Langsung ke konten utama

Program Au Pair di Norwegia Akan Dihentikan???



Membuka bulan yang baru dengan berita tentang skema au pair di Norwegia yang semakin kencang wacananya akan dihentikan. But, is it for real?

Bagi saya, wacana tentang penghentian program au pair di Skandinavia ini bukan hal baru lagi. Lama ketika saya masih jadi au pair di Belgia, wacana tersebut di Denmark sudah berhembus kencang. Saya yang kala itu bingung apakah hal ini akan benar terjadi sudah harap-harap cemas mengingat Denmark adalah salah satu negara tujuan au pair. Beruntung, program au pair tidak dihapuskan namun strateginya diubah; dari mulai gaji au pair yang dinaikkan tiap tahun sampai les bahasa yang sekarang wajib dibayarkan sepenuhnya oleh host family — bukan lagi kommune.


Tak hanya sekali itu saja wacana penghentian au pair ini terus digaungkan. Setiap tahun selalu saja ada cerita baru tentang au pair yang dieksploitasi oleh keluaga, yang mana sebetulnya juga merupakan cerita lama. Sekitar 3-4 tahun lalu, wacana ini muncul lagi di Denmark. Ada kasus baru yang membuat pemerintah kembali membuka mata dan menilik ulang drama eksploitasi au pair di Denmark yang sejujurnya sudah jadi hal biasa. Meskipun ada banyak orang yang pro untuk menutup sepenuhnya skema au pair, namun orang-orang kaya penyumbang pajak terbesar di Denmark kabarnya juga punya andil dengan keputusan tersebut. Hampir semua dari mereka yang memiliki au pair adalah para keluarga kaya yang jelas saja tak menyetujui jika program au pair dihentikan sepenuhnya. Apalagi demand yang butuh dan ingin jadi au pair masih saja laris manis di Denmark terlepas dari betapa lemahnya penanganan kasus buruk au pair di negara tersebut.

Lalu bagaimana dengan negara tetangganya, Norwegia?

Tak berbeda jauh dari Denmark, kasus eksploitasi au pair di Norwegia pun sebetulnya sudah diawasi sejak lama oleh para dewan yang menduduki kursi pemerintahan. Labour Party (Ap) dan Centre Party (Sp) adalah dua partai politik yang terus-terusan mendesak Stortinget (lembaga legalislatif tertinggi Norwegia) untuk menutup sepenuhnya skema au pair sejak lama. Hampir setiap tahun, dua partai ini selalu menyuarakan fakta tentang pergeseran program au pair yang tadinya bertujuan untuk pertukaran budaya lalu hanya dimanfaatkan untuk mencari tenaga kerja murah. 

Di tahun 2015, salah satu perwakilan Centre Party (Sp) sebetulnya sudah mengajukan proposal dihentikannya program au pair ini ke Stortinget. Sayangnya Sp kalah suara dari 4 partai lainnya yang tak menyetujui ide tersebut. Namun empat tahun kemudian, setelah semakin naiknya kasus au pair yang juga melibatkan orang-orang penting di Norwegia, Labour Party (Ap) dan Socialist Left (SV) pun ikut pro penghentian program ini.

Dari data keimigrasian, setidaknya sepuluh tahun terakhir Norwegia sudah mengesahkan lebih dari 12.000 au pair permit yang lebih dari 10.000 diantaranya merupakan warga negara Filipina yang didominasi oleh wanita. Dalam laporan kepolisian di tahun 2020, lebih dari 1890 kasus diterima dengan dasar ekspoitasi program au pair yang naik lebih dari 700 kasus dibandingkan tahun 2019. Caritas Norway, organisasi sosial gereja Katolik, dalam dua terakhir ini pun ikut membantu 60 au pair yang bermasalah dengan host family mereka. 


Ketimbang Denmark, Norwegia sebetulnya lebih transparan mengungkap kasus-kasus baru tentang penyalahgunaan au pair. Meskipun kasus tersebut juga merupakan cerita lama tentang para au pair yang lebih dimanfaatkan sebagai pembantu ketimbang kakak asuh, namun media Norwegia tak malu untuk mengungkap bahwa program au pair di negaranya hanyalah perbudakan modern semata. NRK, perusahaan penyiaran publik radio dan televisi milik pemerintah Norwegia, sendiri pernah membuat gelar wicara tentang au pair yang bisa kalian tonton di sini (dalam bahasa Norwegia).

