Langsung ke konten utama

Tentang Nilai dan Perayaan


I have just defended my thesis and had my commencement almost a month ago, but people have not stopped talking about that. Yet.

Sebelumnya, saya sangat berterima kasih untuk semua ucapan selamat yang tertulis di kolom komentar akun media sosial maupun direct message atas kelulusan saya. Bahagia sekali ketika tahu tulisan dan foto saya memberikan inspirasi baru ke banyak orang sampai menimbulkan efek positif untuk mengajak mereka berbahagia pula. 

Ketika saya mengambil foto tersebut, ditaruh di media sosial, sampai menuliskan keterangan yang cukup panjang, I truly just wanted to share my happiness. Ingin memberikan kabar terbaru, "halo, finally saya sudah lulus nih". Tapi ternyata saya tidak bisa bohong, it was uncomfortable. Meski sering menuliskan banyak hal di blog ini, namun saya sebetulnya adalah orang yang cukup tertutup apalagi yang bersifat euforia, seperti halnya kabar kelulusan kemarin. Bagi saya, semakin sedikit orang tahu pencapaian hidup saya malah semakin baik. Namun kali ini saya tetap harus go public mengingat gol yang sudah saya raih tak hanya penghargaan luar biasa bagi saya dan keluarga, tapi juga cerita yang layak dipublikasikan sebagai sumber motivasi bagi orang lain. Apalagi karena dari dulu sudah cerita A-Z mengenai perjalanan hidup sebagai au pair, akan lebih memuaskan jika disuguhi cerita bahagia di akhir.

Flashback sedikit. Tepat setelah sidang tesis kemarin, dua penguji langsung memberikan nilai untuk tulisan dan juga performa presentasi saya. Meski di awal sempat berpikir akan dapat nilai rendah semisal D, tapi pada dasarnya saya tak peduli karena sistem nilai di Norwegia, E (1 poin) adalah nilai terendah untuk dinyatakan lulus. Yang penting selesai, pikir saya saat itu. It was just too much dan tesis selesai saja sudah bahagia rasanya. Bahkan saya pernah mendengar bahwa sesungguhnya tugas akhir terbaik adalah yang selesai. Tak ada yang akan bertanya juga apa nilai tesis saya karena itu hanyalah satu dari bagian mata kuliah selama dua tahun. But it turned out my defense day went pretty well dan saya mendapatkan nilai yang jauh lebih baik di luar ekspektasi! Bahagia? Tentu saja, meskipun saya selalu berpikir bahwa tulisan tersebut masih banyak kurangnya. 


Namun setelah tahu betapa nilai akhir menjadi lebih berharga dari IPK, semua pemikiran saya di awal tentang nilai tesis ini jadi tak relevan! Meskipun dari dulu juga tujuan utama saya kuliah tidak untuk mengejar IPK. Di sini kita tak akan menemukan nilai IPK yang tertoreh di transkrip nilai kuliah, baik di universitas negeri maupun swasta  kecuali IPK tersebut tertulis secara unoffical untuk urusan administrasi. Yang ada, semua nilai mata kuliah yang sudah kita dapatkan hanya akan dibandingkan dengan nilai rata-rata semua mahasiswa di kelas. Di beberapa universitas swasta yang menganut sistem reputasi, mereka akan secara gamblang mengumumkan para mahasiswa terbaik yang lulus saat wisuda. Berbeda dengan universitas negeri yang menyejajarkan semua mahasiswa dengan sama, tanpa melabeli mereka dengan mana yang "terbaik". Meski ada atau tidak adanya IPK yang tercatat di ijazah, ternyata saya baru tahu bahwa orang sini akan lebih penasaran dengan nilai akhir kita saat ujian skripsi maupun tesis.

Di Indonesia, mungkin kita akan lebih sering mendengar, "IPK berapa? Cum laude?". Di sini, kamu akan lebih sering mendengar, "nilai skripsinya kemarin berapa? Dapat apa pas sidang tesis?". Itu yang saya tidak tahu dan itu pula yang ternyata menjadi standar ketidakpercayaan diri teman sekelas sendiri. Saya sudah bersama mereka selama dua tahun, sudah tiga semester juga disatukan dengan tugas kelompok dan proyek, maka sudah pasti saya paham performa mereka di kelas. Namun faktanya, seorang teman yang satu pembimbing dengan saya ketahuan berbohong soal nilainya setelah saya ketahui tanpa sengaja. Like, for what?! Saya tak peduli mereka dapat A, B, atau C, karena hal tersebut tak menjamin apapun dan tak berpengaruh juga dengan hidup saya. But no, for some people, grade is a big deal!

