropa khususnya Jerman dan Norwegia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Dee,

      Makasih udah mampir :)

      Maksudnya itu.. aku udah terlalu banyak denger pengalaman orang2 yg kuliah di Jerman. Orang Indonesia memang lebih familiar sama Jerman (dan Belanda) untuk tujuan studi di Eropa. Makanya pengen kuliah di negara lain biar aku bisa ngerasain sendiri & sharing ke orang. Jadi gak hanya Jermaaaaan mulu. Begitu.

      Iya memang. Di Norwegia kampus publik-nya cuma bayaran 700-900kr aja per semester, tapi biaya hidupnya kurang lebih 200 jutaan per tahun. Di Jerman lebih murah & kesempatan utk dapet kerja setelah lulus juga lebih terbuka karena mereka open banget sama pendatang.

      Hapus
  8. Hai Nin, salam kenal. Saya Mahmud. Mau tanya... utk kuliah di Norwegia apakah ada batasan usia utk intl student? Thanks ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kuliah apa dulu ini? S1 apa S2?
      Kalo S2 gak ada. Karena di kampus ku, ada ibu2 umur 60an yang baru mulai S2 kok :)
      Kalo S1, di sini sistemnya pake poin seleksi. Jadi umur termasuk. Cuma aku pernah kenal orang yg baru mulai S1 pas usia 27 atau 30. Jadi sebetulnya hampir gak ada age discrimination di sini :)

      Hapus
  9. Wahh dengan senang hati saya sangat tertarik ingin kuliah S1 di Norwegia. Dan sejak dulu Norwegia satu2nya negara yg ku impikan because Norway is the happiest country and I have viking history. Thank you banget kak sudah sharing2 ke kami semoga bisa bermanfaat teruss dan sukses selalu kak Xixixi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Norwegia memang salah satu negara terbahagia di dunia, tapi kalo secara umum, semua negara di Eropa Utara pada dasarnya ya happy2 ;D

      Makasih ya udah mampir dan nyimak! Semoga suatu hari nanti cita2 kamu bisa lanjut kuliah di Norwegia tercapai ya :)

      Hapus
  10. Hai kak, blog nya sangat membantu buat motivasi aku. Kalau s1 di norway apa ada batasan umur kak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak ada :)

      Tapi utk ambil S1 di Norwegia mesti udah pernah kuliah dulu di Indonesia minimum selama 1 th ya.

      Hapus
  11. hi kak, glad to know u
    mau nanya kak au-pair itu apa ya kak, trus beasiswa buat intl student ke norway biasanya beasiswa apa ya kak soalnya kalo pake uang sendiri ga cukup huhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Au pair itu simpelnya pertukaran budaya ke luar negeri, tapi sekalian ngurus anak2 dan bersih2 rumah orang sebagai ganti gaji, makan, kursus + tempat tinggal :)

      Beasiswa ke Norwegia sejauh ini yang aku tau dari Indonesia ya cuma LPDP sih.

      Hapus
  12. hi kak, aku penasaran apakah disana muslim friendly untuk yg ingin part time job ? aku takutnya saat kerja di disuruh buka hijab

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kerja apa dulu nih? Kalo pegawai restoran/toko, kayaknya susah sih ya masih. Gak akan ada yang nyuruh kamu lepas jilbab, palingan ya langsung ditolak biasanya :/

      Cuma aku tau kalo semisal kayak restoran Kebab atau yang restonya punya orang Muslim gitu, bisa jadi lebih fleksibel.

      Hapus
  13. So happy ive found this blog! Norway is my second option after aussie, since aussie is very expensive, i came to your blogblog. Pengen banget S2 di Norway kak💓💓 Makasi udah buat blog ini, good luck for you💓💓

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihihi..

      Norwegia memang biaya kuliah di kampus negerinya gratis, tapi biaya hidupnya jauh lebih mahal daripada di Aussie, lho! ;)

      Tapi semoga bisa mendaratkan kaki ke Norwegia ya kalo emang beneran mau ke sini :) Sukses untuk kamu juga!

      Hapus
  14. Halo Kak... Mantap sekali blog nya..

    jadi aku kan dulu S1 nya Sastra Inggris..
    trus setelah lulus kuliah, aku kerja d kapal pesiar dari 2016-sekarang..
    Pernah juga berkunjung ke beberapa tempat di Norway seperti Oslo, Bergen, Stavanger, Kristiansand & Flam...

    nah, kalo misalnya aku mau lanjut S2 di UiO, kira2 bisa ngga ya?
    Kira2 ada jurusan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus ngga ya???

    Thanks in advance 🙏🙏

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita tetaplah bagi

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola

Guide Untuk Para Calon Au Pair

Kepada para pembaca blog saya yang tertarik menjadi au pair, terima kasih! Karena banyaknya surel dan pertanyaan tentang au pair, saya merasa perlu membuat satu postingan lain demi menjawab rasa penasaran pembaca. Mungkin juga kalian tertarik untuk membaca hal-hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair  ataupun tips seputar au pair ? Atau mungkin juga merasa tertantang untuk jadi au pair di usia 20an, baca juga cerita saya disini . Saya tidak akan membahas apa itu au pair ataupun tugas-tugasnya, karena yang membaca postingan ini saya percaya sudah berminat menjadi au pair dan minimal tahu sedikit. Meskipun sudah ada minat keluar negeri dan menjadi au pair, banyak juga yang masih bingung harus mulai dari mana. Ada juga pertanyaan apakah mesti pakai agen atau tidak, hingga pertanyaan soal negara mana saja yang memungkinkan peluang kerja atau kuliah setelah masa au pair selesai. Oke, tenang! Saya mencoba menjabarkan lagi hal yang saya tahu demi menjawab rasa penasar

First Time Au Pair, Ke Negara Mana?

Saya ingat betul ketika pertama kali membuat profil di Aupair World, saya begitu excited memilih banyak negara yang dituju tanpa pikir panjang. Tujuan utama saya saat itu adalah Selandia Baru, salah satu negara impian untuk bisa tinggal. Beberapa pesan pun saya kirimkan ke host family di Selandia Baru karena siapa tahu mimpi saya untuk bisa tinggal disana sebentar lagi terwujud. Sangat sedikit  host family dari sana saat itu, jadi saya kirimkan saja aplikasi ke semua profil keluarga yang ada. Sayangnya, semua menolak tanpa alasan. Hingga suatu hari, saya menerima penolakan dari salah satu keluarga yang mengatakan kalau orang Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Selandia Baru. Duhh! Dari sana akhirnya saya lebih teliti lagi membaca satu per satu regulasi negara yang memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia. Sebelum memutuskan memilih negara tujuan, berikut adalah daftar negara yang menerima au pair dari Indonesia; Australia (lewat Working Holiday Visa ) Austria Amerika