Tak hanya sampai di situ, topik tentang au pair ini juga seringkali dijadikan dark jokes dan bahan sarkasme untuk menyindir para orang-orang kaya Norwegia yang hanya memperlakukan au pair seperti budak. Grup penyanyi duo, Karpe, merilis lagu berjudul Au Pair yang menggambarkan bahwa au pair hanyalah ibu pengganti bagi anak-anak sultan. Di sitkom Førstegangstjenesten, digambarkan pula seorang remaja manja yang baru masuk militer hanya memanfaatkan au pair innocent mereka yang berasal Thailand untuk bantu-bantu mengangkati koper saat si manja ini baru masuk asrama. Meski hanya dipakai sebagai bahan sindiran, tapi jangan heran jika sampai sekarang masih ada yang skeptis dan close-minded dengan penggunaan kata 'au pair'. Some people still think we are just 'stylish' slaves coming from poor countries.

Saya sendiri pernah dihubungi langsung oleh salah satu jurnalis dari NRK via Messenger tiga tahun lalu. Komentar yang saya tinggalkan di grup Facebook au pair rupanya terlihat oleh si jurnalis untuk segera menghubungi saya. Saya juga baru tahu kalau mereka sedang mencari narasumber yang mau ceritanya dimuat di dalam surat kabar. Saat itu tak ada cerita buruk yang menimpa saya dan sayangnya saya juga tak berminat menjawab terlalu rinci pertanyaan si jurnalis. Intinya, saya hanya menekankan bahwa kesalahan eksploitasi ini juga tak bisa dilimpahkan sepenuhnya ke keluarga. Ada banyak au pair di luar sana yang sebetulnya hanya terlalu naif dan membiarkan dirinya sendiri diperbudak oleh host family. Keluarga tak akan bertindak semau mereka jika kitanya sendiri berani bicara dan menentang apa yang seharusnya tak kita lakukan. Tak cocok, harusnya segera mungkin mencari keluarga baru, bukan bertahan berharap si keluarga berubah.

Di Norwegia, program au pair sebetulnya tidak hanya dianggap program pertukaran budaya yang bisa menguntungkan kedua belah pihak. Energy Au Pair sebagai agensi au pair terbesar di Skandinavia melihat program ini sebagai program kemanusiaan yang juga dapat membantu mengangkat derajat kemiskinan di negara ketiga, semisal Filipina. Meski yang jadi au pair di Norwegia tak hanya dari negara ketiga, namun populasi Filipina yang mendominasi menjadikan pekerjaan ini erat kaitannya dengan negara tersebut. Para au pair Filipina yang berminat jadi au pair ke luar negeri juga kebanyakan bukanlah dari keluarga mampu yang dapat memenuhi kehidupan yang layak di negara mereka. Uang saku yang didapat dari au pair keseringan dikirim kembali ke rumah dengan harapan dapat membantu perekonomian keluarga. It's totally not a bad thing namun akan jadi a big thing kalau nantinya program ini betul-betul akan dihentikan.


Meskipun kasus buruk yang menimpa au pair di Norwegia selalu saja ada setiap tahun dan berkali-kali perwakilan partai mengupayakan penghentian program ini, namun kenyataannya, Stortinget belum juga mengetok palu memberikan persetujuan. Selain kursi perwakilan pemerintahan diisi oleh orang-orang kaya yang punya au pair, survey dari pemerintahan juga menemukan fakta bahwa 4 dari 10 keluarga Norwegia masih berharap untuk mempertahankan program ini ke depannya. Yang saya dengar dari mantan pacar di Denmark dulu, orang kaya di Skandinavia punya suara gaib (ghost voting) yang tentu saja bisa ikut mempengaruhi keputusan. Di Norwegia, kebanyakan orang kaya yang punya au pair adalah orang-orang golongan kelas atas yang tinggal di Oslo Barat. Di daerah ini, tak hanya politisi, dokter, atau pengacara yang tinggal, tapi juga pengusaha yang pajaknya bergerak aktif bagi negara.

