Langsung ke konten utama

Pentingnya Tahu Aturan Sebelum Kerja!


Postingan kali ini sebetulnya melanjutkan cerita hidup saya yang masih belum stabil di tengah krisis Korona di Norwegia. Bagi yang belum tahu, mungkin bisa baca dulu cerita saya saat mencari kerja di Oslo part 1 dan part 2. Setelah mengirimkan sekitar 50 lamaran kerja, akhirnya saya mendapatkan pekerjaan paruh waktu menjadi pelayan restoran di salah satu restoran India. Saya tahu lowongan kerja ini pun sebetulnya bukan lewat situs-situs pencarian kerja, tapi grup Facebook. Meskipun merasa cukup nyaman di minggu-minggu awal, namun saya berencana tidak akan lama bekerja di sini karena pengelolanya bukan asli orang Norwegia.

Problem kerja di restoran yang dikelola oleh orang asing atau non-Norwegia adalah bisa jadi kamu akan mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Banyak sekali restoran yang tidak membayar upah pegawai saat sedang masa training, ada juga yang membayar upah under the table agar lepas dari pajak tinggi, ada yang sengaja tidak memberikan kontrak kerja, atau juga tidak peduli dengan jam libur pegawai sampai berkehendak sesuka hati. Mengapa, karena para pemilik restoran imigran ini sebisa mungkin cheating dari peraturan pemerintah setempat. Termasuk juga cheating dari sistem kerja tidak jelas yang diterapkan oleh restoran India di atas! 

Tapi daripada tidak ada pemasukan sama sekali, akhirnya saya berusaha kerja dulu di restoran tersebut sampai mendapatkan pekerjaan lebih baik. Then, Corona hit the world! Saya yang baru bekerja 1,5 bulan harus dirumahkan untuk sementara waktu sampai waktu yang tak ditentukan. Hopeless. Frustrated. Bingung. Apalagi saat itu pemerintah setempat tidak berniat membantu para mahasiswa asing yang kehilangan pekerjaan karena krisis Korona ini. Jadilah saya 3 bulan tanpa pemasukan sampai uring-uringan.


Yang paling mengesalkannya lagi, gaji saya 1,5 bulan di restoran tersebut belum dibayar sama sekali! Gaji yang harusnya sudah masuk tanggal 10-15 Maret, tidak dibayar oleh si Bitch Boss dengan alasan yang tidak masuk akal. Alasannya saat itu, restoran tutup karena Korona, tidak punya cukup income, dan semua pegawai harus sabar menunggu. Omong kosong!! Gaji saya bulan itu tidak ada hubungannya dengan Korona karena memang harusnya dibayar justru sebelum restoran tutup! Kekesalan saya rasanya sudah diubun-ubun sampai curhat ke Mumu untuk melaporkan mereka ke Arbeidstilsynet atau Labor Inspection di Norwegia! (Anyway, saat menulis postingan ini pun sebetulnya saya masih terbawa emosi ðŸ˜£).

Long story short, 2 minggu kemudian si Bitch Boss merasa berbaik hati (ngookk!) dengan mengirimkan saya 1/3 gaji dulu. It was definitely NOT enough, tapi saya masih berusaha menahan hati! Setidaknya lumayanlah untuk membayar tagihan ini itu dan beli bahan makanan sementara waktu. 

Bulan berlalu hingga berjumpa bulan yang baru, sisa gaji saya juga belum dikirim-kirim! Saat dimintai konfirmasi dan pertanggungjawaban via SMS, jawaban si Bitch Boss selalu pendek dan acuh. Saya betul-betul dibuat geram dengan kelakuan orang India ini!! Setiap ditanya, Bitch Boss selalu berusaha mencari alasan hanya untuk membungkam mulut saya! She thought I am just a stupid little girl! 


Setelah didesak dan ditanya terus-terusan, gaji saya akhirnya dikirim lagi, tapi baru 3/4! Sisanya juga belum masuk-masuk hingga di bulan berikutnya. Jadi kalau mau dirinci, gaji saya selama 1,5 bulan yang harusnya kontan, baru dicicil semuanya selama 3 bulan!! Man, I was furious!! Sebelumnya bahkan Mumu sudah berusaha membantu melacak detail restoran ini untuk dilaporkan, namun kami masih menahan karena takutnya Bitch Boss malah mengurungkan niat membayar sisa gaji.

