Langsung ke konten utama

Susah Pulang, Terpenjara di Negara Orang

Going through hardships is good. It means you are growing stronger, even if it is tough.

Kalau ada yang merasa sedih saat pandemi ini belum bisa kemana-mana, baik untuk liburan ataupun au pair ke luar Indonesia, let me remind you a story.

Tahun lalu ketika pandemi serentak menutup pintu banyak negara, saya masih tinggal di Norwegia melanjutkan studi. Kala itu saya bagai anak hilang yang akhirnya lepas dari jaminan hidup dari host family dan memutuskan meneruskan langkah di negara orang sembari kuliah lagi. Dipikir hidup akan baik-baik saja, kenyataannya jauh dari apa yang sudah direncanakan. Pekerjaan pertama saya selepas jadi au pair, yaitu pelayan restoran, hanya bertahan selama 1,5 bulan. Restoran harus menghentikan semua aktivitas dining in dan menggantinya dengan take awayI lost my job in a sudden.


Untuk dapat pekerjaan ini pun cukup tricky karena saya sudah putus asa setelah hampir 2 bulan menganggur. Untuk mahasiswa internasional yang dari nol hanya mengandalkan uang pribadi, dua bulan tanpa pesangon apapun adalah mimpi buruk. Uang yang saya tabung sedari au pair juga tak bisa lagi menutupi biaya hidup karena terlanjur dipinjamkan ke kerabat di Indonesia namun belum juga dikembalikan. Sekalinya dapat kerja lalu terpaksa dipecat, kehidupan saya mulai merayap. Yang paling gigit jari, akhir musim panas 2020 saya harus memperbarui izin tinggal pelajar dengan menyertakan uang jaminan baru. I had no job, no sufficient money, nothing. Rasanya seperti di titik terendah dan berpikir bahwa hidup di Indonesia kelihatannya tak akan separah ini juga.

Cari pekerjaan lain pun susahnya bukan main, apalagi di masa awal pandemi ketika banyak pekerja terpaksa dirumahkan. Jadi pelayan atau pegawai toko? Jangan salah, yang melamar bisa sampai 200-300 orang dari yang sebelumnya hanya maksimal 50-an! Meskipun masih healing dari pekerjaan rumah tangga, namun saya terpaksa membuat akun jasa babysitter dan cleaning lady siapa tahu ada yang tertarik. Tapi nyatanya, nihil juga.

Empat bulan hanya stres sendiri di rumah, umpan CV saya akhirnya menarik salah satu restoran Asia. Saya dapat tawaran wawancara dan trial period di tempat mereka. Sayangnya baru dua kali bekerja, saya kembali "dipecat" dengan alasan kurang pengalaman. Sesulit itu! Bahkan untuk jadi pelayan restoran mesti punya pengalaman sendiri. Masa tinggal yang hampir habis pun terpaksa saya perbarui dengan uang seadanya dan berharap imigrasi bisa sedikit memaklumi kesusahan mahasiswa asing saat pandemi. Di sisi lain, saya setidaknya masih punya waktu cari kerja part-time di tempat lain selagi menunggu izin tinggal jadi. 

Saat itu imigrasi sedang mengurangi akumulasi kerja sehingga banyak aplikasi yang tertunda. Untuk perbaruan masa tinggal pelajar yang semula hanya butuh waktu 2 bulan, dijadwalkan maksimal 7 bulan. Dulu sewaktu masih jadi au pair, saya bisa pulang pergi Indonesia setahun sekali. Tapi karena belum mengantungi izin tinggal pelajar yang tak jelas statusnya, saya tak tahu kapan bisa kembali lagi ke Indonesia. Hingga setelah 6 bulan penantian status izin tinggal, saya dikagetkan dengan email dari imigrasi yang menolak permohonan aplikasi saya! Alasannya tentu saja karena uang jaminan yang tidak cukup. Susah sekali hidup di negara orang dengan pondasi izin tinggal yang mesti berjudi dengan waktu. Namun tak ada yang bisa saya lakukan kecuali mengajukan banding dan memperbarui uang jaminan baru. Beruntung, saya sebelumnya diterima magang di perusahaan kantoran yang gajinya sangat lumayan menutupi uang jaminan ini.