Banyak yang mengatakan, wacana ini bisa jadi juga hanyalah gertakan. Wacana tersebut naik kembali ke publik setelah pemilu nasional 2021 berakhir yang dimenangkan oleh Labour Party (Ap), Conservative Party (H), dan Centre Party (Sp); dua partai yang sebelumnya juga pro dengan penutupan program au pair ini. Setelah memenangkan kursi pemerintahan, proposal kerja mereka yang kontra dengan program au pair tentunya punya efek suara lebih besar untuk disetujui oleh Stortinget.


Entahlah betul akan kejadian atau tidak, tapi kalaupun akan kejadian, kalian juga tak perlu sedih tak bisa lagi jadi au pair di Norwegia. Kabarnya, pemerintah juga akan menemukan program alternatif lain yang tetap bisa membawa orang asing bekerja di sini. Dengan berhentinya program au pair di Norwegia secara keseluruhan, program alternatif baru yang akan ditwarkan justru terlihat semakin pro imigran. Salah satu perwakilan dari Labour Party (Ap) bahkan memprediksi bahwa program au pair ini nantinya bisa saja berubah menjadi "seasonal/ocassional job" yang punya standar gaji perjam, jam kerja yang layak, serta perlindungan hukum yang lebih jelas. Au pair yang sebelumnya hanya mendapatkan upah NOK 5900 per bulan, bisa saja mendapatkan upah lebih besar tanpa harus tinggal di rumah host family yang jam kerjanya tak terbatas.

Bagi saya yang sudah seringkali mendengar wacana seperti ini, saya menilai proposal dari Ap dan Sp kali ini bukanlah gertakan semata. Beberapa orang yang duduk di kursi pemerintahan sejatinya betul-betul peduli dengan kasus buruk yang selalu menimpa au pair. Tapi apakah ke depannya proposal ini akan disetujui oleh Stortinget atau tidak, itu yang masih membuat saya skeptis. Untuk mendapatkan persetujuan dewan tertinggi tentunya tidak cukup dengan suara dari 3 partai saja. Terlebih lagi, Stortinget harus mengaji ulang proposal alternatif baru yang harus Labour Party (Ap) ajukan untuk mengganti program au pair ini. Yang pasti, wacana ini sudah dari dulu disemarakkan tapi nol aksi. Berbeda dengan Swiss yang sejak dari 2015 lalu betul-betul tegas membatasi jumlah au pair non-EU untuk bisa masuk ke negaranya. Keputusan tak dibebankan ke suara partai, tapi canton masing-masing. Tak heran, beberapa canton memperbolehkan non-EU au pair untuk tinggal di wilayah tersebut namun per tahun dibatasi hanya 50 orang saja. Tapi Skandinavia malah sebaliknya; meski kasus eksploitasi sudah terkuak dimana-mana, tak ada gebrakan juga untuk memperbagus sistem. Oke, saya mencium bau-bau politik di sini alias keputusan pun harus menguntungkan satu pihak 😛


Sebetulnya beberapa perubahan sudah bisa kita lihat dari kenaikkan gaji yang terjadi di Denmark setiap tahun, serta naiknya biaya aplikasi izin tinggal au pair Norwegia menjadi lebih dari dua kali lipat sejak tahun 2020. Diharapkan, kenaikan biaya ini dapat membatasi keluarga untuk memiliki au pair dan berpikir ulang tidak mengeksploitasi au pair mereka. Sayangnya, besarnya jumlah biaya yang dikeluarkan keluarga bisa jadi bumerang bagi au pair sendiri. Ada banyak sekali keluarga yang menggunakan alasan 'sudah bayar mahal, tak mau rugi' untuk memanfaatkan au pair secara berlebihan.

Bagaimana menurut kalian, apakah wacana ini lagi-lagi hanya gertakan atau akan terealisasi sepenuhnya? Kalian lebih pro yang mana, mempertahankan program all-in au pair atau mengganti sepenuhnya skema ini seperti halnya live-out babysitter yang dibayar gaji normal, namun harus bayar sewa dan beli makanan sendiri?