Inilah masalah bekerja dengan restoran yang pemiliknya tak patuh peraturan! Mereka hanya berusaha menguras tenaga kita habis-habisan; tenaga anak-anak muda, para imigran rapuh yang butuh uang, serta orang-orang yang buta peraturan; hanya untuk dijadikan sapi perah menggerakkan bisnis restoran mereka, namun tak sadar sudah diperlakukan tak adil.

Tapi masalah belum berakhir, Sodara-sodara!  

Saya memang cukup lega ketika tahu tak punya masalah lagi dengan Bitch Boss karena semua gaji sudah masuk ke rekening. Namun berita baik (dan buruknya), Universitas Oslo akhirnya mau membantu para mahasiswa internasional dengan memberikan subsidi sekali waktu yang jumlahnya cukup untuk sebulan! Uang subsidi diberikan secara hibah bagi para mahasiswa asing yang kehilangan pekerjaan atau dirumahkan sementara waktu saat krisis Korona. Syaratnya, kami harus menyertakan konfirmasi dari tempat bekerja bahwa memang dirumahkan, melampirkan slip gaji, serta lampiran lainnya yang membuat saya kembali harus 'mengemis' dengan si Bitch Boss!

Tiga minggu sebelum deadline, saya sudah meminta ke Bitch Boss untuk mengirimkan semua lampiran yang dibutuhkan via email. Satu minggu lewat, baru dikirim satu lampiran. Dua minggu lewat, slip gaji dan konfirmasi bahwa saya memang dirumahkan tidak juga dikirimkan. Satu minggu sebelum tenggat waktu, saya berusaha menelpon, dimatikan. Saya kirim pesan, tak dibaca. Capek menahan hati merasa tak dihargai sebagai pekerja, then I let it be! Saat itu juga saya blok nomor si Bitch Boss dan bersumpah untuk tidak akan pernah kembali lagi ke tempat tersebut!!

Dari awal saya memang merasa si Bitch Boss hanya memanfaatkan para imigran yang nasibnya vulnurable di negara ini. Cara mereka mencari pegawai pun tak profesional karena hanya dipublikasikan lewat grup Facebook dengan anggotanya kebanyakan para imigran yang siap bekerja apa saja. Pegawai mereka semuanya pun bukan non-Norwegia dan hanya bertahan paling lama 2 bulanan. Mereka selalu berusaha cheating, lalu hanya merekrut orang-orang asing yang tak tahu aturan untuk bekerja di tempat tersebut. Contohnya soal slip gaji yang harusnya dilampirkan setiap bulan, malah tak digubris. Padahal jelas-jelas itu hak saya dan tak jelas alasannya pun mengapa enggan memberikan saya slip tersebut! 


Sebalnya lagi, karena kolega saya juga buta peraturan maka percuma curhat ke mereka! Satu kolega tak mengerti mengapa saya mati-matian minta slip gaji padahal semua gaji sudah dibayarkan. Kolega kedua sangat naif hanya menyuruh saya bersabar dan tak memusingkan semua perlakuan Bitch Boss Ini. You said!

In the end, saya hanyalah satu-satunya pegawai yang paling vokal menyuarakan hak kerja di restoran tersebut. I was happy because I spoke up! Meskipun saya tak memanjangkan niat untuk membawa kasus ini lebih lanjut, tapi saya sudah membulatkan niat untuk tak akan pernah lagi bekerja dengan atasan yang hanya akan cheating dari peraturan!

Sebagai seorang au pair yang sudah 5 tahun 'membabu ria' dan sangat tahu aturan kerja sebelum tanda tangan kontrak, si Bitch Boss harusnya sadar bahwa saya tak mudah dibohongi! Saya memang mahasiswa miskin yang butuh uang, tapi bukan imigran bodoh yang iya-iya saja ketika diperlakukan tak adil. Mungkin di India mereka bisa bertindak semau hati dengan memperlakukan bawahan layaknya pekerja rendahan. Tapi ini Norwegia, Boss! Semua pegawai harus dihargai karena merekalah yang membantu menggerakkan usaha di tempat tersebut dan hak mereka pun sangat jelas dilindungi negara. 