Saya juga sebetulnya malas untuk terlalu buka-bukaan tentang nilai yang saya dapat karena merasa hal tersebut tak penting bagi banyak orang. Mungkin juga sudah menjadi kultur di keluarga saya untuk tak terlalu komunikatif terhadap hal apapun, namun tidak bagi keluarga Mumu. Beberapa hari setelah sidang, saya diajak makan siang oleh keluarga Mumu di salah satu kafe di peternakan. Saya tidak pernah sama sekali mengomunikasikan semua hal ke mereka, termasuk tentang saya yang baru saja dinyatakan lulus sidang. But Mumu did

Baru datang, saya langsung disambut dengan ucapan selamat dari ibu Mumu yang saya sadar memang baru dapat cerita dari anaknya. Beliau juga bertanya tentang nilai ujian akhir saya yang nyatanya juga sudah beliau ketahui. Murni, pertanyaan tersebut hanya basa-basi. Pertanyaan simpel yang jawabannya pun sama sekali tak memalukan. Namun entahlah, ada perasaan tak nyaman saat menjawabnya. Juga, karena hari itu ternyata adalah perayaan ulang tahun pernikahan orang tua Mumu sekalian merayakan kelulusan saya yang baru terjadi.


Namun cerita tak hanya sampai di situ. Beberapa hari setelah acara makan siang tersebut, saya diundang lagi ke acara lain bersama keluarga besar Mumu dari pihak ibunya. Semuanya terasa normal dan tidak ada satu pun yang membahas cerita kelulusan saya saat itu. Tapi beberapa menit sebelum acara selesai, ibu Mumu lagi-lagi membawa cerita defense day saya ke meja makan untuk didengar seluruh keluarga. Sejujurnya, sedikit berlebihan karena saya merasa tak perlu semua orang tahu. Masalah final grade pun lagi-lagi dipancing dan saya hanya bisa bungkam saat itu. Hanya Mumu di belakang berbisik memberi tahu karena doi sadar saya ogah-ogahan buka mulut. Semuanya bertepuk tangan dan lagi-lagi mengucapkan selamat. Menahan awkward, saya hanya bisa menunduk dan berterimakasih atas semua ucapan selamat yang diutarakan. 

Mencari tahu mengapa nilai akhir begitu berharga, saya menemukan jawabnya dari salah satu forum macam Kaskus di Norwegia. Bagi orang sini, hasil akhir semacam tesis atau skripsi lebih mencerminkan nilai keseluruhan selama 2-5 tahun kita berkuliah. Jadi meskipun selama kuliah nilai kita A, B, A, B, namun di ujian akhir nilainya C, maka orang punya perspektif bahwa nilai rata-rata kita ya tetap C. Mengapa, karena tugas akhir ini dinilai adalah satu-satunya tugas mandiri dimana kita mesti riset dan menulis sendiri di depan layar dengan bantuan minim selama 4-9 bulan. Kita sendiri yang memilih topik, kita sendiri yang mengembangkan studi, dan kita juga yang menerjemahkannya ke sebuah tulisan akademik. It's our baby and the real struggle.

Makanya tak jarang, beberapa mahasiswa perfeksionis bersikeras mengejar nilai A di tugas akhir dan sedikit kecewa kalau tahu dapat B  apalagi C, meskipun C di Norwegia artinya "baik" atau sama dengan B- di Indonesia. Seorang mantan kolega saya bahkan mengajukan banding atas nilai B-nya karena yakin nilai skripsi mereka layak dapat A. Seintens itu hanya untuk mendapatkan hasil akhir yang sempurna. Bisa jadi juga karena jumlah kredit skripsi dan tesis mencapai 30-45 ECTS, maka mendapatkan nilai sempurna bisa mendongkrak semua nilai rata-rata mata kuliah secara keseluruhan. Terlebih, syarat untuk daftar Ph.D. di Norwegia kebanyakkan mewajibkan nilai rata-rata semua mata kuliah dan tesis minimal B. So, tak heran betapa pentingnya nilai akhir ketimbang jumlah IPK.