Komentar

  1. Sebetulnya ini masalah klasik karena demand dan supplynya juga ada.Berhubung supply nya terlalu banyak juga mungkin ya jadi cenderung diremehkan bukan dihargai.
    Padahal di negara yang sangat maju. Mungkin opsi live-out baby sitter yg paling aman. Still "perbudakan" akn tetap ada karena kebutuhan dan memang orangnya tdk protes 😅 contoh budak korporat wkwk..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selama kamu belom punya usaha dan jadi bos sendiri, sampe kapanpun tetap budak xD
      Presiden pun (HARUSNYA!) budak rakyat karena digaji dari duit rakyat.

      Hapus
  2. Kak..
    Saya mau tanya, kalau nama di KTP dan Ijazah & Paspor cuma satu suku kata, apakah akan sulit untuk membuat visa kerja ke Eropa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo nama cuma satu suku kata, biasanya diulang.
      Contoh: Soekarno, jadinya Soekarno Soekarno
      Jadi bukan alasan untuk dapet penolakan dari mereka kok :)

      Hapus
  3. Hi kak .. Aku sdh baca blog mu yang kedua ini.. dan baca point program Aupair di Norway yg akan dihilangkan, dsdh saya dengar terhitung bulan May lalu, dengar kabar lagi itu akan terjadi pada akhir dibulan July , tapi sampai saat ini belum terdengar yg terbarunya seperti apa .. btw aku applicant Aupair yg sdg menunggu recident permit dr UDi..
    Salam kenal, Medina :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku sempat nulis update terbarunya ya di bulan Juli kemaren. Kalo ada waktu, silakan baca di sini: https://www.artochlingua.com/2023/07/status-terakhir-penutupan-program-au.html

      Intinya, masih masuk persidangan. Belom ketok palu apa2 dan semuanya bisa aja terjadi.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita tetaplah bagi

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola

Guide Untuk Para Calon Au Pair

Kepada para pembaca blog saya yang tertarik menjadi au pair, terima kasih! Karena banyaknya surel dan pertanyaan tentang au pair, saya merasa perlu membuat satu postingan lain demi menjawab rasa penasaran pembaca. Mungkin juga kalian tertarik untuk membaca hal-hal yang harus diketahui sebelum memutuskan jadi au pair  ataupun tips seputar au pair ? Atau mungkin juga merasa tertantang untuk jadi au pair di usia 20an, baca juga cerita saya disini . Saya tidak akan membahas apa itu au pair ataupun tugas-tugasnya, karena yang membaca postingan ini saya percaya sudah berminat menjadi au pair dan minimal tahu sedikit. Meskipun sudah ada minat keluar negeri dan menjadi au pair, banyak juga yang masih bingung harus mulai dari mana. Ada juga pertanyaan apakah mesti pakai agen atau tidak, hingga pertanyaan soal negara mana saja yang memungkinkan peluang kerja atau kuliah setelah masa au pair selesai. Oke, tenang! Saya mencoba menjabarkan lagi hal yang saya tahu demi menjawab rasa penasar

First Time Au Pair, Ke Negara Mana?

Saya ingat betul ketika pertama kali membuat profil di Aupair World, saya begitu excited memilih banyak negara yang dituju tanpa pikir panjang. Tujuan utama saya saat itu adalah Selandia Baru, salah satu negara impian untuk bisa tinggal. Beberapa pesan pun saya kirimkan ke host family di Selandia Baru karena siapa tahu mimpi saya untuk bisa tinggal disana sebentar lagi terwujud. Sangat sedikit  host family dari sana saat itu, jadi saya kirimkan saja aplikasi ke semua profil keluarga yang ada. Sayangnya, semua menolak tanpa alasan. Hingga suatu hari, saya menerima penolakan dari salah satu keluarga yang mengatakan kalau orang Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Selandia Baru. Duhh! Dari sana akhirnya saya lebih teliti lagi membaca satu per satu regulasi negara yang memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia. Sebelum memutuskan memilih negara tujuan, berikut adalah daftar negara yang menerima au pair dari Indonesia; Australia (lewat Working Holiday Visa ) Austria Amerika