Maka dari itu, pentingnya tahu aturan kerja dimana pun kita berada! Sebagai mantan au pair, saya selalu mengingatkan para calon au pair untuk betul-betul membaca isi kontrak dan pahami dulu semua regulasi di negara tersebut sebelum deal dengan host family. Pelajari seluk beluk jam kerja maksimal, gaji, paid holiday, pajak, best-and-worst jadi au pair, serta rentetan kecil yang membuat kita tambah siap masuk ke dunia peraupairan. Jangan sampai dibohongi apalagi dicurangi host family! Bahkan kalau pun ending-nya merasa tercurangi, jangan takut untuk speak up dan tunjukkan bahwa kita bukan au pair lugu yang 'yes maam'! Lagipula, saya dari dulu memang tak pernah merekomendasikan keluarga imigran karena beberapa hal, coba cek di sini!



Ngomong-ngomong, karena tak ingin melewatkan kesempatan dapat dana hibah dari Universitas Oslo, akhirnya saya melampirkan beberapa surat konfirmasi yang ditulis sendiri bahwa saya memang sedang dirumahkan untuk sementara waktu. Lalu soal slip gaji, saya coba buat sendiri dengan data-data terlampir dari akun pajak. Puji Tuhan, berkas tersebut diterima dan dana hibah darurat sudah ditransfer ke rekening Senin kemarin!

Setelah lepas dari restoran India tersebut, perjuangan saya mencari kerja belum juga berakhir ternyata. Tahun 2020 sepertinya hanya akan terisi dengan rasa frustasi dan kegelisahan karena tidak hanya harus fokus kuliah dan magang, tapi juga stres memikirkan biaya hidup.

What would you do if having a boss like Bitch Boss?



Komentar

  1. I would surely do the same like what you did! Keep bombarding them with the same question lol. Meski udah ngerti kontrak aja kadang masi ada adaa aja kok. Thank God udah balik duit kakak. Semangat ya, Kak Nin! Like what you said to me, we never know that 2020 would be happier or not but perhaps a huge surprise waiting unintentionally ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you, Ruth!! :)

      Cuma emang gak enak banget lho jadi pengangguran pas Korona gini. Saat keadaan dunia sedang was2, tp tiap hari harus tetep makan & bayar ini itu :)

      Hapus
  2. Ya ampun Nin, aku merasakan banget nih, kerja sama orang yang hitungannya imigran, walaupun dia WN Belanda. Selama dua tahun aku kerja di perusahaan yang punya orang Chinese-Dutch, banyak banget deh "pelanggarannya". Yang menurutku dulu paling bisa aku laporkan adalah pas mereka minta aku bayar kembali uang pendaftaran ijin tinggal sponsor dari kantor, padahal itu seharusnya keluar dari kantong perusahaan karena mereka yang hire aku. Perusahaan2 yang mengutamakan diversity dan sering hire pencari kerja bukan orang lokal ini emang kadang "bandel", suka memanfaatkan celah para pencari kerja ini ga tau apa2 soal aturan kerja di negara itu.

    Tahun 2020 kamu adalah tahun 2016 aku, Nin. Pernah banget aku mengalami fase hidup yang sama persis kayak gini. Yang kuat, ya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. That’s so true, Crys!!!
      Even paspornya udah ganti, tapi mindset-nya gak bisa seragam sama Natives yang bener2 jujur. Aku juga setuju soal perusahaan yg ngutamain diversity tsb juga rada “bandel”, karena tau para imigran biasanya vulnerable karena butuh kerja banget biar bisa nerusin visa.

      Thanks for sharing, Crys!! Semoga kehidupan aku akan sama baiknya kayak kamu nantinya 😇

      Hapus
    2. No wonder with imigrant employers ataupun warga negara keturunan, terutama orang-orang china, korea, India, bahkan orang-orang Indonesia juga sih. Pernah punya pengalaman juga kerja sama mereka di Australia, meskipun untuk kasus gue gak buruk-buruk amat. Mereka suka banget breach the rules, kayak bayar pegawai cash on hand biar gak bayar pajak. Terus kalau udah cash on hand bayarannya pasti di bawah upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Korban terbanyaknya tentu aja international students. This sort of modern slavery happens everywhere in the world. Bahkan di Australia eksploitasi kayak gini seakan udah jadi rahasia publik.