Di situs imigrasi tertulis masa tunggu keputusan banding adalah maksimum 8 bulan. Untuk beberapa kasus, waktu tunggu ini tidak mutlak dan bisa saja lebih cepat dari yang ditentukan. Contohnya dua teman saya yang kemarin ditolak aplikasinya, dua bulan kemudian sudah dapat jawaban. But, who knows? Saya yang sebetulnya ingin sekali pulang ke Indonesia musim panas tahun ini dibuat gusar karena hal tersebut jauh dari kenyataan. Ada rasa rindu yang teramat besar terhadap rumah, keluarga, serta semua hal tentang kampung halaman. I am freaking tired living this way! Selelah ini sampai keberadaan teman dan pacar di Norwegia pun tak cukup mengobati kesenjangan.

Rencana saya, pulang ke Indonesia setelah masa wisuda bisa menguntungkan karena tak perlu bayar biaya karantina. Bagi para pelajar yang baru pulang dari luar negeri, pemerintah akan menanggung semua biaya hotel ketika tiba di Indonesia. Tentu saja saya tak ingin menyiakan kesempatan ini meskipun keadaan Indonesia saat pandemi sangat memprihatinkan. Namun berita duka yang setiap hari terbaca dan terdengar membuat perasaan saya kalut. Saat kakek meninggal dunia, saya hanya bisa melihat foto pemakamannya. Ketika ayah dari tiga teman baik saya meninggal di waktu yang hampir bersamaan, juga tak ada kesempatan untuk melayat terakhir kalinya. Orang tua saya semakin menua, tapi kehidupan saya di Norwegia berjalan begitu tertatih sampai tak tahu pasti kapan bisa kembali.

Pas satu tahun hidup dengan rasa was-was, saya menerima telpon dari pihak imigrasi di hari Sabtu. Cukup deg-degan karena entah berita apalagi yang akan mereka sampaikan. Quite fortunate, permohonan banding saya akhirnya dikabulkan. Lega, tapi sebetulnya tidak juga. Setiap tahun, imigrasi memberikan masa tinggal bagi para pelajar internasional hanya sampai tanggal 31 Agustus. Saat itu saya ditelpon tanggal 20 Agustus dan masa tinggal yang diberikan imigrasi hanya sampai 31 Agustus saja. Artinya, saya hanya punya 11 hari untuk hidup legal sebagai mahasiswa! Normalnya, setelah mendapatkan izin tinggal kita diwajibkan ke kantor polisi untuk foto dan sidik jari, lalu menunggu sekitar seminggu kartu izin tinggal jadi. Kartu inilah yang membuat kita legal tinggal di negara orang dan bisa dipakai keluar masuk area non-Schengen tanpa apply visa baru. Tapi karena saya hanya punya 11 hari masa tinggal, tak ada gunanya lagi datang ke kantor polisi.


Mendekati kadaluarsa, saya harus mendaftarkan aplikasi baru secepatnya jika masih ingin tinggal di Norwegia. Pilihan yang paling masuk akal hanya dua, daftar working permit as a high-skilled worker atau daftar sebagai pencari kerja setelah lulus kuliah. Karena saya belum mendapatkan pekerjaan permanen dengan gaji sesuai syarat imigrasi, maka pilihannya hanya mengajukan aplikasi baru sebagai job seeker. Lagi-lagi menunggu karena untuk mengantarkan dokumen ke kepolisian slot yang tersedia lama sekali. Daftar akhir Agustus, saya baru dapat jadwal awal November.

Dari kantor polisi, kita juga harus menunggu lagi keputusan dari pihak imigrasi maksimum 8 bulan untuk aplikasi tipe ini. Artinya, hidup saya di Norwegia hanya kebanyakan menunggu izin tinggal. Padahal akhir tahun saya berencana tak ingin Natalan di sini, tapi pulang ke Indonesia. Apa daya, karena KTP tak punya, ruang gerak sangat terbatas dan harus setia menunggu di dalam negara. Bisa saja pulang ke Indonesia, namun susah jika ingin masuk lagi ke sini. 

Jadi, jangan sedih. Kalian yang tak bisa terbang ke luar negeri bisa sama stresnya seperti saya di negara orang yang belum bisa juga pulang ke Indonesia. Sekangen itu dengan keluarga di rumah sampai saya pusing sendiri ingin menjalani hidup seperti apa di sini. Tak ada yang bisa saya lakukan kecuali menunggu dan berusaha menikmati hidup normal; bekerja, belanja, lalu makan enak. Somehow terpikir, mungkin terpenjara di negeri sendiri bisa jadi lebih baik jika sama-sama masih bisa bekerja, belanja, makan enak, plus dekat dengan keluarga.