Tips untuk mahasiswa tahun terakhir dimana pun berada, seriuslah saat mengerjakan tugas akhir mu dan selesaikanlah! ☺



Komentar

  1. Hi Nin

    Selamat sekali lagi. Soal nilai, begitu nanti masuk dunia pekerjaan, tentu sudah ngga ada yang ingat soal nilai lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih banyak, Cece!! ;)

      Bener, Ce. Kecuali mau ngelamar kerja yang khusus jalur "fresh graduate" di perusahaan gede, biasanya tetep dimintain transkrip buat seleksi.

      Hapus
  2. Hi Nin,

    Selamat ya, I'm so happy for you. Semoga ilmunya berkah, dan dilancarkan semua urusan kamu kedepannya. Please stay safe and healthy!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaammmiinn.. Aaaammmiinn..

      Makasih banyak, Annisa :) Kamu juga ya, jaga diri dan kesehatan dimana pun berada.

      Hapus
  3. Selamat Kak Nin atas perjuanganya menyelesaikan tugas akhirnya

    BalasHapus
  4. Lama nggak mampir ternyata mbak Nin sudah lulus dengan nilai bagus. Congrats! Semoga jadi inspirasi bagi banyak pembaca untuk kejar edukasi. Info baru nih tentang anggapan tugas akhir disana. Kalau mau lanjut doktorat penting banget nilai bagus. Di dunia kerja faktor lain biasanya banyak berperan juga...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you, Phebie!! ;)

      Aaammiinn.. Semoga makin banyak yang mau ngejar edukasi ya setelah baca postingan ini. Yes, kalo mau Ph.D. emang rata2nya ya mesti B dan tesis juga mesti B. Di dunia kerja banyak faktor dari orang dalem sampe level bahasa. Haha!

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita tetaplah bagi

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola

Guide Untuk Para Calon Au Pair

Kepada para pembaca blog saya yang tertarik menjadi au pair, terima kasih! Karena banyaknya surel dan pertanyaan tentang au pair, saya merasa perlu membuat satu postingan lain demi menjawab rasa penasaran pembaca. Mungkin juga kalian tertarik untuk membaca hal-hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair  ataupun tips seputar au pair ? Atau mungkin juga merasa tertantang untuk jadi au pair di usia 20an, baca juga cerita saya disini . Saya tidak akan membahas apa itu au pair ataupun tugas-tugasnya, karena yang membaca postingan ini saya percaya sudah berminat menjadi au pair dan minimal tahu sedikit. Meskipun sudah ada minat keluar negeri dan menjadi au pair, banyak juga yang masih bingung harus mulai dari mana. Ada juga pertanyaan apakah mesti pakai agen atau tidak, hingga pertanyaan soal negara mana saja yang memungkinkan peluang kerja atau kuliah setelah masa au pair selesai. Oke, tenang! Saya mencoba menjabarkan lagi hal yang saya tahu demi menjawab rasa penasar

First Time Au Pair, Ke Negara Mana?

Saya ingat betul ketika pertama kali membuat profil di Aupair World, saya begitu excited memilih banyak negara yang dituju tanpa pikir panjang. Tujuan utama saya saat itu adalah Selandia Baru, salah satu negara impian untuk bisa tinggal. Beberapa pesan pun saya kirimkan ke host family di Selandia Baru karena siapa tahu mimpi saya untuk bisa tinggal disana sebentar lagi terwujud. Sangat sedikit  host family dari sana saat itu, jadi saya kirimkan saja aplikasi ke semua profil keluarga yang ada. Sayangnya, semua menolak tanpa alasan. Hingga suatu hari, saya menerima penolakan dari salah satu keluarga yang mengatakan kalau orang Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Selandia Baru. Duhh! Dari sana akhirnya saya lebih teliti lagi membaca satu per satu regulasi negara yang memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia. Sebelum memutuskan memilih negara tujuan, berikut adalah daftar negara yang menerima au pair dari Indonesia; Australia (lewat Working Holiday Visa ) Austria Amerika