      Hapus
  3. Jahat ya memanfaatkan kelemahan orang sampai seperti itu..
    Tetap semangat!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you!! Di sini kalo kerja di restoran emang harus siap2 menerima sikap gak adil. Apalagi kalo kanan kiri kita kolega juga bukan non-Norwegia. Udah pasti ngerti lah, kerja untuk uang, makanya menerima perlakuan gak adil pun sometimes it's okay.

      Hapus
  4. dari blog kemarin-kemarin tuh sebenarnya sudah ingin komen tanya gimana kabar kerjanya, tapi sepertinya mba Nin lagi stress, gak jadi tanya deh :) Untunglah ada sedikit bantuan ya. Saya juga sedang di tempat kerja yang kurang nyaman, tapi masih bertahan because I need to pay the bill! Semoga bulan Juli ini bisa ambil keputusan resign, hehe. semangat mba! pernah nyari kerja jadi transcriptionist gak mba? lumayan sih uangnya kalo kita fokus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you ya, Amel 😃
      Kalo frustasi itu pasti. Soalnya aku hidup di negara orang ini kan tidak ada kepastian mau gimana. Kalo gak punya uang, how could I live?

      Kamu mau resign, tp apa udah planning lain? Udah punya kerjaan lain? Sukses ya untuk kamu!

      Bakat literatur dan kemampuan bahasa ku kayaknya belom sampe bisa jadi transcriptionist deh. (Apa malah mungkin bisa?)

      Hapus
  5. Kenapa sebelum ke Norwegia nggak apply beasiswa dulu, kak? Kayak LPDP gitu? Semangat kak, memang tahun ini adalah tahun cobaan bagi banyak sekali orang. Aku pun dirumahkan dan berjuang sendirian di Jakarta tanpa saudara sama sekali hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kamu kayaknya gak tau cerita aku dari awal ya? :) Eniwei, aku memang gak berniat cari beasiswa dari pemerintah yang sumbernya dari uang orang2 Indonesia. Takut berkhianat.

      Thank you so much! Semoga pandemi ini segera berakhir dan kita bisa bekerja normal seperti sedia kala.

      Hapus
  6. nin ambil jurusan apa di norway?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita tetaplah bagi

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola

First Time Au Pair, Ke Negara Mana?

Saya ingat betul ketika pertama kali membuat profil di Aupair World, saya begitu excited memilih banyak negara yang dituju tanpa pikir panjang. Tujuan utama saya saat itu adalah Selandia Baru, salah satu negara impian untuk bisa tinggal. Beberapa pesan pun saya kirimkan ke host family di Selandia Baru karena siapa tahu mimpi saya untuk bisa tinggal disana sebentar lagi terwujud. Sangat sedikit  host family dari sana saat itu, jadi saya kirimkan saja aplikasi ke semua profil keluarga yang ada. Sayangnya, semua menolak tanpa alasan. Hingga suatu hari, saya menerima penolakan dari salah satu keluarga yang mengatakan kalau orang Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Selandia Baru. Duhh! Dari sana akhirnya saya lebih teliti lagi membaca satu per satu regulasi negara yang memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia. Sebelum memutuskan memilih negara tujuan, berikut adalah daftar negara yang menerima au pair dari Indonesia; Australia (lewat Working Holiday Visa ) Austria Amerika

Guide Untuk Para Calon Au Pair

Kepada para pembaca blog saya yang tertarik menjadi au pair, terima kasih! Karena banyaknya surel dan pertanyaan tentang au pair, saya merasa perlu membuat satu postingan lain demi menjawab rasa penasaran pembaca. Mungkin juga kalian tertarik untuk membaca hal-hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair  ataupun tips seputar au pair ? Atau mungkin juga merasa tertantang untuk jadi au pair di usia 20an, baca juga cerita saya disini . Saya tidak akan membahas apa itu au pair ataupun tugas-tugasnya, karena yang membaca postingan ini saya percaya sudah berminat menjadi au pair dan minimal tahu sedikit. Meskipun sudah ada minat keluar negeri dan menjadi au pair, banyak juga yang masih bingung harus mulai dari mana. Ada juga pertanyaan apakah mesti pakai agen atau tidak, hingga pertanyaan soal negara mana saja yang memungkinkan peluang kerja atau kuliah setelah masa au pair selesai. Oke, tenang! Saya mencoba menjabarkan lagi hal yang saya tahu demi menjawab rasa penasar