Komentar

  1. Wow mba Nin, meski mba udah pernah cerita bagaimana strugglenya mba di awal pandemi dulu, tapi baca ini tetap kerasa desperate-nya bagaimana.

    Sehat-sehat mba Nin, semoga dibukakan jalan mba disana dan kesabaran selama ini terbayarkan cepat atau lambat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya!! Aku seneng banget emang cerita masa sulit, biar membuka pikiran yang lain bahwa ketika kita memutuskan utk stay di negara orang, berarti kita juga harus siap dengan segala dukanya - bukan cuma suka.

      Ngingetin juga ke yang lain bahwa kadang plan yang udah kita rencanakan, belum tentu bakalan berjalan sempurna. Saat plan tersebut gak kejadian, sebisa mungkin kita juga mesti bikin strategi baru. Oke nangis hari ini, besok harus bangkit lagi :D

      Sama aja buat yang kepengen banget au pair, tapi belum bisa juga. Umur makin menua, rencana semakin berubah. Tapi kalo emang yakin au pair adalah jalan yang mereka pilih, mau gak mau ya mesti nunggu sekalian tetap menjalani hidup normal seperti biasa :)

      Makasih udah mampir dan ninggalin jejak ya <3

      Hapus
  2. Mbaa please stay stronggg. Aku yg merantau jd jarang pulang aja suka linglung apalagi ini diluar negeri sih. Thank you for sharing your story ❤️

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, aku selalu tegar kok. Hehe.. Tapi capek emang, idup di negara orang kebanyakan nunggunya :D

      Makasih banyak ya udah mampir! Yukk, saling menguatkan kita :)

      Hapus
  3. Semangat mb Niiiin!! You are our inspiration! Especially me! Saya mengikuti blog mb Nin dari tahun lalu, meskipun belum semuanya saya baca. Tapi inspiratif banget mb, apalagi buat saya yang juga punya keinginan "menjajaki" negeri lain.

    Setelah baca cerita-cerita mb Nin, jadi sadar bahwa hidup di luar itu ga gampang. Serius! mb Nin luar biasa kuatnya hidup di negara orang sendiri, jauh dari keluarga, kerja jadi au pair, dan lanjut sekolah dengan biaya sendiri, itu -WOW- banget!!

    Melihat mb akhirnya berhasil wisuda dan dengan nilai yang bagus, makin kagum!

    Stay strong mb Nin, semoga makin sukses ke depannya dan semua yang mba inginkan terkabul, tahun ini or soon!

    Thankyou for always mbaaaa~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank youuu banget semangatnya!

      Hidup dimana aja emang gak gampang. Tapi mungkin ceritanya bakalan beda kalo aku tinggal di LN bareng sama ortu atau udah di sini dari lahir. Abisnya perjuangan banget aduh ini. Tapi mau gimana lagi, kalo udah niat, ya harus dijalani.

      Makasih banyak ya udah dijadikan bahan inspirasi. Semoga kamu juga gak lelah menjaga mimpi biar jadi kenyataan.

      Hapus
  4. Wahh kak Nin Sabar dan kuat yaa hidup di buat menunggu surat dari pemerintah norway, aku ngerasa kak sedang di ambang Dilema, semoga selalu di lindungi Tuhan dan cepat menemukan jawaban dan titik terang...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebetulnya gak dilema, karena pilihannya cuma satu yaitu MENUNGGU! xD
      Gak bisa ngapa2in lagi kalo gak nunggu.

      Makasih banyak ya. Sabarnya udah dari setahun lebih lalu ini sih. Aaaammiinn..

      Hapus
  5. Kak Nin, you're my inspiration!! Aku penikmat tiap cerita yang kak Nin tulis di blog, tapi kali ini so heart breaking😢

    Stay strong ya kak Nin. Semoga selalu dikuatkan dan dipermudahkan jalan keluar dari segala masalahnya🧡

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Desy,

      Makasih banyak ya :) Biasalah, namanya idup di negara orang emang gak ada yang gampang. Ini cuma satu dari banyak cerita tragis di luar sana. Anggap aja pembelajaran dan hiburan :D

      Makasih banyak ya doa dan semangatnya. Semoga ke depannya jalan ku lebih dimudahkan. Aaaammmiinn..

      Hapus
  6. Pernah di kondisi nggak bisa keluar dari negara asing karena ijin tinggal masih proses. Menyebalkan memang. Tapi supaya nggak tenggelam dalam rasa sebal, akhirnya saya pilih kelayapan ke pelosok negeri yang belum pernah dijelajahi dan jauh dari kemungkinan ketemu pemeriksaan surat-surat. Dan setelah pulang itu jadi blessing in disguise. Kenang-kenangan tak terlupakan.😅

    Semoga cepat beres masalahnya ya mba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Great to know kalo kamu bisa menemukan hal2 baru yang bisa mendistraksi pikiran dari cuma mikirin residence permit doang :D Aku juga sama sih sebetulnya. Berusaha menikmati apa yang ada di depan mata aja biar kalo worst case-nya mesti balik ke Indonesia for good, gak ada perasaan gak ikhlas gitu.

      Makasih banyak ya! I am trying my best now :)

      Hapus
  7. By the way, ada jalan selain au pair buat ke Norwegia kak? dan bagaigaman dengan kesempatan working holiday visa ya utk WNI?

    Ternayata berat banget hidup di negri orang di masa Pandemi. Saya cumA BISA bantu dengan setia membaca blog dan mengikuti perkembnganmu di sosial media (adesen mugkin gak cukup ya).

    Semangat7x

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk ke Norwegia caranya banyak :D Bisa dengan jadi turis, kerja, kuliah, nikah sama orang sini, acara kebudayaan dari Indonesia. Gak harus jadi au pair banget.

      WHV hanya berlaku di Australia doang ya. Beda negara tentunya beda2 regulasi :)

      Makasih banyak ya, Kharis. Gak perlu bantu yang gimana2 kok. Kamu udah baca dan merasa terinspirasi pun aku udah seneng banget.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita tetaplah bagi

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola

Guide Untuk Para Calon Au Pair

Kepada para pembaca blog saya yang tertarik menjadi au pair, terima kasih! Karena banyaknya surel dan pertanyaan tentang au pair, saya merasa perlu membuat satu postingan lain demi menjawab rasa penasaran pembaca. Mungkin juga kalian tertarik untuk membaca hal-hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair  ataupun tips seputar au pair ? Atau mungkin juga merasa tertantang untuk jadi au pair di usia 20an, baca juga cerita saya disini . Saya tidak akan membahas apa itu au pair ataupun tugas-tugasnya, karena yang membaca postingan ini saya percaya sudah berminat menjadi au pair dan minimal tahu sedikit. Meskipun sudah ada minat keluar negeri dan menjadi au pair, banyak juga yang masih bingung harus mulai dari mana. Ada juga pertanyaan apakah mesti pakai agen atau tidak, hingga pertanyaan soal negara mana saja yang memungkinkan peluang kerja atau kuliah setelah masa au pair selesai. Oke, tenang! Saya mencoba menjabarkan lagi hal yang saya tahu demi menjawab rasa penasar

First Time Au Pair, Ke Negara Mana?

Saya ingat betul ketika pertama kali membuat profil di Aupair World, saya begitu excited memilih banyak negara yang dituju tanpa pikir panjang. Tujuan utama saya saat itu adalah Selandia Baru, salah satu negara impian untuk bisa tinggal. Beberapa pesan pun saya kirimkan ke host family di Selandia Baru karena siapa tahu mimpi saya untuk bisa tinggal disana sebentar lagi terwujud. Sangat sedikit  host family dari sana saat itu, jadi saya kirimkan saja aplikasi ke semua profil keluarga yang ada. Sayangnya, semua menolak tanpa alasan. Hingga suatu hari, saya menerima penolakan dari salah satu keluarga yang mengatakan kalau orang Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Selandia Baru. Duhh! Dari sana akhirnya saya lebih teliti lagi membaca satu per satu regulasi negara yang memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia. Sebelum memutuskan memilih negara tujuan, berikut adalah daftar negara yang menerima au pair dari Indonesia; Australia (lewat Working Holiday Visa ) Austria Amerika